Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah, Sistem Pembiayaan, Biaya Konsumtif dan Investasi


PRINSIP-PRINSIP DASAR BANK SYARIAH


A. SISTEM PEMBIAYAAN BANK SYARIAH


Pembiayaan adalah merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaannya,pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut.

1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalamarti luas, yaitu untuk meningkatkan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.

2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Baca juga : 8 Tips dan Cara Sukses Merintis Bisnis UKM  

Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut.

1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan :

a) Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif yaitu jumah hasil produksi, maupun kualitatif yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi.

b) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.

2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal serta fasilitas fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.

1. Pembiayaan Modal Kerja


Unsure-unsur modal kerja terdiri atas komponen-kimponen alat likuid (cash), piutang dagang (receivable), dan persediaan (inventory) yang umumnya tediri atas persediaan barang baku, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi. Oleh karena itu, pembiayaan modal kerja merupakan salah satu kombinasi dari pembiayaan likuiditas, pembiayaan utang, dan pembiayaan persediaan.

Bank konvensional memberikan kredit modal kerja tersebut, dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang untuk mendanai seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponen-komponen modal kerja tersebut, baik untuk keperluan produksi maupun perdagangan untuk jangka waktu tertentu, dengan imbalan berupa bunga.

Bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan Mudharabah. Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodic dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang belum dibagikan) yang menjadi bagian bank.

1. Pembiyaan Likuidits (Cash Financing)

Pembiayaan ini pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian antara cash inflow dan cash outflow pada perusahaan nasabah. Fasilitas yang biasanya diberikan oleh bank konvensional adalah fasilitas ceruka atau yang biasa disebut kredit rekening Koran. Atas pemberian fasilitas ini, bank memperoleh imbalan manfaat berupa bunga atas jumlah rata-rata pemakaian dana yang disediakn dalam fasilitas tersebut.

Bank syariah dapat menyediakan fasiltas semacam itudalam bentuk qardh timbal balik atau yang disebut compensating balance. Melalui fasilitas ini, nasabah harus membuka rekening giro dan bank tidak memberikan bonus atas girotersebut. Bila nasabah mengalami situasi ketidaksesuaian, nasabah dapat enarik dana melebihi saldo yang tersedia sehingga menjadi negative sampai maksimum jumlah yang disepakati dalam akad. Aas fasilitas ini, bank tidak dibenarkan meminta imbalan apapun kecuali sebatas biaya administrasi pengelolaan fasilitas tersebut.

2. Pembiayaan Piutang (Receivable Financing)

Kebutuhan pembiayaan ini timbul pada perusahaan yang menjual barangnya dengan kredit, tetapi baik jumlah maupun jangka waktunya melibihi kapasitas modal kerja yang dimilikinya. Bank konvensional biasanya memberikan fasilitas berupa Pembiayaan Piutang dan Anjak Piutang.

a. Pembiayaan Piutang (Receivable Financing)

Bank memberikan pinjaman dana kepada nasabah untuk mengatasi kekurangan dana karena masih tertanam dalam piutang. Atas pinjaman itu, bank meminta cessie atas tagihan nasabah tersebut. Pada dasarnya, nasabah berkewajiban untuk menagih sendiri piutangnya. Akan tetapi, bila bank merasa perlu, dengan menggunakan cessie tersebut, bank berhak menagih langsung kepada pihak yang berutang. Hail penagihan tersebut pertama-tama digunakan untuk membayar kembali pinjaman nasabah berikut bunganya dan selebihnya dikreditkan ke rekening nasabah. Bila ternyata piutang tersebut tidak tertagih, nasabah wajib membayar kembali pinjaman tersebut berikut bunganya kepada bank

b. Anjak Piutang (Factoring)

Fasilitas ini diberikan oleh bank dalam bentuk pengambilalihan piutang nasabah. Untuk keperluan terebut, nasabah mengeluarkan draf (wesel tagih) yang diaksep oleh pihak yang berutang atau promes yang diterbitkan oleh pihak yang berutang, kemudian di-endors oleh nasabah. Draf atau promes tersebut lalu dibeli oleh bank dengan diskon sebesar tingkat bunga yang berlaku atau disepataki untuk jangka waktu yang tertera pada draf atau promes tersebut. Bila saat jatuh tempo draf atau promes tersebut ternyata tidak tertagih, nasabah wajib membayar kepad bank sebesar nilai nominal draf tersebut.

Baca juga : Dikti dan Indosat Kerja Sama Memberi Kuota Murah untuk Mahasiswa  

Dalam bank syariah, untuk kasus pembiayaan piutang seperti tersebut diatas hanya dapat dilakukan dalam bentuk al-qardh dimana bank tidak boleh meminta imbalan kecuali biaya administrasi. Untuk kasus anjak piutang, bank dapat memberikan fasilitas pengambilalihan piutang, yaitu yang disebut hiwalah. Akan tetapi, untuk fsilitas inipun bank tidak dibenarkan meminta imbalan kecuali biaya administrasi atau biaya layanan dan biaya penagihan. Dengan demikian, bank syariah meminjamkan uang sebesar piuatnag yang tertera dalam dokumen piutang yang diserahkan pada bank tanpa potongan. Hal itu adalah bila ternyata pada saat jatuh tempo, hasil tagihan itu digunkaan untuk melunasi utang nasabah kepada bank. Akan tetapi, apabila piutang tersebut ternyata tidak tertagih., nasabah harus membayar kembali utangnya kepada bank. Selain itu sevagian ulama memberikan jalan keluar berupa pembelian surat utang tetapi sebagian ulama melarangnya.

3. Pembiayaan Persediaan (Inventory Financing)

Pada bank konvensional dapat kita jumpai adanya krdit modal kerja yang dipergunakan untuk mendanai pengadaan persediaan. Pola pembiayaan ini pada prinsipnya sama dengan kredit untuk mendanai komponen modal kerja lainnya, yaitu memberikan pinjaman dengan bunga.

Bank syariah mempunyai mekanisme tersendiri untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pendanaan tersebut, yaitu antara lain dengan menggunakan prinsip jual beli dalam dua tahap. Tahap pertama, bank mengadakan (membeli dari supplier secara tunai) barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Tahap kedua, bank menjual kepada nasabah pembeli dengan pembayaran tangguh dan dengan mengambil keuntungan yang telah disepakati bersama antara bank dan nasabah.

4. Pembiayaan Modal Kerja untuk Perdagangan

a. Perdagangan Umum

Perdagangan umum adalah perdagangan yang dilakukan dengan target pembeli siapa saja yang datang membeli barang-barang yang telah disediakan di tempat penjual, baik peagang eceran maupun pedagang besar. Pada umumnya, perputaran modal kerja perdagangan semacam ini sangat tinggi, tetapi pedagang harus mempertahankan sejumlah persediaan uyang cukup karena barang-barang yang dijual itu sebatas jumlah persediaan yang ada atau telah dikuasai penjual.

Untuk pembiayaan modal kerja perdagangan jenis ini, skema yang tepat adalah skema Mudharabah.

b. Perdagangan Berdasarkan Pesanan

Perdagangan ini biasanya tidak dilakukan atau diselesaikan di tempat penjual, yaitu seperti perdagangan antar kota, perdagangan antarpulau, atau perdagangan antarnegara. Pembeli terlebih dulu memesan barang-barang yang dibutuhkan kepada penjual berdasarkan contoh barang atau daftar barang serta harga ang ditawarkan. Biasanya, pembeli hanya akan membayar apabila barang-barang yang dipesan telah diterimanya. Hal ini untuk menghindari kemungkinan resiko akibat ketidakmampuan penjual memenuhi pesanan atau ketidaksesuaian jumlah dan kualitas barang yang dikirimkan dengan spesifikasi yang dimaksud dalam surat penawaran atau pemesanan.

Berdasarkan pesanan itu, penjual lalu mengumpulkan barang-barang yang diminta dengan cara membeli atau memesan, baik dari produsen maupun dari pedagang lainnya. Setelah terkumpul, barulah dikirimkan kepada pembeli sesuai pesanan. Apabila barang telah dikirim, penjual juga menghadapi kemungkinan resiko tidak dibayarnya barang yang dikirimnya itu.

Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi kedua belah pihak, bank onvensional telah memberikan jalan keluarnya, yaitu fasilitas L/C atau Letter of Credit. Bank syarah telah dapat mengadopsi mekanisme L/C itu dengan menggunakan skema al wakalah, al mudharabah, ataupun al murabahah. Dalam hal al wakalah, bank syariah hanya mendapatkan pendapatan berupa fee atas jasa yang diberikannya.


2. Pembiayaan Investasi


Pembiayaan investai diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penambhan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, atau pendirian proyek baru. Cirri-ciri pembiayaan investasi adalah

1. Untuk pengadaan barang-barang modal.

2. Mempunyai perancanaan alokasi dana yang matang dan terarah.

3. Berjangka waktu menengah dan panjang.

Pada umumnya, pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar dan pengendapannya cukup lama. Oleh karena itu, perlu disusun proyeksi arus kas yang mencakup semua komponen biaya dan pendapatan sehingga akan dapat diketahui berapa dana yang tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Setelah itu, baru disusun jadwal amortasi yang merupakan angsuran pembiayaan.

Penyusunan proyeksi arus kas ini harus disertai pula dengan perkiraan keadaan-keadaan yang akan datang, mengingat pembiayaan investasi memerlukan waktu yang cukup panjang. Untuk memperkirakannya perlu diadakan perhitungan dan penyusunan proyeksi neraca dan laba rugi selama jangka waktu pembiayaan. Dari perkiraan itu akan diketahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban.

Melihat luasnya aspek yang harus dikelola dan dipantau maka untuk pembiayaan investasi bank syariah menggunakan skema Musharakah Mutanaqishah. Dalam hal ini, bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan, dan secara bertahap bank melepaskan penyertaanya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali, baik dengan menggunakan surplus cash flow yang teripta maupun dengan menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang ada maupun dengan mengundang pemegang saham baru.

Skema lain yang dapat digunakan oleh bank syariah adalah Al Ijarah Al Muntahia bit Tamlik, yaitu menyewakan barang modal dengan opsi diakhiri dengan kepemilikan. Sumber perusahaan untuk pembayaran sewa ini adalah amortisasi bang modal yang bersangkutan, surplus, dan sumber-sumber lain yang dapat diperoleh perusahaan.


3. Pembiayaan Konsumtif


Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut.kebutuhan konsumsi dapat dibedakan menjadi kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok, baik berupa barang, maupun berupa jasa. Adapun kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer baik berupa barang maupun berupa jasa.

Baca juga : UMKM Kunci Memulihkan Ekonomi Nasional  

Pada umumnya, bank konvensional membatasi pemberian kredit untuk pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai dengan ukti kepemilikan yang sah, seperti rumah dan kendaran bermotor yang kemudian menjadi barang jaminan utama. Adapaun untuk memenui kebutuhan jasa, bank meminta jaminan berupa barang lain yang dapat diikat sebagai collateral. Sumber pembayaran kembali atas pembiayaan tersebut berasal dari sumber pendapatan lain dan bukan dari eksploitasi barang yang dibiayai dari fasilitas ini.

Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema berikut.

1. Al bai’ bi Tsaman Ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual beli dengan angsuran.

2. Al Ijarah al MUntahia bit Tamlik atau sewa beli.

3. Al Musyarakah Mutanaqishah, dimana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya.

4. Ar Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.

Pembiayaan konsumsi tersebut di atas lazim digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Adapun kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil. Seseorang yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau miskin. Oleh karena itu dia wajib diberi zakat atau sedekah, atau maksimal diberikan pinjaman kebajikan (Al Qardhul Hasan), yaitu pinjaman dengan kewajiban mengembalikan pinjama pokonya saja, tanpa imbalan apapun.

Sedangkan berdasarkan tujuan penggunaannya, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori, yaitu:

1. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah)

2. Pembiayaan dengan prinsip jual beli (murabahah, salam dan istishna)

3. Pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik) dan

4. Pembiayaan atas dasar qard (pinjam meminjam)

Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditunjukkan untuk memiliki barang sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan unutk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama yang ditunjukkan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus. Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual.prosuk termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa, yaiu ijarah dan Iajrah muttahiya bittamlik. Sedangkan kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan oleh nisbah bagi hasil. Pada prosuk bagi hasil keuntugan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk perbankan termasuk ke dalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah. Sedangkan pembiayaan dengan akad pelengkap ditunjukkan untuk memperlancar pembiayaan menggunakan tiga prinsip diatas.

1. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah)

Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang dilakukan oleh pihak Bank Syari’ah untuk ,membiayai 100% kebutuhan dana dari suatu proyek atau usaha tersebut, sementara nasabah sesuai dengan keahlian yang dimilikinya akan menjalankan proyek atau usaha tersebut dengan sebaik-baiknya dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. Bank Syari’ah dan nasabah dapat meentukan bagi hasilnya untuk masing-masing pihak berdasarkan presentase pendapatan atau keuntungan proyek atau usaha tersebut sesuai dengan kesepakatan. Oleh karena itu, mudharabah dalam pelaksanaannya memuat akad kerja sama usaha antara pemilik modal (shahibul mal) dengan pelaksana proyek (mudharib), dengan keuntungan akan dibagi antara kedua pihak sesuai dengan perjanjian yang dibuat. Pembiayaan musyarakah adalah pembiayaan yang dilakukan oleh pihak bank syari’ah atau bank muamalah untuk membiayai suatu proyek bersama atau usaha tertentu yang kemudian akan disepakati beberapa modal dari bank dan beberapa modal dari nasabah serta akan ditentukan bagi hasilnya bagi masing-masing pihak berdasarkan presentase pendapat atau keuntungan bersih dari proyek atau usaha tersebut sesuai dengan kesepakatan bila terdapat keuntungan. Namun bila terjadi kerugian masing-masing mendapat margin dalam bentuk menanggung resiko.

2. Pembiayaan dengan prinsip jual beli (murabahah, salam dan istishna)

Pembiayaan murabahah adalah transaksi jual beli, yaitu pihak Bank Syari’ah bertindak sebagai pembeli dengan harga jual dari bank adalah harga beli dari pemasok ditambah keuntungan dalam presentase tertentu dari Bank Syari’ah sesuai dengan kesepakatan. Kepemilikan barang akan berpindah kepada nasabah segera setelah perjanjian jual beli ditandatangani dan nasabah akan membayar barang tersebut dengan cicilan tetap yang besarnya sesuai dengan kesepakatan sampai dengan pelunasannya. Sebagai contoh bila pak badu membutuhkan mesin parut kelapa dengan pembiayaan murabahah maka proses singkatnya adalah sebagai berikut : katakan harga mesin kelapa parut adalah Rp 1 juta rupiah. Pihak bank syari’ah meminta keuntungan sebesar 20% kepada pembeli sehingga harga jualnya menjadi Rp1,2 juta rupiah akan dilunasi selama 12 bulan(1 tahun), sehingga cicilan tetap pak badu kepada bank syari’ah tersebut adalah Rp1,2 juta : 12 bulan = Rp 100 ribu perbulan. Contoh tersebt adalah menghilangkan perhitungan pajak pertambahan nilai (PPn), karena sebenarnya transaksi murabahah kurang dapat bersaing dengan cara konvensional karena terjadi perhitungan PPn 2x, pada saat bank membeli dari pemasok barang sudah dikenakan PPn 10% dan kemudian pada saat Bank syari’ah menjual kembali kepada nasabah dengan ditambah PPn lagi sehingga nasabah akan dikenakan 2 kali PPn. Oleh karena itu, peraturan perpajakan dapat menghapuskan ketentuan penerapan PPn agar disamakan dengan perlakuan yang diterima oleh Bank konvensional ketika melakukan pembiyaan sejenis sehingga bank syariah dapat bersaing secara sehat dengan bank konvensional dan tentunya masyarakat juga akan diuntungkan dengan pilihan pembiayaan yang semakin banyak.

Pembiayaan salam adalah transaksi jual beli dan barang yang diperjual belikan akan diserahkan dalam waktu yang akan datang, tetapi pembayaran kepada nasabah dilakukan secara tunai. Syarat utama adalah barang atau hasil produksi yang akan diserahkan dikemudian tersebut dapat ditentukan spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Apabila nantinya ternyata barang yang diserahkan tidak sesuai dengan spesifikasi yang pengembaian seluruh uang yang telah diterima. Contoh petani tembakau membeutuhkan uang saat ini sedangkan tembakaunya belum dipanen, contohnya petani tembakaunya belom dipanen. Oleh karena itu, petani tersebut dapat bermohon kepada bank syari’ah untuk membeli hasil panen yang akan datang dan bank akan menjualnya kembali kepada petani tersebut dengan cicilan yang disepakati dalam jangka waktu tertentu. Tentunya Bank syari’ah akan menerapkan presentase keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Contoh lainnya, petani tembakau ingin menjual hasil panennya 2 bulan mendatang kepada pedagang. Dalam hal ini dikatakan pedagang belum memiliki uang. Maka kedua belah pihak tersebut bermohon pinjaman kepada Bank syari’ah berkenaan dengan pembiayaan salam. Bank Syari’ah akan memberikan uang tunai kepada petani tembakau dan pedagang tersebut sehingga keduanya memilki utang kepada Bank syari’ah dan sesuai dengan kesepakatan antara pihak berutang dengan pihak bank syari’ah maka utang tersebut akan dicicil dan dilunasi dalam jangka waktu tertentu. Bank akan menambahkan sejumlah presentase keuntungan yang akan disepakati oleh kedua belah pihak.

Pembiayaan istishna adalah pembiayaan yang menyerupai pembiayaan salam, namun Bank Syari’ah melakukan pembayaran secara termin atau beberapa kali dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Umumnya pembiayaan istishna dilakukan untuk membiayai pembangunan kontruksi. Contoh pak badu ingin membangun ruko diatas tanah yang dimilikinya, sehingga ia melakukan transaksi jual beli kepada bank syari’ah. Bank syari’ah akan menetapkan harga jual ruko yang akan dibangun tersebut kepada pak badu dan Pak Badu harus mencicil sampai lunas berdasarkan kesepakatan. Bank sayri’ah juga akan menunjuk kontraktor yang akan membengun ruko tersebut dan membayar kontraktor sesuai dengan termin pembayaran yang disepakati sampai bangunan ruko tersebut selesai dikerjakan.

Baca juga : 6 Tips Meningkatkan Jumlah Followers Asli untuk Akun Sosial Media  

Pembiayaan dengan prinsip ijarah adalah pembiayaan yang objeknya dapat berupa manfaat/jasa. Dalam hal ini hanya terjadi perpindahan manaat bukan perpindahan kepemilikan. Menurut fatwa DSN (Dewan Syari’ah Nasional) pembiayaan ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang. Bagi yang menyewakan, wajib memelihara barang/jasa yang akan disewakan contohnya adalah pak badu ingin menyewa atau merental mobil setahun. Pak badu dapat mengajukan sewa ijarah kepada bank Syari’ah. Berdasarkan permohonan yang dimaksud pihak bank menetapkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pak badu. Setelah pak badu menyetujui persyaratan tersebut mengenai jenis mobil, tarif sewa, periode sewa, dan biaya pemeliharaan maka akan dilaksanakan akad atau perjanjian dalam bentuk penandatanganan antara pihak bank dengan pihak pak badu. Selanjutnya pihak bank akan menyewa mobil kepada pemilik mobil rental yang kemudian menyerahkan mobil tersebut kepada Pak badu untuk digunakan sampai dengan masa sewa berakhir

Posting Komentar untuk "Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah, Sistem Pembiayaan, Biaya Konsumtif dan Investasi "