Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Pengelolaan, Perencanaan dan Penyediaan Kebutuhan


Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Baca juga : Tablet Cetak dan Tablet Kempa, Pengertian dan Formulasi  

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah terkait obat.

Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan perbekalan farmasi dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.

a. Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi

1) Pemilihan

Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai ini berdasarkan:

a) Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi

b) Standar sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang telah ditetapkan.

c) Pola penyakit

d) Efektifitas dan keamanan

e) Pengobatan berbasis bukti

f) Mutu

g) Harga

h) Ketersediaan di pasaran

Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.

2) Perencanaan Kebutuhan

Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:

a) Anggaran yang tersedia

b) Penetapan prioritas

c) Sisa persediaan

d) Data pemakaian periode yang lalu

e) Waktu tunggu pemesanan

f) Rencana pengembangan

3) Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan.Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan dan pembayaran.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP antara lain:

a) Bahan baku obat harus disertai sertifikat analisa.

b) Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).

c) Perbekalan farmasi harus mempunyai nomor izin edar.

d) Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP tertentu (vaksin, reagensia dan lain-lain).

Pengadaan dapat dilakukan melalui:

a) Pembelian

Untuk rumah sakit pemerintah pembelian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:

(1) Kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat.

(2) Persyaratan pemasok.

(3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.

(4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

b) Produksi Sediaan Farmasi

Instalasi farmasi rumah sakit dapat memproduksi sediaan tertentu jika:

(1) Sediaan farmasi tidak ada di pasaran.

(2) Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri.

(3) Sediaan farmasi dengan formula khusus.

(4) Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking.

(5) Sediaan farmasi untuk penelitian.

(6) Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter paratus).

Sediaan yang dibuat di rumah sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di rumah sakit tersebut.

Baca juga : Denaturasi Protein, Struktur, Karakteristik dan Ciri-ciri  

c) Sumbangan/Dropping/Hibah

Instalasi farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP sumbangan/dropping/hibah. Seluruh kegiatan penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP harus sesuai dengan kebutuhan pasien di rumah sakit. Instalasi farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit untuk mengembalikan atau menolak sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien rumah sakit.


 
4) Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.

5) Penyimpanan

Setelah barang diterima di instalasi farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian.Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP sesuai dengan persyaratan kefarmasian.Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi dan penggolongan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.

Komponen yang harus diperhatikan antara lain:

a) Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluarsa dan peringatan khusus.

b) Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting.

c) Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.

d) Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.

Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang harus disimpan terpisah yaitu:

a) Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya.

b) Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat dan diberi penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan:

a) Kelas terapi

b) Bentuk sediaan

c) Jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP

d) Disusun secara alfabetis

e) Prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.

f) Penyimpanan Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.

6) Pendistribusian

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/ menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah dan ketepatan waktu. Rumah sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP di unit pelayanan. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:

a) Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)

(1) Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh instalasi farmasi.

(2) Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.

(3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (diatas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.

(4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.

(5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.

b) Sistem Resep Perorangan

Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui instalasi farmasi.

c) Sistem Unit Dosis

Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.

Baca juga : Daftar Buku Referensi Formulasi In-Situ Gel Ambroxol Hidroklorida  

d) Sistem Kombinasi

Sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi sistem persediaan lengkap dan sistem resep perseorangan atau resep perseorangan dan sistem unit dosis atau persediaan lengkap dan sistem unit dosis.

7) Pemusnahan dan Penarikan Perbekalan Farmasi

Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP bila:

a) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu.

b) Telah kadaluarsa.

c) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan.

d) Dicabut izin edarnya

Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan.

8) Pengendalian

Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP. Pengendalian penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dapat dilakukan oleh instalasi farmasi harus bersama dengan KFT di rumah sakit.

Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP adalah untuk:

a) Penggunaan obat sesuai dengan formularium rumah sakit.

b) Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi.

c) Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluarsa dan kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.

Cara untuk mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai adalah:

a) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving).

b) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut (death stock).

c) Stock opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.


9) Administrasi

Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang telah dikerjakan. Kegiatan administrasi terdiri dari :

a) Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan.Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan instalasi farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau pertahun).Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Pencatatan dilakukan untuk:

(1) Persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM

(2) Dasar akreditasi rumah sakit

(3) Dasar audit rumah sakit

(4) Dokumentasi farmasi

Pelaporan dilakukan sebagai:

(1) Komunikasi antara level manajemen

(2) Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di instalasi farmasi

(3) Laporan tahunan

b) Administrasi Keuangan

Apabila instalasi farmasi rumah sakit harus mengelola keuangan maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan.Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan pelayanan kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semester atau tahunan.

c) Administrasi Penghapusan

Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Baca juga : Mekanisme Pembentukan in-situ Gel, Sistem Berbentuk Cair (liquid) pada Suhu Ruangan  

b. Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien sehingga kualitas hidup pasien terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:

1) Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error).

a) Persyaratan administrasi meliputi:

(1) Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien

(2) Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter

(3) Tanggal resep

(4) Ruangan/unit asal resep

b) Persyaratan farmasetik meliputi:

(1) Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan

(2) Dosis dan jumlah obat

(3) Stabilitas

(4) Aturan dan cara penggunaan

c) Persyaratan klinis meliputi:

(1) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat

(2) Duplikasi pengobatan

(3) Alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)

(4) Kontraindikasi

(5) Interaksi obat

2) Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien. Kegiatan yang dilakukan adalah:

a) Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya

b) Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.

Informasi yang harus didapatkan:

a) Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat.

b) Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi.

c) Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa).

3) Rekonsiliasi obat

Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medicationerror) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat.

Tahap proses rekonsiliasi obat yaitu:

a) Pengumpulan data.

b) Komparasi.

c) Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi.

d) Komunikasi.

4) Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit.

Kegiatan PIO meliputi:

a) Menjawab pertanyaan.

b) Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.

c) Menyediakan informasi bagi tim farmasi dan terapi sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit.

d) Bersama dengan tim penyuluhan kesehatan rumah sakit (PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.

e) Melakukan pembelajaran terus-menerus dan berkelanjutan (Long Life Learner) bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.

f) Melakukan penelitian.

5) Konseling

Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap apoteker. Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien.

Baca juga : Kriteria Zat Aktif, Sifat Fisika, Kimia dan Farmakokinetik  

Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling obat, yakni:

a) Kondisi pasien

(1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui).

(2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi dan lain-lain).

(3) Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan kortiksteroid dengan tapperingdown/off).

(4) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin).

(5) Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).

(6) Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.

b) Sarana dan peralatan

(1) Ruangan atau tempat konseling.

(2) Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).

6) Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program rumah sakit yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).


7) Pemantauan Terapi Obat

Pemantauan terapi obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Kegiatan dalam PTO meliputi:

a) Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD).

b) Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.

c) Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.

Tahapan PTO:

a) Pengumpulan data pasien.

b) Identifikasi masalah terkait obat.

c) Pekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.

d) Pemantauan.

e) Tindak lanjut.

8) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring efek samping obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.

9) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi penggunaan obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.

10) Dispensing sediaan steril

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi:

a) Pencampuran obat suntik

b) Penyiapan nutrisi parenteral

c) Penanganan sediaan sitostatik

11) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter.

Baca juga : Lepas Lambat Penghantaran Zat Aktif, Keuntungan dan Kerugian  

Tujuan dilakukan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) adalah:

a) Mengetahui kadar obat dalam darah.

b) Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.

Kegiatan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) meliputi:

a) Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan pemeriksaan kadar obat dalam darah (PKOD).

b) Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan pemeriksaan kadar obat dalam darah (PKOD).

c) Menganalisis hasil pemeriksaan kadar obat dalam darah (PKOD) dan memberikan rekomendasi.

Posting Komentar untuk "Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Pengelolaan, Perencanaan dan Penyediaan Kebutuhan"