Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Karakteristik dan Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Sekolah Menengah


Karakteristik & Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Sekolah Menengah


Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa, dan merupakan masa transisi yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat (Konopka dalam Pikunas, 1976; Kaczman dan Riva, 1996).

Ditilik dari segi usia, siswa SLTP (SMP dan MTS) dan SLTA termasuk fase atau masa remaja. Fase remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan siswa. Menurut Konopka (Pikunas, 1976) fase ini meliputi:

1. Remaja awal: 12-15 tahun

2. Remaja madya: 15-18 tahun

3. Remaja akhir: 19-22 tahun.

Jika dilihat dari klasifikasi usia tersebut, maka siswa sekolah menengah termasuk kedalam kategori awal dan madya. Untuk memahami lebih lanjut tentang remaja, pada uraian berikut dapat dipaparkan mengenai karakteristik aspek-aspek perkembangannya.

Baca juga : Asas-Asas Bimbingan Konseling di Sekolah, Kerahasiaan, Keterbukaan dan Kemandirian  

1. Aspek Fisik


Secara fisik, masa remaja ditandai dengan dengan adanya pubertas yaitu masa ketika sesorang mencapai kematangan seksual dan kemampuan reproduksi. Remaja pria mengalami pertumbuhan pada organ testis, penis pembuluh mani, dan kelenjar prostat. Matangnya organ-organ ini memungkinkan remaja pria mengalami mimpi basah. Sementara remaja wanita ditandai dengan tumbuhnya rahim, vagina dan ovarium. Ovarium menghasilkan ova (telur) dan mengeluarkan hormon-hormon yang diperlukan untuk kehamilan, dan perkembangan seks sekunder. Matangnya organ-organ seksual memungkinkan wanita remaja untuk mengalami menstruasi.

Fase remaja ini merupakan masa terjadinya banjir hormon, yaitu zat-zat kimia yang sangat kuat, yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar endoktrin dan dibawa keseluruh tubuh oleh aliran darah. Konsentrasi hormon-hormon tertentu meningkat secara dramatis selama masa remaja, seperti hormon testosteron dan estradiol.

Pertumbuhan fisik erat hubungannya dengan kondisi remaja. Kondisi yang baik berdampak baik pada pertumbuhan fisik remaja, demikian pula sebaliknya.

Adapun kondisi-kondisi yang mempengaruhi sebagai berikut :

1. Pengaruh Keluarga

Pengaruh Keluarga meliputi faktor keturunan maupun faktor lingkungan. Karena faktor keturunan seorang anak dapat lebih tinggi atau panjang dari anak lainnya, sehingga ia lebih berat tubuhnya, jika ayah dan ibunya atau kakeknya tinggi dan panjang. Faktor lingkungan akan membantu menentukan tercapai tidaknya perwujudan potensi keturunan yang dibawa dari orang tuanya.

2. Pengaruh Gizi

Anak yang mendapatkan gizi cukup biasanya akan lebih tinggi tubuhnya dan sedikit lebih cepat mencapai taraf dewasa dibadingkan dengan mereka yang tidak mendapatkan gizi cukup.
Lingkungan juga dapat memberikan pengaruh pada remaja sedemikian rupa sehingga menghambat atau mempercepat potensi untuk pertumbuhan dimasa remaja.

3. Gangguan Emosional

Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid adrenal yang berlebihan dan ini akan membawa akibat berkurangnya pembentukan hormon pertumbuhan di kelenjar pituitary. Bila terjadi hal demikian pertumbuhan awal remajanya terhambat dan tidak tercapai berat tubuh yang seharusnya.

4. Jenis Kelamin

Anak laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat dari pada anak perempuan, kecuali pada usia 12 – 15 tahun. Anak perempuan baisanya akan sedikit lebih tinggi dan lebih berat dari pada laki-laki-laki. Hal ini terjadi karena bentuk tulang dan otot pada anak laki-laki berbeda dengan perempuan. Anak perempuan lebih cepat kematangannya dari pada laki-laki.

5. Status Sosial Ekonomi

Anak yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah, cenderung lebih kecil dari pada anak yang bersal dari keluarga dengan tingkat ekonomi tinggi.

6. Kesehatan

Kesehatan amat berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik remaja. Remaja yang berbadan sehat dan jarang sakit, biasanya memiliki tubuh yang lebih tinggi dan berat dibanding yang sering sakit.

7. Pengaruh Bentuk Tubuh

Perubahan psikologis muncul antara lain disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik. Diantara perubahan fisik yang sangat berpengaruh adalah ; pertumbuhan tubuh (badan makin panjang dan tinggi), mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada perempuan dan”mimpi pertama” pada anak laki-laki ), dan tanda-tanda kelamin kedua yang tumbuh.

Baca juga : Bimbingan dan Konseling, Pengertian, Ciri-ciri, Peranan dan Tujuan Bimbingan di Sekolah  

2. Aspek Intelektual (kognitif)


Dalam pandangan Piaget, perkembangan kognitif pada hakekatnya adalah perkembangan kemampuan penalaran logis. Baginya, berpikir dalam proses kognitif tersebut lebih penting daripada sekedar mengerti. Pada masa remaja, peserta didik mulai mengembangkan cara berpikirnya.

Masa remaja sudah mencapai tahap perkembangan berpikir operional formal. Tahap ini ditandai dengan kemampuan berfikir abstrak (seperti memecahkan persamaan aljabar), idealistik (seperti berpikir tentang ciri-ciri ideal dirinya, orang lain dan masyarakat) dan logis (seperti menyusun rencana untuk memecahkan masalah).

Pada masa ini terjadi reorganisasi lingkaran syaraf Lobe Frontal yang berfungsi sebagai kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu kemampuan merumuskan perencanaan dan pengambilan keputusan.

Faktor –faktor yang mempengaruhi intelektual seseorang adalah :

  • Bertambahnya informasi yang disimpan dalam otak seseorang sehingga ia mampu berpikir reflektif.
  • Banyak pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berfikir proporsional.
  • Adanya kebebasan berfikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam penyusunan hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.

3. Aspek Bahasa


Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang ia telah banyak belajar dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk dari kondisi lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat dan khususnya pergaulan teman sebaya, dan lingkungan sekolah. Pola bahasa yang dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga atau bahasa itu.

Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku bahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat luas, anak (remaja) mengkutip proses belajar disekolah. Sebagaimana diketahui, di lembaga pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam cakrawala ilmu pengetahuan semata, tetapi juga secara berencana merekayasa perkembangan sistem budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di dalam masyarakat (teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya. Dari kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok yang bentuknya amat khusus, seperti istilah baceman dikalangan pelajar yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem terutama secara khusus untuk kepentingan khusus pula.

Ragam bahasa remaja memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang lebih pendek seperti ‘permainan diganti dengan mainan, pekerjaan diganti dengan kerjaan.

Kalimat-kalimat yang digunakan kebanyakan berstruktur kalimat tunggal. Bentuk-bentuk elip juga banyak digunakan untuk membuat susunan kalimat menjadi lebih pendek sehingga seringkali dijumpai kalimat-kalimat yang tidak lengkap. Dengan menggunakan struktur yang pendek, pengungkapan makna menjadi lebih cepat yang sering membuat pendengar yang bukan penutur asli bahasa Indonesia mengalami kesulitan untuk memahaminya. Kita bisa mendengar bagaimana bahasa remaja ini dibuat begitu singkat tetapi sangat komunikatif.

Dalam perkembangan masyarakat modern sekarang ini, di kota-kota besar bahkan berkembang pesat bahasa khas remaja yang sering dikenal dengan bahasa gaul. Bahkan karena pesatnya perkembangan bahasa gaul ini dan untuk membantu kalangan diluar remaja memahami bahasa mereka, Debby Sahertian (2000) telah menyusun dan menertibkan sebuah kamus khas remaja yang disebut dengan “Kamus Bahasa Gaul”. Dalam kamus itu tertera sekian ribu bahasa gaul yang menjadi bahasa khas remaja yang jika kita pelajari sangat berbeda dengan bahasa pada umumnya. Kalangan remaja justru sangat akrab dan sangat memahami bahasa gaul serta merasa lebih aman jika berkomunikasi dengan sesama remaja menggunakan bahasa gaul.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa

a) Umur anak

Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambahnya pengalaman, dan meningkatkan kebutuhan. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor fisik ikut mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan organ bicara, kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat. Pada masa remaja perkembangan biologis yang menunjang kemampuan berbahasa telah mencapai tingkat kesempurnaan, dengan dibarengi oleh perkembangan tingkat intelektual, anak akan mampu menunjukkan cara berkomunikasi dengan baik.

b) Kondisi lingkungan

Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil untuk cukup besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa dilingkungan perkotaan akan berbeda dengan dilingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di daerah pantai, pegunungan dan daerah-daerah terpencil menunjukkan perbedaan.

Pada dasarnya bahasa dipelajari dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud termasuk lingkungan pergaulan dalam kelompok, seperti kelompok bermain, kelompok kerja, dan kelompok sosial lainnya.

c) Kecerdasan anak

Untuk meniru bunyi atau suara, gerakan dan mengenal tanda-tanda, memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan intelektual atau tingkat berpikir. Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat, kemampuan menyusun kalimat dengan baik dan memahami atau menangkap maksud suatu pernyataan fisik lain, amat dipengaruhi oleh kerja pikir atau kecerdasan seseorang anak.

d) Status sosial ekonomi keluarga

Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dengan anggota keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga yang berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial rendah. Hal ini akan tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi anak yang hidup di dalam keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain pendidikan keluarga berpengaruh terhadap perkembangan bahasa.

e) Kondisi fisik

Kondisi fisik di sini kesehatan anak. Seseorang yang cacat yang terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi, seperti bisu, tuli, gagap, dan organ suara tidak sempurna akan mengganggu perkembangan alam berbahasa.

Baca juga : Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini dan Issu Perkembangan Manusia  

4. Aspek Emosional


Masa remaja merupakan puncak emosionalitas. Pertumnbuhan organ-organ seksual mempengaruhi emosi atau perasaan-persaan baru yang belum dialami sebelumnya. Dalam budaya Amerika, periode ini dipandang sebagai masa Strom & Stress, frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan terealisasi dan kehidupan sosial budaya orang dewasa. (Pinukas, 1976).

Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa-masa kuliah, bedanya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosi dan pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap emosinya. Beberapa kondisi emosional yang akan dirasakan oleh remaja adalah seperti cinta / kasih sayang, gembira, kemarahan, permusuhan, ketakutan dan kecemasan.

Adapun ciri-ciri emosional remaja yang berusia 12-15 tahun menurut Biehler (1927) adalah sebagai berikut :

  • Cenderung bersikap pemurung, hal ini disebabkan oleh faktor biologis dan hubungan kematangan seksual dan sebagaian lagi karena kebingungannya dalam menghadapi orang dewasa.
  • Berperilaku kasar untuk menutupi kekurangannya dalam hal percaya diri.
  • Sering terjadi ledakan emosi.
  • Tidak toleran terhadap orang lain.
  • Ada perasaan marah dengan gaya orang dewasa / guru yang bersikap serba tahu.

Sedangkan ciri emosional remaja usia 15-18 tahun adalah sebagai berikut :

  • Sering memberontak sebagai ekspresi dari perubahan masa kanak-kanak ke dewasa.
  • Dengan berubahnya kebebasan. Banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tuanya. Mereka mengharapkan perhatian, simpati, dan nasihat dari orang tua.
  • Sering melamun untuk memikirkan masa depannya.

Mendekati berakhirnya masa remaja, berarti telah melewati banyak badai emosional. Ia juga telah belajar dalam seni menyembunyikan perasaan, berarti jika ingin memahami remaja, kita tidak hanya mengamati emosi-emosi yang secara spontan dan terbuka, tetapi perlu berusaha mengerti emosi yang disembunyikan. Seiring bertambahnya umur, pengetahuan dan pengalaman berpengaruh signifikan terhadap perubahan irama emosional remaja.

5. Aspek Sosial


Pada masa ini perkembangan sosial cognition, yaitu kemampuan memahami orang lain. Kemampuan ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya. Masa ini juga ditandai dengan berkembangnya sikap confomity (konformitas), yaitu kecenderungan untuk meniru, mengikuti, opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobby) atau keinginan orang lain. Perkembangan konfomitas ini dapat berdampak positif atau negatif bagi remaja sendiri, tergantung kepada siapa atau kelompok mana dia melakukan konformitasnya.

Terkait dengan hal ini, Luskin Pikunas (1976;257-259) mengemukakan pendapat McCandles dan Evans yang berpendapat bahwa masa remaja akhir ditandai oleh keinginannya untuk tumbuh dan berkembang secara matang agar diterima oleh teman sebaya, orang dewasa dan budaya.


6. Aspek Kepribadian


Masa remaja merupakan saat berkembangnya self-identity (kesadaran akan identitas atau jati dirinya). Remaja dihadapkan kepada berbagai pertanyaan: ”who am i, man ana, siapa saya?” (keberadaan diriya), akan menjadi apa saya? Apa peran saya dan mengapa saya harus beragama?

Apabila remaja berhasil memahami dirinya, peran-perannya dalam kehidupan social, dan memahami makna hidup beragama, maka dia akan menemukan jati dirinya, dalam arti dia akan memiliki kepribadian yang sehat. Sebaliknya apabila gagal, maka dia akan mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion) sehingga cenderung memiliki kepribadian yang tidak sehat.

7. Kesadaran Beragama


Pikunas (1976) mengemukakan pendapat William Kay, yaitu bahwa tugas utama perkembangan remaja adalah memperoleh kematangan sistem moral untuk membimbing perilakunya. Kematangan remaja belumlah sempurna, jika tidak memiliki kode moral yang dapat diterima secara universal. Pendapat ini menunjukkan tentang pentingnya remaja memiliki landasan hidup yang kokoh, yaitu nilai-nilai moral, terutama yang bersumber dari agama. Terkait dengan kehidupan beragama remaja, ternyata mengalamin proses yang cukup panjang untuk mencapai kesadaran beragama yang diharapkan.

Proses kesadaran beragama remaja itu dipaparkan pada uraian berikut:

a. Masa Remaja awal (usia 13-16 tahun)

Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat, yaitu dengan mulai tumbuhnya ciri-ciri keremajaan yang terkait dengan matangnya organ-organ seks, yaitu: ciri primer (menstruasi pada anak wanita dan mimpi pertama pada remaja pria) dan ciri sekunder (tumbuh kumis, jakun, dan bulu-bulu disekitar kemaluan pada remaja pria dan membesarnya buah dada/payudara, membesarnya pinggul dan tumbuhnya bulu-bulu disekitar kemaluan pada remaja wanita).

Kegoncangan dalam keagamaan ini mungkin muncul karena disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal.

1. Faktor internal, terkait dengan 1). matangnya organ-organ seks yang mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun disisi lain dia tahu perbuatan itu dilarang oleh agama. 2). Berkembangnya sikap independen, keinginan untuk hidup bebas, tidak mau terikat dengan norma-norma keluarga, sekolah atau agama.

2. Faktor eksternal, terkait dengan 1). Perkembangan kehidupan sosial budaya dan masyarakat yang tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai agama. 2). Perilaku orang dewasa, orang tua sendiri, para pejabat dan warga masyarakat yang gaya hidupnya kurang mempedulikan agama, bersifat munafik, tidak jujur dan perilaku amoral lainnya.

b. Masa Remaja Akhir (17-21 tahun)

Secara psikologis, pada masa ini emosi remaja sudah mulai stabil dan pemikirannya mulai matang. Dalam kehidupan beragama, remaja sudah melibatkan diri kedalam kegiatan keagamaan. Remaja sudah dapat membedakan agama sebagai ajaran dengan manusia sebagai penganutnya.

Baca juga : Pengertian Bimbingan Konseling dan Peran Guru Dalam Penyelenggaraan Bimbingan Dan Konseling

8. Orientasi Seksual dan Seksualitas


Peserta didik pada usia sekolah menengah berusaha secara total menemukan satu identitas, berupa perwujudan orientasi seksual yang tercermin dari hasrat seksual, emosional, romantisme, dan atraksi kasih sayang kepada anggota jenis kelamin yang sama atau berbeda atau keduanya. Seorang peserta didik yang tertarik pada anggota jenis kelamin lain disebut heteroseksual, sebaliknya seseorang yang tertarik pada anggota jenis kelamin lain disebut homo seksual. Banyak yang menggunakan istialh gay sebagai kata ganti homo seksual untuk laki –laki dan lesbian untuk wanita. Ada juga peserta didik yang menyukai keduanya disebut biseksual.

Remaja adalah masa saat peserta didik ingin mencoba berbagai hal termasuk seksualitas, untuk itu sangat diperlukan pelajaran mengenai seksualitas di sekolah. Masalah seksualitas jangan dianggap sebagai hal yang tabu untuk dipelajari karena itu akan sangat berguna bagi remaja agar orientasi seksual mereka tidak menyimpang.

Peran pendidik seperti orang tua dan guru sangat diperlukan untuk menemani remaja mengatasi masalah ini, pengertian serta bimbingan dari pendidik untuk membantu mengenali mana yang boleh dan yang tidak akan membatu menjaga mereka dalam masa ini.

Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah Menengah

1. Perkembangan fisik pada siswa usia sekolah menengah ditandai dengan adanya perubahan bentuk, berat, dan tinggi badan. Selain hal itu, perkembangan fisik pada usia ini ditandai pula dengan munculnya ciri-ciri kelamin primer dan sekunder. Hormon testoterone dan estrogen juga turut mempengaruhi perkembangan fisik.

2. Perkembangan intelektual siswa SMP ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir formal operasional. Selain itu, kemampuan mengingat dan memproses informasi cukup kuat berkembang pada usia ini.

3. Perkembangan pemikiran sosial dan moralitas nampak pada sikap berkurangnya egosentrisme. Siswa SMP dan SMA juga telah mempunyai pemikiran politik dan keyakinan yang lebih rasional.

4. Terdapat berbagai mazhab atau aliran dalam pendidikan yang membahas faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. Di antaranya adalah aliran nativisme, empirisme, dan konvergensi.

5. Papalia dan Olds (1992:7-8) menyebutkan faktor internal dan eksternal yang telah memberi pengaruh besar terhadap perkembangan anak. Urie Bronfenbrenner menyatakan ada 4 tingkatan pengaruh lingkungan seperti, sistem mikro, meso dan exo yang membentuk pribadi anak. Sedangkan pandangan konvensional menyatakan bahwa ada 3 faktor dominan yang mempengaruhi perkembangan siswa SLTP dan SMU, yaitu pembawaan, lingkungan dan waktu.

Perbedaan Individu dan Kebutuhan Anak Usia Sekolah Menengah

1. Secara garis besar, perbedaan individu dikategorikan menjadi 2, yaitu perbedaan secara fisik, dan psikis. Perbedaan secara psikis meliputi perbedaan dalam tingkat intelektualitas, kepribadian, minat, sikap dan kebiasaan belajar.

2. Dalam pandangan yang lain, perbedaan individual siswa sekolah menengah dibedakan berdasarkan perbedaan dalam kemampuan potensial dan kemampuan nyata. Kemampuan nyata dapat disebut sebagai prestasi belajar.

3. Indikator perilaku intelegen menurut Witherington antara lain:

  • Kemudahan dalam menggunakan bilangan.
  • Efisiensi dalam berbahasa.
  • Kecepatan dalam pengamatan.
  • Kemudahan dalam mengingat.
  • Kemudahan dalam memahami hubungan.
  • Imajinasi.

4. Gage dan Berlinier (1984:165) mempunyai pandangan tentang kepribadian sebagai berikut. Personality is the integration of all of persons traits abilities, motives as well as his or her temperament, attitudes, opinios, beliefs, emotional responses, cognitive styles, characters and morals.

5. Menurut Murray, kebutuhan individu dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu viscerogenic dan psychogenic. Kemudian kebutuhan psychogenic dibagi lagi menjadi 20 kebutuhan.

6. Kebutuhan yang cenderung dominan pada siswa sekolah menengah berdasarkan 20 kebutuhan menurut konsep Murray, adalah seperti ini:
  • Need for affiliation
  • Need for aggression
  • Autonomy needs
  • Conteraction
  • Need for dominance
  • Exhibition
  • Sex.

Posting Komentar untuk "Karakteristik dan Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Sekolah Menengah"