Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bioteknologi Transgenik, Dampak Positif dan Negatif terhadap Kesehatan dan Lingkungan


Dampak bioteknologi pertanian terhadap kesehatan dan lingkungan


Dampak Positif Transgenik


Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber yang lebih sedikit. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan. Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.

Dampak Negatif Transgenik

Adapun dampak negatif dari rekayasa transgenik meliputi beberapa aspek yaitu:

1. Aspek agama

Penggunaan gen yang berasal dari babi untuk memproduksi bahan makanan dengan sendirinya akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemeluk agama Islam. Demikian pula, penggunaan gen dari hewan dalam rangka meningkatkan produksi bahan makanan akan menimbulkan kekhawatiran bagi kaum vegetarian, yang mempunyai keyakinan tidak boleh mengonsumsi produk hewani. Sementara itu, kloning manusia, baik parsial (hanya organ-organ tertentu) maupun seutuhnya, apabila telah berhasil menjadi kenyataan akan mengundang kontroversi, baik dari segi agama maupun nilai-nilai moral kemanusiaan universal. Demikian juga, xenotransplantasi (transplantasi organ hewan ke tubuh manusia) serta kloning stem cell dari embrio manusia untuk kepentingan medis juga dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma agama.

Baca juga : Pakan Unggas Hijauan Segar (Pasture)  

2. Aspek etika dan estetika

Penggunaan bakteri E coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan diekspresikan produknya dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan terasa menjijikkan bagi sebagian masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan tersebut. Hal ini karena E coli merupakan bakteri yang secara alami menghuni kolon manusia sehingga pada umumnya diisolasi dari tinja manusia.

3. Aspek ekonomi

Berbagai komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah memberikan ancaman persaingan serius terhadap komoditas serupa yang dihasilkan secara konvensional. Penggunaan tebu transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajad kemanisan jauh lebih tinggi daripada gula dari tebu atau bit biasa. Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan pabrik-pabrik gula yang menggunakan bahan alami. Begitu juga, produksi minyak goreng canola dari tanaman rapeseeds transgenik dapat berpuluh kali lipat bila dibandingkan dengan produksi dari kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam eksistensi industri minyak goreng konvensional. Di bidang peternakan, enzim yang dihasilkan oleh organisme transgenik dapat memberikan kandungan protein hewani yang lebih tinggi pada pakan ternak sehingga mengancam keberadaan pabrik-pabrik tepung ikan, tepung daging, dan tepung tulang.

4. Aspek kesehatan

Potensi toksisitas bahan pangan

Dengan terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan. Sebagai contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang membahayakan kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat mengintroduksi alergen atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada bahan pangan konvensional. Di antara kedelai transgenik, misalnya, pernah dilaporkan adanya kasus reaksi alergi yang serius. Begitu pula, pernah ditemukan kontaminan toksik dari bakteri transgenik yang digunakan untuk menghasilkan pelengkap makanan (food supplement) triptofan. Kemungkinan timbulnya risiko yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil metabolisme tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang dapat memberikan kontribusi toksin, alergen, dan bahaya genetik lainnya di dalam pangan manusia.

Beberapa organisme transgenik telah ditarik dari peredaran karena terjadinya peningkatan kadar bahan toksik. Kentang Lenape (Amerika Serikat dan Kanada) dan kentang Magnum Bonum (Swedia) diketahui mempunyai kadar glikoalkaloid yang tinggi di dalam umbinya. Demikian pula, tanaman seleri transgenik (Amerika Serikat) yang resisten terhadap serangga ternyata memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen, yang tinggi.


 
Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan

WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru, baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain. Sebagai contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab kencing nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae. Akibatnya, bakteri ini menjadi kebal terhadap antibiotik streptomisin dan spektinomisin. Padahal, selama ini hanya dua macam antibiotik itulah yang dapat mematikan bakteri tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak dapat diobati lagi dengan adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita penderita GO untuk tidak memakai pembalut dari bahan kapas transgenik.

Baca juga : Bahan Pakan Unggas Hijauan Kering, Dry Forages, Rouhages  

5. Aspek lingkungan

Potensi erosi plasma nutfah

Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut. Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang cepat atau lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.

Potensi pergeseran gen

Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di areal pertanamannya.

Potensi pergeseran ekologi

Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.

Potensi terbentuknya barrier species

Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.

Potensi mudah diserang penyakit

Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan lebih disukai oleh serangga.

Sebagai contoh, penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida akan mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain, terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan pestisida yang lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri bagi lingkungan. Contoh lainnya adalah karet transgenik yang diketahui menghasilkan lateks dengan kadar protein tinggi sehingga apabila digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan kondom, dapat diperoleh kualitas yang sangat baik. Namun, di Amerika Serikat pada tahun 1999 dilaporkan ada sekitar 20 juta penderita alergi akibat pemakaian sarung tangan dan kondom dari bahan karet transgenik.

Selain pada manusia, organisme transgenik juga diketahui dapat menimbulkan penyakit pada hewan. A. Putzai di Inggris pada tahun 1998 melaporkan bahwa tikus percobaan yang diberi pakan kentang transgenik memperlihatkan gejala kekerdilan dan imunodepresi. Fenomena yang serupa dijumpai pada ternak unggas di Indonesia, yang diberi pakan jagung pipil dan bungkil kedelai impor. Jagung dan bungkil kedelai tersebut diimpor dari negara-negara yang telah mengembangkan berbagai tanaman transgenik sehingga diduga kuat bahwa kedua tanaman tersebut merupakan tanaman transgenik.

Kekhawatiran terhadap Kesehatan Manusia

Semua jenis tanaman terdiri dari DNA. Ketika Anda mengunyah wortel atau menggigitnya menjadi beberapa potongan kecil, pada dasarnya anda tidak menyadari bahwa anda sedang memakan beberapa gen. Para penentang rekayasa sebenarnya tidak memiliki alasan yang kuat untuk menentang atau melawan teknologi tersebut. Hanya saja mereka khawatir dan takut terhadap efek samping dari gen asing yang membentuk potongan – potongan DNA yang tidak lazim (alami) di temukan di suatu tanaman. Sebuah jurnal penelitian yang dimuat di salah satu jurnal obat- obatana inggris pada tahun 1996 telah menginformasikan paling tidak beberapa kekhawatiran atau ketakutan tersebut. Di dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa kacang kedelai yang mengandung kacang Brazil dapat memicu alergi pada para konsumen kedelai yang sensitive pada kacang brazil. Karena penemuan itulah jenis kacangtransgenik tidak pernah dipasarkan.

Baca juga : Solusi Masalah Minimnya Bahan Pakan Unggas di Pasaran  

Kita dapat melihat kejadian ini dengan dua cara yang berbeda .Para penentang mengatakan bahwa kasus ini kacang kedelai ini telah menunjukkan kegagalan bioteknologi. Mereka memprediksi bahwa banyak hal yang akan terjadi jika protein asing akan memicu reaksi yang berbahaya pada konsumen yang tidak di duga sebelumnya. Sedangkan para pendukung bioteknologi menganggap ini adalah sebuah sejarah kesuksesan karena system yang mereka ciptakan telah berhasil mendeteksi bahaya yang dapat ditimbulkan sebelum produk tersebut dapat dipasarkan kepada masyarakat. Pada saat ini banyak ahli menyetujui bahwa produk makana yang dimodifikasi secara genetik tidak menyebabkan menyebarnya reaksi alergi pada tubuh. Menurut laporan terkini dari Asosiasi Medis Amerika, hanya sedikit protein yang dapat memicu munculnya reaksi alergi. Para ilmuan pun sudah mengenali protein – protein tersebut. Keanehan dari penyebab alergi yang tidak dikenali itu dimana menelusup pada makanan yang telah dimodifikasi secara genetik sangatlah jarang terjadi apalagi di tempat grosir. Pada kenyataannya, suatu saat nanti bioteknologi pasti akan mampu mencegah alergi yang dapat menyebabkan kematian. Para peneliti sekarang sedang bekerja keras untuk menghasilkan kacang dengan sedikit kandungan protein yang dapat mengacaukan atau membrantas reaksi alergi.



Dalam hal ini, alergi bukanlah satu – satunya yang diperbincangkan. Beberapa ilmuan telah berspekulasi bahwa gen resisten anti biotik yang digunakan sebagai tanda pada beberapa tanaman transgenic dapat menyebar melalui penyakit yang disebabkan bakteri pada bakteri pada manusia. Secara teori bakteri tersebut akan semakin kuat dan sulit dibatasi. Untungnya bakteri – bakteri tersebut tidak menyerang gen makanan kita secara regular dan terus – menerus. Menurut sebuah laporan penelitian pada jurnal sains terkini, hanya ada sedikit kesempatan bagi gen resisten antibiotic untuk berpindah dari tanaman ke bakteri. Bahkan sudah banyak bakteri yang sudah berkembang menjadi gen resisten antibiotik.

Jika anda perhatikan mengenai literature anti bioteknologi, anda akan banyak mendapat kecaman – kecaman. Berita utama seperti “ Makanan hantu bisa menyebabkan kanker” muncul dimana – mana. Namun smapai saat ini protes – protes tersebut tidak di dukung oleh sains. Akademi sains akhir –akhir ini melaporkn bahwa hasil panen pangan transgenic pada pasar sangatlah aman untuk dikonsumsi oleh manusia.

Kekhawatiran terhadap Lingkungan

Seperti yang telah kita bahas pada bagian pestisida genetic, telah disebutkan bahwa penelitian kahir – akhir ini telah menyerah atas kekhawatirn tersebut. Hal ini dikarenakan oleh sebuah peristiwa bahwa jagung dari hasil rekayasa bioteknologi telah membunuh sejumlah kupu – kupu monarch. Bagaimanapun juga kekhawatiran terhadap lingkungan itu tidak bisa hilang. Salah satu hal yang pasti bahwa perkembangan genetika pada hasil panen terbukti dapat mengembangbiakkan bibit super. Seperti gen antibiotic resisten, secara teori dapat menyebar dari tanaman ke bakteri, gen untuk pestisida dan herbisida resisten juga berpotensi menyebar ke bibit. Beberapa hasil panen seperti squash, canola, dan bunga matahari adalah benih – benih yang berhubungan dekat dan perkawinan saling pun sering terjadi sehingga gen dari suatu tanaman bercampur dengan gen tanaman lainnya. Bagaimanapun juga saat ini beberapa ahli memprediksikan jenis eksplosi genetic apapun untuk mengembangkan benih. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengukur kemungkinan bahaya yang timbul dan menemukan cara menimbulkan resikonya.

Potensi kerusakan ekologi yang disebabkan oleh perkembangan bioteknologi hasil panen harus dipertimbangkan secara hati – hati atas untung ruginya. Pertama dan yang paling penting adalah bioteknologi harus mampu mengurangi bahan kimia dalam pestisida. Menurut pusat kebijakan makanan dan agrikultur nasional penati yang menanam benih kapas bioteknologi pada sekitar tahun 1998 diberi ganti rugi atas pestisida yang mereka gunakan senilai lebih dari satu juta pounds.

Secara keseluruhan bioteknologi tidak membawa kita kedalam bencana ekoligi. Bahkan Akademi Sains Nasional akhir – khir ini telah melaporkan bahwa perkembangan hasil panen produk bioteknologi mempunyai lebih sedikit gangguan pada lingkungan dibandingkan dengan hasil panen tradisional.

Dalam insektisida dan herbisida aplikasi untuk tanaman. Di negara-negara di mana tanaman biotek telah ditanam, penggunaan pestisida pada tanaman kedelai, jagung, kapas, dan kanola-telah menurun 791.000.000 per tahun (8,8%). Hal ini telah mengakibatkan penurunan 1,2% pada dampak lingkungan terkait.

Hutan pohon yang diubah secara genetik bisa menarik miliaran ton karbon dari atmosfer setiap tahun dan mengurangi pemanasan global, menurut para peneliti di Lawrence Berkeley National Laboratory dan Ridge National Laboratory.

Mereka mengklaim bahwa ada kemungkinan untuk mengubah pohon genetik sehingga mereka akan mengirim lebih banyak karbon ke akar, menjaga keluar dari peredaran selama berabad-abad. Inovasi ini secara substansial dapat meningkatkan jumlah karbon yang vegetasi alami ekstrak dari udara. Perubahan ini akan membutuhkan modifikasi dari iklim regulasi saat ini memproduksi pohon rekayasa genetika di Amerika Negara dan memerlukan perubahan dalam persepsi masyarakat tentang isu seputar penggunaan organisme yang diubah secara genetik. Potensi ada, tapi implantasi tergantung pada penerimaan yang lebih besar dari organisme hasil rekayasa genetika di lingkungan kita.

Baca juga : 3 Problem Bahan Pakan Konvensional untuk Unggas  

Secara keseluruhan, bioteknologi tampaknya tidak akan membawa kita ke jurang bencana ekologis dan benar-benar dapat menawarkan beberapa solusi untuk masalah Lingkungan. Memang, National Academy of Sciences baru-baru ini melaporkan bahwa tanaman bioteknologi ditingkatkan tidak menimbulkan ancaman lingkungan yang lebih besar dibandingkan tanama tradisional .

Posting Komentar untuk "Bioteknologi Transgenik, Dampak Positif dan Negatif terhadap Kesehatan dan Lingkungan"