Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Karakteristik Guru Abad 21 dan Perbedaannya dengan Guru Zaman Dulu


Peran Guru Abad 21 Dalam Pendidikan Karakter Siswa


Abad 21 Merupakan suatu abad yang didasarkan pada kalender Gregory serta dimulai dari tahun 2001 sampai tahun 2100 (Tarihoran, 2019). Pada abad ini tentunya teknologi sudah sangat berkembang pesat dan sangat dasyat. Perkembangan teknologi yang pesat ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan mulai dari ekonomi, politik sosial dan budaya.Kemajuan ini memberikan dampak positif dan negative tapi Kembali lagi semua pastiter gantung dari personnya. Ketika seseorang memanfaatkan kemajuan teknologi ini dengan baik tentunya baik pula yang dia dapatkan. 

Namun, jika seseorang tidak menggunakan dengan baik tentu hasilnya tidak akan baik bahkan bisa berdampak buruk pada pelaku. Oleh karena itu control dari si pengguna kemajuan teknologi sangat penting sekali. Namun kenyataannya saat ini, saat pesatnya teknologi di abad 21 tingkat kejahatan juga ikut sangat meningkat dan terjadi degradasi moral yang sangat tajam, dimana anak-anak,remaja maupun orang dewasa mudah terlena dengan kemajuan teknologi seperti smartphone, internet yang semakin kencang dan akses yang semakin luas yang mengakibatkan mereka sibuk pada dunia maya tanpa peduli sekitarnya. 


Selain itu, pergaulan remaja saat ini sangatlah menghawatirkan karena mereka cenderung mencontoh gaya hidup dan film yang sangat tidak mendidik. Berbagai macam tindak kejahatan seperti meminum minuman keras, memakai narkoba, penganiayaan, penculikan, perampokan, korupsi bahkan sampai pembunuhan.Kebanyakan pelaku dari tindak kejahatan ini adalah para pelajar dan orang memiliki Pendidikan yang tinggi tapi tidak memiliki karakter moral. 

Berdasarkan data yang di dapat dari Badan Pusat Statistik (2022) dari Kepolisian Republik Indonesia pada tahun 2020-2022 jumlah kejadian kejahatan atau tindak kriminalitas di Indonesia cenderung menurun. Jumlah kejadian kejahatan (crime total) pada 2021 sebanyak 294.281 kejadian. Angka ini menurun menjadi sebanyak 269.324 kejadian pada tahun 2020 dan pada tahun 2022 menjadi 247.218 kejadian. Kenyataan ini sungguh sangat miris, di saat semakin pesatnya kemajuan teknologi dan tingginya Pendidikan seseorang yang tidak dibarengi dengan Pendidikan moral dimana orang akan semakin maju dan cerdas tapi tidak dengan sopan santun dan budi pekertinnya.

Menanggapi tingginya angka kejahatan yang dilakukan oleh pelajar maka Kementrian Pendidikan Kebudayaan dan Teknologi terus mendorong oenguatan Pendidikan karakter. Hal tersebut sesuai dengan peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 20Tahun 2018 tentang penguatan Pendidikan karakter pada satuan Pendidikan formal. Dalam implementasinya, penguatan Pendidikan karakter bisa dilakukan dengan berbasis budayasekolah. Budaya sekolah yang harus dilakukan yakni tumbuh dan berkembang sesuai dengan spirit dan nilai-nilai karakter yang di kembangkan di sekolah (Asria, 2022).Pada Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (Harmawati, n.d.).Pendidikan karakter merupakan suatu keniscayaan dalam upaya menghadapi berbagai tantangan pergeseran karakter yang dihadapi saat ini. 

Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan kemampuan seseorang untuk memberikan keputusan baik-buruk,memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehar-hari dengan sepenuh hati (Komara, 2018). Pendidikan karakter ini merupakan tanggung jawab kita bersama; orang tua, masyarakat, negara dan juga guru. Semua mempunyai peran yang penting dalam membentuk karakter anak (Thamrin, 2019). Hal ini juga sesui dengan pendapat (Lailah& Tenri, 2018), Pendidikan karakter berperan penting dalam membangun generasi penerus bangsa yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi sebagai bekal utama untuk mempersiapkan anak menyongsong masa depan. Oleh karena itu, untuk menciptakan peserta didik dengan karakter yang kuat, dibutuhkan strategi pembentukan karakter yang tepat pula.

Di bidang Pendidikan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan siswaadalah guru (Thamrin, 2019). Tidak hanya menentukan keberhasilan, tapi guru juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan karakter siswa. Hal ini sesuai Ketika ingin membangun karakter siswa seorang guru harus menjadi roll model artinya seorang taula dan menularkan sikap positif ke siswanya, juga pada dasarnya seorang guru itu di guguh dan di tiru jadi persoalan pembentukan karakter siswa guru sangat berperan penting. Hal tersebut mendukung fakta bahwa pendidikan tidak hanya membentuk generasi yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, dengan harapan agar nantinya akan lahir penerus generasi bangsa yang tumbuh dan berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsadan agama (Lailah & Tenri, 2018).

Dalam transformasi Pendidikan Abad 21 Seorang guru harus memiliki 4 Kompetensi Dasar yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru (Prihatmojo et al., 2019). Jadi secara tidak langsung peran guru terhadap Pendidikan karakter itu di pengaruhi oleh ke empat kompetensi ini, itulah mengapa Ke-empat kompetensi ini sangatlah penting dimiliki oleh seorang guru karena merupakan hal yang paling dasar sebelum sebelum masuk sebagai tenaga pendidik di suatu sekolah. 

Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh guru dalam membentuk karakter siswanya agar sesuai norma-norma masyarakat dan terapan dari visi misi sekolah. Hal ini dikarenakan pembentukan atau pendidikan karakter yang ideal adalah ketika diintegrasikan ke seluruh aspek kehidupan sekolah terutama dalam kegiatan pembelajaran(Lailah & Tenri, 2018). Hal ini di perkuat oleh pendapat (Hakim et al., 2021), yang mengemukakan bahwa Guru berkewajiban untuk mendidik peserta didik, melatih diri peserta didik, memotivasi anak didik, dan mengarahkan peserta didiknya agar dapat menjadi manusia yang bermoral dan bermartabat.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Lailah & Tenri, 2018),ia memiliki strategi-strategi pembentukan karakter yang sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Heri Gunawan dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Karakter”. 

Adapun cara atau strategi yang diterapkan oleh guru untuk membentuk karakter siswa antara lain kegiatan pembelajaran, pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan lingkungan. Hal ini tentu akan mempengerahi karakter siswa sebab terdapat keterlibatan antara guru dan orang tua serta tentunya dorongan motivasi dari dalam diri anak sendiri. Dalam pengembangan Karakter siswa moral adalah salah satu hal yang harus ditunjukan dan di ajarkan oleh guru kepada siswanya, apalagi di abad ke 21 saat ini penurunan nilai moral sangat merosot. Baik itu orang tau maupun guru memiliki tugas bagaimna mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan yang muncul dari diri anak.(Dr. Otib Satibi Hidayat,2020). Hal ini sesuai dengan (Nur Listiawati, SS, M.Ed., Drs. Widodo, M.Pd., Dra. IdaKintamani Dewi Hermawan, M.Sc., Rahmah Astuti, S.Psi., M.Pd., Dra. Lucia H. Winingsih,

MA, Ph.D., Dra. Siti Dloyana Kusumah, Tri Puspitarini, 2017) penumbuhan karakter tidak dapat dilakukan pada satu sentra/sekolah melaikan harus ada kalaborasi 3 sentra yaitu sekolah,rumah dan masyarakat.Pendidikan karakter sangatlah penting dalam dunia Pendidikan, dimana orang yang memiliki peranan besar dalam pengembangan karakter siswa yaitu guru. Guru memili hak untuk mengatur dan mengarahkan siswa ke arah yang lebih baik, apalagi di abad ke 21 ini berbagai masalah yang muncul seperti kejahatan itu di dasari dari lemahnya karakter yang dimiliki oleh seseorang, itu karena tidak adanya dasar Pendidikan karakter yang diberikan olehguru maupun orang tua dengan tujuan meningkatkan mutu proses dan hasil Pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter peserta didik secara utuh terpadu dan seimbang

Baca juga : Display Adalah

Guru pada saat ini sering menjadi sorotan dari berbagai media massa,berkaitan dengan rendahnya mutu pendidikan, dan keberhasilan suatu sekolah. Ada sebagian masyarakat kita beranggapan keberhasilan suatu pendidikan sangat di tentukan oleh mutu guru itu sendiri. Sementara kita ketahui bersama keberhasilan atau kegagalan pendidikan banyak di pengaruhi oleh beberapa faktor. Kurangnya kesejahteraan guru, juga sangat mempengaruhi keberhasilan suatu pendidikan.

Guru sangat terlibat dengan proses mengajar-belajar. Istilah proses mengajar “ belajar ( PMB) lebih tepat daripada proses belajar mengajar ( PBM), alasanya karena dalam proses yang harus aktip duluan adalah guru lalu di ikuti aktivitas siswa (belajar ) bukan sebaliknya. Barlow seorang pakar psikologi pendidikan (1985) dan Good & Brophy (1990) hubungan timbul balik antar guru dan siswa di sebut teaching “ learning process dan bukan learning-teaching process.

Arti Guru Dahulu Dan Sekarang di Abad 21


Saat ini banyak berita-berita yang melecehkan posisi guru dan guru nyaris tidak mampu membela diri. Seorang politis Amerika Serikat Hugget ( 1985 ) mengutuk guru kurang professional sedang orang tua menuding guru tidak kompeten dan malas. Kalangan bisnis dan industripun memprotes guru karena hasil didikan mereka dianggap tidak bermanpaat. Tuduhan dan protes ini telah memerosotkan harkat dan martabat para guru.

Dahulu seorang guru di hormati seperti seorang priyayi. Waktu itu penghasilan guru memadai bahkan lebih. Secara psikologis, harga diri ( self “ esteem ) dan wibawa mereka juga tinggi, sehingga para orang tua pun berterima kasih bila anak-anaknya di hajar guru kalau berbuat kurang ajar . Posisi guru pada waktu itu sangat tinggi dan terhormat.

Namun sekarang para guru telah berubah drastis. Profesi guru adalah profesi yang kering, dalam arti kerja keras para guru membangun sumber daya manusia hanya sekedar untuk mempertahankan kepulan asap dapur mereka saja. Bahkan harkat dan derajat mereka di mata masyarakat merosot, seolah-olah menjadi warga negara second class ( kelas ke dua) . Kemerosotan ini terkesan hanya karena mereka berpenghasilan jauh di bawah rata-rata dari kalangan profesional lainya.

Wibawa gurupun kian jatuh di mata murid, khususnya murid-murid sekolah menengah, di kota-kota pada umumnya cenderung menghormati guru karena ada sesuatu. Mereka ingin mendapatkan nilai tinggi dan naik kelas dengan peringkat tinggi tanpa kerja keras. Sikap dan perilaku masyarakat demikian memang tidak sepenuhnya tanpa alasan yang bersumber dari guru. Ada sebagian guru yang berpenampilan tidak mendidik. Ada yang memberi hukuman badan (corporal punishment) di luar batas norma kependidikan, dan ada juga guru pria yang melakukan pelecehan seksual terhadap murid-murid perempuanya.

Saat ini yang sedang terjadi adalah kerendahan tingkat kompetensi professionalisme guru. Penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran masih berada di bawah standar (Syah 1988). Ada dua hasil penelitian resmi yang menunjukan kekurang mampuan guru, khususnya guru sekolah dasar, hasil penelitian Badan Litbang Depdikbud RI menyimpulkan bahwa kemampuan membaca siswa kelas VI SD di Indonesia masih rendah. Bahwa 76,95% siswa kelas VI SD tidak dapat menggunakan kamus.Yang mampu menggunakan kamus hanya 5 % secara sistematis dan benar.

Bukti lainnya adalah sebagian guru kita juga ditunjukan oleh hasil penelitian psikologi yang melibatkan responden sebanyak 1975 siswa SD negri dan swasta di Jakarta. Kesimpulanya bahwa guru di sekolah “ sekolah dasar tersebut tidak bisa mengindentifikasi siswa berbakat. (Anonim). Kenyataan seperti ini cepat atau lambat akan menjatuhkan prestise (wibawa prestasi). Kemerosotan prestise professional sering diikuti kemerosotan prestise sosial dan prestise material (Mutropin,1993), artinya para guru kita kini kurang di hargai oleh masyarakat disamping kehidupan materinya yang serba kurang. Akibatnya, tak mengherankan apabila diantara guru yang mengalami kelainan psikis keguruan yang di kenal sebagai teacher burnout berupa stress dan frustasi yang di tandai dengan banyak murung dan gampang marah (Barlow,1985),Tardif,1989). Boleh jadi, karena guru bornout (pemadaman guru) inilah maka sebagian oknum guru kita yang tak kuat iman, berbuat di luar batas norma edukatif dan norma susila seperti diatas.
 
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Tata Cara Pembelajaran di zaman dulu dan sekarang jelas berbeda bisa dilihat dari cara guru mengajar di zaman dulu yang keras hingga sekarang yang ramah. Selain itu juga bisa dilihat jika dulu gurulah yang menjadi pusat informasi dan siswa yang menerimanya, jauh dari zaman sekarang dimana guru hanya menjadi fasilitator untuk membantu siswanya dalam proses belajar dan siswa mulai di ajarkan untuk mencari informasi secara individual. Diantara berbagai faktor-faktor dalam mendukung pembelajaran, media dalam proses belajar sudah pasti telah menjadi faktor yang sangat penting. Hal ini terjadi jelas karena kemajuan zaman yang serba teknologi ini menyebabkan segala informasi menjadi lebih mudah tuk didapatkan.

Guru diartikan sebagai orang yang pekerjaanya mengajar. McLeod, (1989) berasumsi guru adalah seseorang yang pekerjaanya mengajar orang lain. Kata mengajar dapat kita tafsirkan misalnya :

1. Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kognitif).

2. Melatih ketrampilan jasmani kepada orang lain (psikomotorik)

3. Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (afektip)

Jadi pengertian guru adalah tenaga pendidik yang pekerjaanya utamanya mengajar (UUSPN tahun 1989 Bab VII pasal 27 ayat 3). Dalam perspektif psikologi pendidikan, mengajar pada prinsipnya berarti proses perbuatan seseorang (guru) yang membuat orang lain (siswa) belajar, dalam arti mengubah seluruh dimensi perilakunya.

Baca juga : Kooptasi Adalah

Jadi pada hakekatnya mengajar itu sama dengan mendidik. Karena itu tidaklah heran bila sehari-harinya sebagai pengajar lazim juga disebut pendidik.

Guru menurut pasal 35 PP 38/1992 diperkenankan bekerja di luar tugasnya untuk memperoleh penghasilan tambahan sepanjang tidak mengganggu tugas utamanya. Kebolehan mengerjakan tugas lainya memberi kesan berkurangnya derajat profesional keguruan, para guru walaupun tidak mengganggu tugas utama mereka sebagai pengajar, apalagi jika mengingat tidak tegasnya batasan tidak mengganggu tugas utama.

Hal lain adalah sarjana non keguruan boleh menjadi guru asal mempunyai Akta mengajar. Akta ini dikeluarkan oleh LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) dan program akta pada fakultas tarbiyah untuk menjadi guru agama. Jadi seorang sarjana tehnik bisa menjadi guru. Konotasinya, semua sarjana non kependidikan boleh mengajar.

Tidak ada keharusan memiliki pengalaman pendidikan dan ijazah sarjana keguruan misalnya dari IKIP dan fakultas tarbiyah. Kita memang tak perlu berburuk sangka. Namun yang perlu diwaspadai adalah kekurang mampuan mereka mengelola PBM, mengingat di perlukan waktu 5 tahun untk memperoleh SI untuk belajar dan berlatih mengelola PBM.

Selain itu kenyataan di lapangan menunjukan bahwa out put LPTK seperti yang diakui oleh Mendikbud RI, belum memuaskan, terbukti dengan tidak sesuainya guru bidang studi dan rendahnya kualitas PBM, juga masih rendahnya kualitas dosen pengelola LPTK itu sendiri.

Idealnya seorang yang memiliki bakat untuk menjadi guru terlebih dahulu menempuh pendidikan formal keguruan selama kurun waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan institusi kependidikan yang akan menjadi tempat kerjanya. Selain itu ragam mata kuliah yang dipelajari juga harus lebih spesifik dan berorientasi pada kompetensi dan profesionalisme keguruan yang memadai.

Guru Indonesia masa depan adalah guru yang dapat menguasai internet. Relevan dengan Moore’s Law yang diciptakan oleh Gordon E Moore bahwa ke depan setiap orang hendaknya akrab dengan “peralatan mikro” (baca: internet) supaya mampu mengikuti perkembangan informasi.

Guru Indonesia masa depan harus mampu menguasai internet serta siap mengaplikasikannya baik dalam pembelajaran maupun kehidupan sehari-hari. Nantinya pasti akan terasa lucu kalau ada guru yang tidak mengenal komputer dan internet. Kalau guru kita tidak mengenal internet, nanti akan makin tertinggal oleh guru-guru di negara maju. Bahkan, dengan guru-guru Malaysia yang dulu pernah berguru di Indonesia pun, guru-guru kita akan makin tertinggal.

Penguasaan internet para guru secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan nasional. Dengan menguasai internet, maka pengetahuan, ilmu, dan teknologi yang ditransfer kepada siswa akan lebih menarik, lebih cepat, dan lebih aktual.

Memang harus disadari bahwa internet bukanlah segala-galanya. Guru Indonesia masa depan memang harus menguasai internet, tetapi di sisi yang lain harus tetap memahami kultur, sikap, dan nilai keindonesiaan. Hal ini pun merupakan hal yang tidak bisa ditawar pula. Jadi, guru Indonesia masa depan adalah guru yang tetap memahami kultur, sikap, dan nilai keindonesiaan di satu sisi dan menguasai teknologi informasi di sisi lain.

Sekarang, Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.  


Karakteristik Guru Abad 21 dan Perbedaan dengan Guru Zaman Dulu


1. Cara Mengajar

Cara mengajar yang diterapkan oleh guru zaman dulu umumnya adalah dengan menggunakan penjelasan yang bertele-tele, yang sepertinya setiap kata yang ada di buku itu dibaca. Dengan metode ini, pengetahuan yang diterima siswa hanya bersumber dari sang guru saja. Sedangkan guru zaman sekarang lebih sering hanya menjelaskan secara singkat materinya, lalu mempersilahkan para siswa untuk bertanya apabila ada kesulitan. Dengan cara ini, siswa jadi terpacu untuk mengembangkan pengetahuannya di luar sekolah. Misalnya dengan browsing di Internet, mengikuti kursus, dan lain sebagainya. Pengetahuan yang didapat pun akan semakin banyak

2. Cara Menasihati Siswa

Cara menasihati siswa yang dilakukan oleh guru-guru zaman dulu adalah dengan kalimat- kalimat yang biasanya kasar. Seperti menyinggung kondisi ekonomi keluarganya, penampilannya, dan lain sebagainya. Hal ini akan membuat para siswa saat itu menjadi berfikir keras agar tidak akan diledek oleh guru-guru mereka. Perlakuan berbeda dilakukan guru zaman sekarang. Mereka biasanya menasihati para murid hanya dengan nasihat-nasihat yang halus dan tidak sampai menyinggung perasaan murid tersebut. Cara ini kurang efektif karena murid kadang-kadang hanya mendengarkan di telinga kanan dan keluar di telinga kiri.

3. Cara Berinteraksi Diluar Kelas

Guru-guru zaman dulu dengan gaya mengajarnya kaku, diluar kelas apabila disapa oleh murid nya, mereka hanya tersenyum lalu berlalu begitu saja. Karena dalam diri mereka, ada suatu doktrin yang menjelaskan bahwa ada garis pemisah antara guru dan murid. Jadi, sang murid harus sangat menghormati gurunya. Sedangkan guru zaman sekarang lebih luwes dalam berinteraksi diluar kelas. Misalkan saja ada murid-muridnya yang menyapa, mereka akan tersenyum lepas dan kadang-kadang justru bercanda dengan murid-muridnya itu. Seakan akan tidak ada garis batas antara murid dan guru. Guru pun bisa dijadikan tempat untuk mencurahkan segala isi hati kita (curhat) tentang sekolah maupun kehidupan sehari-hari kita.

4. Penggunaan Teknologi

Ketika zaman dulu, yang mana saat itu teknologi belum secanggih sekarang ini, seorang guru apabila ingin menjelaskan materinya, hanya dengan menggunakan kapur dan papan tulis kayu saja. Atau bila dengan alat bantu, paling jauh hanya menggunakan peta untuk pelajaran geografi. Hal yang sangat berbeda dilakukan oleh guru zaman sekarang. Guru sekarang lebih senang menuliskan materi ajarnya di sebuah file presentasi yang nanti hasilnya bisa ditampilkan di layar menggunakan LCD proyektor. Disamping lebih praktis, cara ini bisa membantu para siswa untuk mengetahui lebih detail suatu gambar/objek/benda.

Baca juga : Contoh Penulisan Daftar Pustaka yang Benar  

5. Pemberian Nilai

Pemberian nilai yang dilakukan oleh guru zaman dulu adalah selain nilai asli, ada nilai yang diambil secara subyektif oleh guru tersebut. Hal-hal yang dinilai antara lain adalah kesopanan, etika, dan keantusiasan siswa tersebut dalam mendalami materi yang diajarkan guru tersebut. Sehingga dengan cara itu, nilai siswa benar-benar asli sesuai dengan kenyataan yang ada pada siswa tersebut. Berbeda dengan guru zaman sekarang. Kebanyakan guru zaman sekarang hanya mengisi kolom nilai seorang murid hanya dari hasil rata-rata ulangan ditambah tugas, dan keaktifannya dalam bertanya ataupun menjawab. Sehingga tidak jarang nilai yang muncul di rapor tidak mencerminkan kemampuan sebenarnya dari murid tersebut.

Posting Komentar untuk "Karakteristik Guru Abad 21 dan Perbedaannya dengan Guru Zaman Dulu"