Pengertian Asuransi dan Pendapat Ulama Mengenai Hukum Halal dan Haram Asuransi
Pengertian Asuransi
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Echols dan Shadilly memaknai kata insurance dengan (a) asuransi, dan (b) jaminan. Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan).
Mengenai definisi asuransi secara baku dapat dilacak dari peraturan (perundang-undangan) dan beberapa buku yang berkaitan dengan asuransi. Muhammad Muslehuddin dalam bukunya Insurance and Islamic Law mengadopsi pengertian asuransi dari Encyclopaedia Britanica sebagai suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang dapat tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok.
Baca juga : Perbedaan Unsur Premi pada Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
Lebih jauh Muslehuddin menjelaskan pengertian asuransi dalam sudut pandang yang berbeda, serta mengalami kesimpangsiuran. Ada yang mendefinisikan asuransi sebagai perangkat untuk menghadapi kerugian, dan ada yang mengatakannya sebagai persiapan menghadapi risiko. Dilihat dari signifikansi kerugian, Adam Smith berpendapat bahwa dengan menyebarkan beban kerugian kepada orang banyak, asuransi membuat kerugian menjadi ringan dan mudah bagi seluruh masyarakat.
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi adalah “transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.”
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan bahwa yang dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah “suatu perjanjian (timbal balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker vooral).”
Sedangkan pengertian asuransi syariah atau yang lebih dikenal dengan ta’min, takaful, atau tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ untuk memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Dari definisi asuransi syariah di atas jelas bahwa pertama, asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional. Pada asuransi syariah, setiap peserta sejak awal bermaksud saling menolong dan melindungi satu dengan yang lain dengan menyisihkan dananya sebagai iuran kebajikan yang disebut tabarru’. Jadi sistem ini tidak menggunakan pengalihan resiko (risk tranfer) di mana tertanggung harus membayar premi, tetapi lebih merupakan pembagian resiko (risk sharing) di mana para peserta saling menanggung. Kedua, akad yang digunakan dalam asuransi syariah harus selaras dengan hukum islam (syariah), artinya akad yang dilakukan harus terhindar dari riba, gharar (ketidak jelasan dana), dan maysir (gambling), di samping itu investasi dana harus pada obyek yang halal dan baik. Asuransi menurut UU RI No.2 th. 1992 tentang usaha perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi yaitu perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seeseorang yang dipertanggungkan.
Lebih jauh Muslehuddin menjelaskan pengertian asuransi dalam sudut pandang yang berbeda, serta mengalami kesimpangsiuran. Ada yang mendefinisikan asuransi sebagai perangkat untuk menghadapi kerugian, dan ada yang mengatakannya sebagai persiapan menghadapi risiko. Dilihat dari signifikansi kerugian, Adam Smith berpendapat bahwa dengan menyebarkan beban kerugian kepada orang banyak, asuransi membuat kerugian menjadi ringan dan mudah bagi seluruh masyarakat.
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi adalah “transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.”
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan bahwa yang dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah “suatu perjanjian (timbal balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker vooral).”
Sedangkan pengertian asuransi syariah atau yang lebih dikenal dengan ta’min, takaful, atau tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ untuk memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Dari definisi asuransi syariah di atas jelas bahwa pertama, asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional. Pada asuransi syariah, setiap peserta sejak awal bermaksud saling menolong dan melindungi satu dengan yang lain dengan menyisihkan dananya sebagai iuran kebajikan yang disebut tabarru’. Jadi sistem ini tidak menggunakan pengalihan resiko (risk tranfer) di mana tertanggung harus membayar premi, tetapi lebih merupakan pembagian resiko (risk sharing) di mana para peserta saling menanggung. Kedua, akad yang digunakan dalam asuransi syariah harus selaras dengan hukum islam (syariah), artinya akad yang dilakukan harus terhindar dari riba, gharar (ketidak jelasan dana), dan maysir (gambling), di samping itu investasi dana harus pada obyek yang halal dan baik. Asuransi menurut UU RI No.2 th. 1992 tentang usaha perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi yaitu perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seeseorang yang dipertanggungkan.
Baca juga : Sumber Pembayaran Klaim Asuransi Syariah dan Konvensional, Kontribusi Dana dan Pengelolaan
Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa Dewan Syariah Nasional No.21/DSN-MUI/X/2001. adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Pada ulasan asuransi, pada awalnya para ulama berbeda pendapat dalam menentukan keabsahan praktek hukum asuransi, disanalah menjadi controversial, dan terhadap masalah ini dapat dipilah menjadi dua kelompok, adanya ulama yang mengharamkan asuransi, dan ada juga yang memperbolehkan asuransi.berikut alasan / argumentasinya :
Alasan ulama yang mengharamkan praktek asuransi, adalah :
Argumentasi ulama dalam memperbolehkan asuransi, adalah :
Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa Dewan Syariah Nasional No.21/DSN-MUI/X/2001. adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Pada ulasan asuransi, pada awalnya para ulama berbeda pendapat dalam menentukan keabsahan praktek hukum asuransi, disanalah menjadi controversial, dan terhadap masalah ini dapat dipilah menjadi dua kelompok, adanya ulama yang mengharamkan asuransi, dan ada juga yang memperbolehkan asuransi.berikut alasan / argumentasinya :
Alasan ulama yang mengharamkan praktek asuransi, adalah :
- Asuransi mengandung unsur perjudian yang sangat dilarang di islam
- Asuransi mengandung unsur ketidakpastian
- Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam
- Asuransi termasuk jual-beli atau tukar-menukar mata uang tidak secara tunai
- Asuaransi obyek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya seseorang, yang berarti mendahului takdir Allah SWT
- Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan
Argumentasi ulama dalam memperbolehkan asuransi, adalah :
- Tidak terdapat nash Al-Qur’an atau Hadist yang melarang asuransi
- Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak
- Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
- Asuransi mengandung unsur kepentingan umum, sebab premi-premi yang dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan
- Asuransi termasuk akad mudharobah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi
- Asuransi termasuk syirikah at-ta’awuniyah, usaha bersama yang didasarkan pada prinsip tolong-menolong
Posting Komentar untuk "Pengertian Asuransi dan Pendapat Ulama Mengenai Hukum Halal dan Haram Asuransi"