Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

3 Macam Urgensi Berasuransi dan Prinsip Pengelolaan Asuransi Syariah


Urgensi Berasuransi


Dengan Berasuransi :

1. Ada dana cadangan darurat untuk masa depan yang tidak pasti

a. Dana pendidikan hingga perguruan tinggi

b. Biaya berobat/kelangsungan hidup ahli waris

c. Biaya perbaikan kendaraan karena kecelakaan

d. Biaya membeli mobil/motor baru karena hilang dicuri

e. Tabungan + investasi (unit link)

2. Memenuhi syarat dapat pembiayaan/kredit dari bank/leasing company

3. Memenuhi syarat dapat visa kunjungan ke Uni Eropa/USA/Jepang

Baca juga : Perbedaan Asuransi Jiwa dan Kerugian Syariah di Perusahaan Asuransi

Prinsip- prinsip pengelolaan asuransi syariah


Dalam sejarah, islam senantiasa memberikan jaminan kepada umatnya dan orang- orang yang bernaung dibawah naungan kekuasaannya. Jaminan itu bisa melalui solidaritas sosial diantara umat islam, dan bisa pula lewat pemerintah dan baitul maal. Baitul maal merupakan lembaga asuransi umum bagi setiap orang yang bernaung dibawah pemerintahan islam.

Prinsip- prinsip asuransi merupakan dasar pijakan setiap ada masalah yang timbul dalam kontrak asuransi. Pada suransi konvensional, terdapat 5 prinsip asuransi yang disebut pula dengan doktrin asuransi.

a. Kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable risk)

Kepentingan yang dapat diasuransikan adalah hubungan kepentingan antara peserta/ tertanggung dengan objek pertanggungan/ pihak yang dipertanggungkan. Peserta/ tertanggung dianggap mempunyai kepentingan insurable jika mereka mengalami kerugian bila objek/ pihak yang dipertanggungkan mengalami musibah. Contoh :
  • CV Sukaduit mengasuransikan tokonya
  • David Beckham mengasuransikan kakinya
  • CV Sukaduit tidak dapat mengasuransikan kaki beckham

Kepentingan dapat timbul karena :

  • Hubungan keluarga : suami dengan istri, anak, orang tua (ahli waris sesuai dengan hukum faraidl).
  • Hubungan bisnis : perusahaan dengan karyawan, kreditur dengan debitur.
  • Kepemilikan : pemilik kendaraan dengan kendaraannya.
  • Kuasa orang lain : bengkel dengan kendaraan yang diperbaikinya.
  • Karena UU : tanggung jawab hotel terhadap tamunya.

Jika ternyata tertanggung tidak mempunyai kepentingan, maka ia tiak berhak memperoleh santunan (ganti rugi).

b. I’tikad baik (Utmost Good Faith)

Para pihak yang melakukan kontrak asuransi baik penanggung maupun tertanggung harus beri’tikad baik yang diwujudkan dengan kejujuran dan mengemukakan keterbukaan. Dimana penanggung harus memberikan semua informasi mengenai pertanggungan dan tertanggung memberikan inforrmasi mengenai objek pertanggungan baik diminta maupun tidak. Informasi dari tertanggung termasuk informasi yang mempengaruhi opini penanggung apakah akan menerima ataupun menolak objek pertanggungan. Sedangkan informasi dari penanggung terutama isi dan kondisi polis yang mungkin mempengaruhi apaka tertanggung jadi akan mengasuransikan objeknya atau tiak. Jika prinsip utmost good faith dilanggar terutama oleh tertanggung, maka akan mengakibatkan pertanggungan menjadi batal. Contoh :

Tukang ojek mengaku sebagai seorang pelajar, agar bisa membayar premi yang lebih murah ketika membeli asuransi kecelakaan diri. Jika terjadi kecelakaan, klaim ditolak oleh asuransi karena tukang ojek tadi melanggar prinsip Utmost good faith




c. Penggantian kerugian (indemnity)

Prinsip ini merupakan mekanisme ganti rugi/ santunan bila terjai musibah yang dijamin, yaitu penanggung akan mengembalikan posisi keuangan tertanggung dalam keadaan semula seperti saat sebelum terjadi peristiwa musibah. Dengan prinsip ini tertanggung tidak dimungkinkan mendapat keuntungan dari penanggung. Untuk keperluan ini, maka sangan disarankan harga pertanggungan yang dipakai berdasarkan harga pasar. Hal ini guna menghindari terjadinya asuransi dibawah harga (under insurance) ataupun asuransi diatas harga (over insurance). Penggantian kerugian dapat dilakukan dengan pembayaran tunai, penggantian, perbaikan, atau pembangunan kembali. Contoh :

Sebuah rumah diasuransikan terhadap risiko kebakaran senilai Rp 100 juta. Jika rumah terbakar sehingga tertanggung mengalami kerugian Rp 20 juta, maka tertanggung berhak mendapat ganti rugi Rp 20 juta saja, bukan Rp 100 juta

d. Sebab aktif (proximate cause)

Proximate cause adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai tanpa intervensi suatu kekuatan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independen. Sebagai contoh kasus klaim kecelakaan diri : seseorang mengendarai mobilnya dijalan tol dengan kecepatan tinggi sehinga mobil tidak terkendali dan terbalik. Korban luka parah dan dibawa ke rumah sakit. Tidak lama kemudian korban meninggal dunia. Dari peristiwa tersebut proximate cause nya adalah korban mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga mobil mengalami kecelakaan. Melalui penyebab ini diketahui apakah kecelakaan tersebut dijamin dalam polis asuransi atau tidak.

e. Subrogasi-pengalihan hak

Suatu kontrak asuransi dianggap sah apabila ada unsur- unsur insurable interest terhadap barang yang diasuransikan. Pihak tertanggung dan penanggung dalam melakukan kontrak masing- masing memiliki i’tikad baik yang tercermin dalam prinsip utmost good faith.

Pada prinsipnya kelima prinsip asuransi konvensional diatas bisa diterima dan diberlakukan juga pada asuransi syariah. Namun, dalam asuransi syariah diperkaya dengan prinsip- prinsip tambahan, yaitu :

1) Prinsip ikhtiar dan berserah diri : Allah adalah pemilik mutlaq atas segala sesuatu, karena itu menjaid kekuasaannya pula untuk memberikan atau mengambil segala yang Dia kehendaki. Manusia memiliki kewajiban untuk berusaha (ikhtiar) semaksimal kemampuannya dan pada saat yang sama diwajibkan berserah diri (tawakkal) hanya kepada Allah.

2) Prinsip saling membantu dan bekerja sama : asuransi syariah mengubah kontrak dimana seluruh peserta adalah pihak yang menanggung resiko bersama bukan perusahaan. Dalam hal ini prinsip the law of large numbers berlaku, yaitu kelompok yang banyak membantu kerugian pihak yang sedikit konsep kehidupan berjamaah dan berukhuwah dalam konteks yang lebih luas.

3) Prinsip saling melindungi dari berbagai macam kesusahan dan kesulitan dan tidak membiarkan uang menganngur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum. Pengelola atau operator, yaitu perusahaan bukanlah pemilik dana tetapi hanya diamankan untuk pengelolanya. Pengelola tidak boleh menggunakan dana- dana tersebut jika tidak ada kuasa dari peserta.

4) Akad yang digunakan adalah akad yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (judi), riba, zulf (penganiayaan), riswah (suap), barang haram dan maksiat sehingga pihak- pihak yang terikat akan saling bertanggung jawab.

Akad tersebut harus memenuhi ketentuan :

a. Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan.

b. Cara dan waktu pembayaran premi

c. Jenis akad apakah akad tijarah atau akad tabarru’ serta syarat- syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.

Contoh :
  • Mobil Pak Budi diasuransikan ke PT. Bayar.
  • Mobil Pak Budi ditabrak mobil Pak Tubruk, dan biaya perbaikan Rp 10 juta.
  • PT. Bayar menanggung biaya perbaikan mobil Pak Budi sebesar Rp 10 juta, lalu PT. Bayar menuntut ganti rugi sebesar Rp 10 Juta kepada Pak Tubruk

5) Investasi atas dana yang terkumpul dari klien yang dikelola oleh perusahaan asuransi syariah harus dilakukan sesuai ketentuan syariah. 

Posting Komentar untuk "3 Macam Urgensi Berasuransi dan Prinsip Pengelolaan Asuransi Syariah"