Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kebijakan Moneter Pada Masa Nabi, Sahabat atau Khulafaurasyidin dan Abad Pertengahan


Kebijakan Moneter Pada Masa Nabi, Sahabat atau Khulafaurasyidin dan Abad Pertengahan


1. Masa Rasulullah SAW


Perekonomian jazirah Arabia ketika jaman Rasulullah merupakan ekonomi dagang, bukan ekonomi yang berbasis sumber daya alam. Minyak bumi belum dittemukan dan sumber daya lainnya masih terbatas. Lalu lintas perdagangan amtara Romawi dan India yang melalui Arab dikenal sebagai jalur dagang selatan. Sedangkan antara Romawi dan Persia disebut sebagai jalur dagang utara. Antara Syam dan Yaman disebut sebagai jalur dagang utara selatan.

Baca juga : Netflix Jadi Aplikasi Streaming Terpopuler di Android   

Perekonomian Arab di jaman Rasulullah SAW, bukanlah ekonomi terbelakang yang mengenai barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Pada masa itu telah terjadi:

a. Valuta asing dari persia dan Romawi yang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab, bahkan menjadi alat bayar resminya adalah Dinar dan Dirham.

b. Sistem devisa bebas ditetapkan, tidak ada halangan sedikitpun untuk mengimpor dinar atau dirham.

c. Transaksi tidak tunai diterima luas dikalangan pedagang.

d. Cek dan promissory note lazim digunakan, misalnya Umar bin Khattab r.a. menggunakan instrumen ini ketika melakuan impor barang-barang yang baru dari Mesir ke Madinah.

e. Instrumen factory (anjak piutang) yang baru populer pada tahun 1980-an telah dikenal dengan nama al-hiwalah, tetapi tentunya bebas dari unsur bunga

Pada masa itu, bila penerimaan akan uang meningkat, maka dinar dan dirham diimpor. Sebaliknya, bila permintaan uang turun, barang impor nilai emas dan perak yang terkandung dalam dinar dan dirham sama dengan nilai nominalnya. Sehingga dapat dikatakan penawaran uang elastis. Kelebihan penawaran uang dapat diubah menjadi perhiasan emas atau perak. Tidak terjadi kelebihan atau permintaan akan uang, sehingga nilai uang stabil.

Permintaan uang hanya untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga. Permintaan uang yang riil dilarang. Penimbunan mata uang dilarang-larang sebagaimana penimbunana barang juga dilarang. Trasaksi talaqqi rukban dilarang, yaitu mencegat penjual dari kampung di luar kota untuk mendapat keuntungan dari ketidaktahuan harga. Hal demikian merupakan tindakan distorsi harga. Distorsi harga merupakan cikal bakal spekulasi. Transaksi kali bi kali dilarang, yaitu bukan transaksi dan bukan pula transaksi tunai. Keistimewaan dalam Islam dalam hal transaksi adalah bahwa transaksi tunai boleh, transaksi tidak tunai boleh namun melarang transaksi future tanpa ada barangnya. Transaksi maya merupakan salah satu unsur riba. Sagala bentuk riba dilarang. Dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus stabilitas, Islam tidak menggunakan instrumen bunga atau penawaran uang baru melalui percetakan defisit anggaran. Di dalam Islam, yang dilakukan adalah mempecepat perputaran uang dan pembangunan infrastruktur sektor riil. Faktor pendorong percepatan perputaran uang adalah disebabkan oleh kelebhan likuiditas. Uang tidak boleh ditimbul dan dipinjamkan dengan bunga. Sedangkan faktor penarikan uang adalah dianjurkan dengan jalan Qardh (pinjaman kebajikan), sedekah dan kerja sama bisnis berbentuk syirkah atau mudharabah. Keuntungan utama dari kerja sama bisnis adalah pelaku dan penandang dana bersama-sama mendapat pengalaman, informasi, metode supervisi, manajemen dan pengetahuan akan risiko suatu bisnis. Akujmulasi dari informasi ini akan menurunkan tingkat resiko investasi.

Jelaslah kebijakan moneter Rasulullah SAW selalu terkait dengan sektor riil perekonomian. Hasilnya adalah pertumbuhan sekaligus stabilitas.

2. Masa sahabat atau Khulafaur Rasyidin


a. Abu Bakar Ash-Shiddiq

Dalam masalah perekonomian Abu Bakar tidak banyak melakukan perubahan, Ia meneruskan sistem perekonomian yang telah di bangun Nabi Muhammad seperti membangun kembali Baitul Maal, melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan serta mengambil alih tanah orang murtad demi kepentingan umat Islam.

Baca juga : Belajar Mengajar Semakin Mudah dengan Google Classroom  

Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq melaksanakan kebijakan moneternya sebagai berikut:

  • Perkembangan pembangunan baitul maal dan penanggungjawaban baitul maal.
  • Menerapkan konsep balance budget policy pada baitul maal atau prinsip kesamarataan yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat dan tidak membeda-bedakan antara sahabat, budak dan orang merdeka, bahkan antara pria dan wanita. Dengan begitu harta di Baitul Maal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu lamakarena langsung didistribusikan kepada kaum muslimin.

b. Umar bin Khattab

Kebijakan moneter Umar diantaranya seperti gagasan spektakulernya tentang pembuatan uang dari kulit unta agar lebih efisien. Stabilitas nilai tukar emas dan perak terhadap mata uang dinar dan dirham. Penetapan nilai dirham, instrumen moneter, contoh harga barang dipasar dan lain sebagainya.

Mengenai pencetakan uang dalam Islam menjadi perbedaan pendapat. Namun riwayat yang terbanyak dan masyhur menjelaskan bahwa Malik bin Marwan-lah yang pertama mencetak dirham dan dinar dalam Islam.

Sedangkan dalam riwayat lain menyebutkan Umar yang pertama kali mencetak dirham pada masanya. Tentang hal ini Al-Maqrizi mengatakan “ketika Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah dia menetapkan ung dalam kondisinya semula dan tidak terjadi perubahan satupun pada masanya hingga tahun 18 H. Dalam tahun ke-6 kekhalifahannya ai mencetak dirham ala ukiran kisra dan dengan bentuk yang serupa. Hanya saja ia menambahkan kata alhamdulillah dan dalam bagian yang lain dengan kata rasulullah dan pada bagian lain lagi dengan kata lailahaillallah, sedangkan gambarnya adalah gambar kisra bukan gambarnya Umar.

Namun dalam riwayat Al-Bukhari diriwayatkan, ketika Umar melihat perbedaan antara dirham bighali dengan nilai delapan daniq, dan ada dirham thabary senilai empat daniq, dirham yamani dengan nilai sau daniq. Ketika ia melihat kerancuan itu, kemudian ia menggabungkan dirham Islam yang nilainya enam daniq. Dan masih banyak riwayat yang lain menerangkan bahwa Umar telah mencetak.


Dapat disimpulkan kebijakan moneter Umar bin Khattab yaitu:

  • Reorganisasi baitul maal, dengan mendirikan Diwan Islam yang pertama yang disebut dengan al-Divan (sebuah kantor yang ditujukan untuk membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiunan dan tunjangan-tunjangan lainnya).
  • Adanya gagasan spektakulernya tentang pembuatan uang dari kulit unta agar lebih efisien.
  • Stabilitas nilai tukar emas dan perak terhadap mata uang dinar dan dirham.
  • Penetapan nilai dirham, instrumen moneter, kontrol harga barang dipasar dan lain sebagainya.

c. Usman bin Affan

Pada masa pemerintahannya Usman banyak mengikuti kebijakn ekonomi Umar bin Khattab. Di bawah ini beberapa kebijakan Usman bin Affan yaitu:
  • Pembangunan pengairan
  • Pembentukan organisasi kepolisian untuk menjaga keamanan perdagangan
  • Pembangunan gedung pengadilan, guna penegakan hukum
  • Kebijakan pembagian lahan luas milik raja Persia kepada individu dan hasilnya mengalami peningkatan bila dibandingkan pada masa umar dari 9 juta menjadi 50 juta dirham

d. Ali bin Abi Thalib

Dalam mengelola perekonomian Ali bin Abi Thalib sangat berhati-hati terlebih dalam membelanjakan keuangan negara. Ali menarik diri dari daftar penerima gaji dan bahkan menyumbang sebesar 5000 dirham setiap tahunnya. Perekonomian pada masa Ali bin Abi Thalib mengambil tindakan sperti membuka lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Usman, dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang dotetapkan Umar bin Khattab.

Kebijakan moneter Ali bin Abi Thalib diantaranya:
  • Pendistribusian yang ada pada baitul maal, Ali mengeluarkan semua tanpa ada cadangan dengan prinsip pemerataan distribusi uang rakyat. Berbeda dengan Umar yang menyisihkan untuk cadangan
  • Pengeluaran angkatan laut dihilangkan
  • Adanya kebijakan pengetatan anggaran
  • Mencetak mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam, dimana sebelumnya menggunakan mata uang Romawi dan Persia.

3. Masa abad pertengahan


a. Daulah Umayyah

1) Khalifah muawwiyah bin Abi Sofyan (41-60 H/661-779 M)

Muawiyah bin Sofyan adalah pendiri Daulah Umawiyah. Kareir politiknya bermula ketika ia menjabat sebagai gubernur Syam pada masa Umar bin Khatab dan belanjut di beberapa daerah yang dimenangkannya pada masa Usman bin Affan, seperti Romawi dan Siprus. Sistem pemerintahannya bersifat monarki. Muawiyah menjadikan Damaskus sebagai pusat pemerintahan, dan Baghdad sebagai pusat kegiatan keagamaan. Pembagian ini didasarkan sistem pemerintahannya yang memisahkan antara pemegang otoritas keagamaan dan otoritas pemerintahan. Sepanjang perjalanan kekuasaannya, wilayah islam telah berkembang ke lawasan Timur (Negeri Asia Tengah dan Sindh) dan Barat (Turki, Romawi dan Afrika). Kebijakan moneter Muawiyah bin Sofyan adalah mencetak mata uang.

Baca juga : Casing Smartphone Anti Virus dari Samsung

2) Khalifah Abdul Malik bin Marwan (66-86 h/685-705 M)

Abdul Malik bin Marwan yang mempunyai nama lengkap Abdul Malik bin Marwan bin Al-Hakam bin Abul `Ash Umayyah bin Abdul Syam bin Abdul Manaf. Ibunya adalah Aisyah binti Mu`awiyah bin al-Mughirah bin Abul `Ash. Abdul Malik bin Marwan memulai karir politiknya sebagai gubernur kota Madinah pada masa Muawiyyah. Abdul Malik bin Marwan didalam usia 39 tahun ditunjuk dan diangkat menjabat Khalif yang ke lima dari daulat Umayyah pada tahun 65 H/685, menggantikan bapaknya Khalif Marwan I, lalu memegang tampuk kekuasaan pemerintahan itu selama 21 tahun sampai 86 H/705 M. Kebijakan moneter mencetak uang dengan lafaz Bismillahirahmanirrahiim, menyebarkannya keseluruh wilayah islam dan melarang penggunaan mata uang lain.

3) Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-719 M)

Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Manaf. Ibunya Ummu Ashim, Laila binti Ashim bin Umar bin Khattab. Karier politiknya dimulai sebagai gebernur Madinah pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik memerintah. Ketika itu usianya lebih kurang 28 tahun. Pada zaman Sulaiman bin Abdul Malik memerintah, beliau dilantik menjadi menteri kanan dan penasihat utama khalifah. Pada masa itu usianya 33 tahun. Umar bin Abdul Aziz dibaiat menjadi khalifah setelah wafatnya Sulaiman bin Abdul Malik.

Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai khulafur rasyidin yang ke lima. Penobatan tersebut berdasarkan pemerintahannya memiliki cici-ciri yang sama dengan empat khalifah. Ia menerapkan sistem keadilan dimulai dari dirinya sendiri dan keluarganya dengan menyerahkan harta kekayaan pribadi dan keluarganya ke baitul maal. Umar melakukan pembenahan disegala bidang dan di seluruh wilayah kekuasaannya berdasarkan syariat islam. Pembangunan bukan saja pada bidang infrastruktur tetapi juga pembangunan sumber daya manusianya. Dalam kurun waktu kurang tiga tahun, masyarakat islam berada dalam surga dunia, kemakmuran dan kesejahteraan merata di seluruh wilayah, terbukti tidak ada lagi yang mau menerima zakat.

Keseimbangan moneter pada masa Umar ini berpengaruh pada stabilitas nilai mata uang yang dampaknya harga-harga komoditas ikut stabil. Telah diakui secara umum bahwa stabilitas harga membantu merealisasikan tujuan pemenuhan kebutuhan pokok, distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, laju pertumbuhan ekonomi yang optimum, kesempatan kerja penuh, dan stabilitas ekonomi. Untuk menjaga stabilitas nilai mata uang, dinar dan dirham dikeluarkan oleh otoritas yang berkuasa. Khalifah Umar bin Abdul Aziz menghukum orang yang mengeluarkan koin tanpa izin negara.



b. Daulah Abbasiyah

1) Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur (137-158 H/753-744 M)

Abu Ja'far Al-Manshur menjabat khalifah kedua Bani Abbasiyah menggantikan saudaranya Abul Abbas As-Saffah. Abu Ja'far Al-Manshur adalah putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur membangun kota Baghdad menjadi pusat pemerintahan dan meletakkan dasar-dasar ekonomi dan keuangan negara dengan baik dan terkendali. Oleh sebab itu, tidak pernah terjadi defisit anggaran besar-besaran. Kas negara selalu penuh, uang yang masuk lebih banyak daripada uang keluar. Jalur-jalur administrasi pemerintahan, mulai dari pusat hingga ke daerah ditata dengan rapi sehingga sistem dan roda pemerintahan berjalan dengan baik. Kebijakannya ini menimbulkan dampak yang positif di kalangan para pejabat pemerintahan, karena terjadi koordinasi dan kerja sama yang baik di antara mereka. Koordinasi dan kerja sama itu terjadi antara Kepala Qadhi (Jaksa Agung), Kepala Polisi Rahasia, Kepala Jawatan Pajak, dan Kepala Jawatan Pos. Hal itu dilakukan untuk melindungi masyarakat dari berbagai tindakan yang tidak adil dengan memberikan hak-hak masyarakat.

Kebijakan moneter melanjutkan pendahulunya Al-Saffah yaitu mencetak dinar dengan mengikuti model dinar Umaiyah dan tidak mengubah sedikitpun kecuali pada ukiran-ukiran dan ukuran dirhamnya berkurang.

2) Khalifah Harun Ar-Rasyid (170-193 H/786-808 M)

Ketika pemerintahan dikuasai Khalifah Harun Al-Rasyid, pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya. Pada masa pemerintahannya, khalifah melakukan diversifikasi sumber pendapatan negara. Ia membangun baitul mal untuk mengurus keuangan negara dengan menunjuk seorang wazir yang mengepalai beberapa Diwan, yaitu:

a) Diwan al-khazanah: bertugas mengurus seluruh perbendaharaan Negara.

b) Diwan al azra: bertugas mengurus kekayaan negara yang berupa hasil bumi.

c) Diwan khazain as-siaah: berugas mengurus perlengkapan angkatan perang.

Sumber pendapatan pada masa pemerintahan ini adalah kharaj, jizyah, zakat, fa’i, ghanimah, usyr, dan harta lainnya seperti wakaf, sedekah, dan harta warisan yang tidak mempunyai ahli waris.

Seluruh pendapatan negara terasebut dimasukkan ke dalam baitul mal dan dikeluarkan berdasarkan kebutuhan. Pemerintahan khalifah Harun Al-Rasyid juga sangat memperhatikan masalah perpajakan. Ia menunjuk Qadi Abu Yusuf untuk menyusun sebuah kitab pedoman mengenai keuangan negara secara syariah. Untuk itu, Imam Abu Yusuf menyusun sebuah kitab yang diberi judul Kitab al-Kharaj Dalam pemungutan al-Kharaj, para Khalifah Abbasiyah melakukan dengan tiga cara, yaitu:

a) Al-Muhasabah atau penaksiran luas areal tanah dan jumlah pajak yang harus dibayar dalam bentuk uang.

b) Al-Muqasamah atau penetapan jumlah tertentu (persentase) dari hasil yang diperoleh.

c) Al-Maqhatha’ah atau penetapan pajak hasil bumi terhadap para jutawan berdasarkan persetujuan antara pemerintah dengan yang bersangkutan.

Baca juga : Google dan Amazon Akan Buka Data Center di Indonesia 

Pendapatan Negara dikeluarkan berdasarkan kebutuhan dan dialokasikan untuk riset ilmiah dan penterjemahan buku-buku Yunani, disamping untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai.

Untuk melindungi integritas uang logam dan kepercayaan umum, Harun ar-Rasyid membangun kantor inspektur uang logam (nazir as-Sikkah) sehingga standar dinar sangat tinggi kualitasnya, kebijakan tersebut termasuk kebijakan moneter harun Ar-Rasyid.

Posting Komentar untuk "Kebijakan Moneter Pada Masa Nabi, Sahabat atau Khulafaurasyidin dan Abad Pertengahan"