Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jenis-jenis Lembaga Keuangan Syariah, Lembaga dalam Bentuk Bank dan Non-Bank


Jenis-jenis Lembaga Keuangan Syariah


1. Lembaga Keuangan Syariah Berbentuk Bank


a. Bank Umum Syariah/ Perbankan Syariah

Perbankan Syariah adalah Badan Usaha yang menjalankan fungsi menghimpun dana dari pihak yang surplus dana kemudian menyalurkan kepada pihak yang defisit dana dan menyediakan jasa keuangan lainnya berdasarkan prinsip syariah Islam.

Secara garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga yaitu Produk penyaluran dana ( Murabahah, As_salam, Istishna,Ijarah, Musyarakah, dan Mudharabah) produk penghimpunan dana (Prinsip Wadiah dan Prisip Mudharabah), dan produk jasa yang diberikan bank kepada nasabahnya seperti Sharf (Jual Beli Valuta Asing).

Baca juga : Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Ditinjau dari Akad, Legalitas, Lembaga, Organisasi dan Biaya  

b. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)

Menurut undang-undang (UU) Perbankan No. 7 tahun 1992, BPR adalah lembaga keuangan yang menerima simpanan uang hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dalam bentuk itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Pada UU Perbankan No. 10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPR adlah lemabaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.

Pengaturan pelaksanaan BPR yang menggunakan prinsip syariah tertuang pada surat Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah tanggal 12 Mei 1999. Dalam hal ini pada teknisnya BPR syariah beroperasi layaknya BPR konvensional namun menggunakan prinsip syariah.

Usaha-usaha BPR Syariah

UU BPR Syariah kemudian dipertegas dalam kegiatan operasional BPR Syariah dalam pasal 27 SIK DIR. BI 32/36/1999, sebagai berikut:

a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi:
  • Tabungan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah
  • Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
  • Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau mudharabah.
b) Melakukan penyaluran dana melalui:
  • Transaksi jual beli melalui prinsip murabahah, istishna, salam, ijarah, dan jual beli lainnya.
  • Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah, dan bagi hasil lainnya.
  • Pembiayaan lain berdasarkan prinsip rahn dan qardh.
c) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR Syariah sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional.

2. Lembaga Keuangan Syariah Non Bank


a. BMT atau Baitul Mal Wa Tamwil

BMT terdiri dari dua istilah, yaitu baitul mal dan baitut tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti zakat, infak dan shodaqoh. Sedangkan baitut tamwilsebagai usaha pengumpulan dan dan penyaluran dana komersial.

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada system ekonomi yang salam.

BMT berfungsi sebagai:
  • Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di BMT, uang tersebut dapat ditingkatkan utilitasnya, sehingga timbul unit surplus (pihak yang memiliki dana berlebih) dan unit defisit (pihak yang kekurangan dana).
  • Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan alat pembayaran yang sah yang mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi kewajiban suatu lembaga/perorangan.
  • Sumber pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi pendapatan kepada para pegawainya.
  • Pemberi informasi, memberi informasi kepada masyarakat mengenai risiko keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut.

Mekanisme kerja BMT

Cara kerja BMT adalah sebagai berikut :

1) Pendamping atau beberapa pemrakarsa yang mengetahui tentang BMT, menyampaikan dan menjelaskan idea tau gagasan ini kepada rekan-rekannya sebagai upaya untuk menarik beberapa orang sebagai pemrakarsa awal hingga mencapai lebih dari 20 orang.

2) Dua puluh orang atau lebih tersebut kemudian menyepakati pendirian BMT di desa, kecamatan, pasar, atau masjid dan bersepakat mengumpulkan modal awal pendirian BMT.

3) Modal awal kemudian ditentukan sesuai dengan kesepakata bersama (tidak harus sama jumlahnya antara pemrakarsa, hingga mencapai jumlah yang telah ditentukan untuk pendirian sebuah BMT).

4) Pemrakarsa membuat rapat untuk memilih pengurus BMT.

5) Pengurus BMT kemudian merapatkan dan merekrut pengelola/ manajemen BMT dari lingkungan tersebut yang memiliki sifat sidiq, amanah, fathanah dan benar-benar menguasai visi, misi, tujuan dan usaha-usaha BMT, serta memiliki keinginan keras dan dengan sepenuh hati untuk mengembangkan BMT.

6) Penggurus BMT menghubungi PINBUK setempat untuk memberikan pelatihan kepada calon pengelola/manajemen BMT tersebut(umumnya 2 minggu pelatihan dan magang).

7) Pengelola yang telah diberi pelatihan kemudian membuka kantor dan menjalankan BMT, dengan giat menggalakan simpanan masyarakat dan memberikan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil di sekitarnya.

8) Pembiayaan pada usaha mikro dilakukan dengan menerapkan system bagi hasil yang disampaikan sesuai dengan akad yang telah disepakati.

9) Hasil dari bagi hasil ini kemudian digunakan oleh para pengelola untuk membayar honor para pengelola dan membayar kegiatan operasional BMT.

10) Hasil dari bagi hasil juga digunakan untuk membayar bagi hasil kepada penyimpanan data, diupayakan agar nilai bagi hasil yang diperoleh para penyimpan dana bias lebih besar dari bunga bank konvensional.


 
b. Asuransi Syariah

Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, “insurance”. Dalam bahasa arab istilah asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang secara bahasa berarti tuma’ ninatun nafsi wa zawalul khauf, tenangnya jiwa dan hilangnya rasa takut.

Asuransi menurut UU RI No.2 th. 1992 tentang usaha perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi yaitu perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seeseorang yang dipertanggungkan.

Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.

Pendapat Ulama Tentang Asuransi

Pada awalnya para ulama berbeda pendapat dalam menentukan keabsahan praktek hukum asuransi, disanalah menjadi kontroversial, dari masalah ini dapat dipilah menjadi dua kelompok yaitu; adanya ulama yang mengharamkan asuransi, dan ada juga yang memperbolehkan asuransi.

Asuransi syariah haram karena:
  • Gharar : Terlihat dari unsur ketidakpastian tentang sumber dana yang digunakan untuk menutupi klaim dan hak pemegang polis.
  • Maysir adalah Yaitu unsur judi yang gambarkan dengan kemungkinan adanya pihak yang dirugikan di atas keuntungan pihak yang lain,
  • Riba adalah Asuransi
  • Asuaransi obyek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya seseorang, yang berarti mendahului takdir Allah SWT

Argumentasi ulama dalam memperbolehkan asuransi, adalah :
  • Tidak terdapat nash Al-Qur’an atau Hadist yang melarang asuransi
  • Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak
  • Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
  • Asuransi mengandung unsur kepentingan umum, sebab premi-premi yang dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan
  • Asuransi termasuk akad mudharobah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi
  • Asuransi termasuk syirikah at-ta’awuniyah, usaha bersama yang didasarkan pada prinsip tolong-menolong.

Prinsip-prinsip Asuransi Syariah antara lain :

a. Saling Membantu dan Bekerjasama “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (QS. Al-Maidah:2) “Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong sesamanya.” (HR. Abu Daud) “Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud)

b. Saling melindungi dari berbagai macam kesusahan dan kesulitan Seperti membiarkan uang menganggur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum. ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…’ (QS. 4 :29)

c. Saling bertanggung jawab

d. Menghindari unsur gharar, maysir dan riba Islam menekankan aspek keadilan, suka sama suka dan kebersamaan menghadapi resiko dalam setiap usaha dan investasi yang dirintis. Aspek inilah yang menjadi tawaran konsep untuk menggantikan gharar, maysir dan riba yang selama ini terjadi di lembaga konvensional.

c. Pegadaian Syariah

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang diperoleh pihak yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan oleh pihak yang berutang kepada pihak yang berpiutang. Pihak yang berutang memberikan kekuasaan kepada pihak yang mempunyai piutang untuk memiliki barang yang bergerak tersebut apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat berakhirnya waktu pinjaman.

Mekanisme Operasional Pegadaian Syariah

Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua akad transaksi Syariah yaitu.

1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad.

Rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :

a. Orang yang berakad : 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang berpiutang (murtahin).

b. Sighat ( ijab qabul)

c. Harta yang dirahnkan (marhun)

d. Pinjaman (marhun bih)

Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai ‘lipstick’ yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian.

Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi :
  • Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
  • Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
  • Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
  • Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
  • Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.
Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.

Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan :
Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan .
Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- ( sembilan puluh rupiah ) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman.
Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman.




Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk;
  • melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan,
  • mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi,
  • atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syarian melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.

d. Reksa Dana Syariah

Reksadana adalah sebuah wadah dimana masyarakat dapat menginvestasikan dananya dan oleh pengurusnya (manajer investasi) dana itu diinvestasikan ke portfolio efek. Reksadana merupakan jalan keluar bagi para pemodal kecil yang ingin ikut serta dalam pasar modal dengan modal minimal yang relatif kecil dan kemampuan menanggung resiko yang sedikit. Pada reksadana syariah sudah tentu dana akan disalurkan kepada saham syariah dan surat berharga syariah seperti sukuk.

Saham syariah adalah kepemilikan atas usaha tertentu dimana usaha tersebut harus sesuai dengan prinsip syariah Islam. Sedangkan kegiatan transaksi saham syariah tidak berbeda jauh dengan saham konvensional. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban pejuang ekonomi syariah untuk terus mengkaji saham syariah lebih syar’i dalam transaksinya. Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah/qiradh.

Sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset surat berharga syariah, yang dijual kepada individu atau perseorangan melalui agen penjual dengan volume minimum yang telah ditentukan. Tujuan penerbitan sukuk adalah membiayai anggaran perusahaan, divesifikasi sumber pembiayaan, memperluas basis investor, mengelola portofolio pembiayaan. Dalam melakukan transaksi Reksadana Syariah tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti najsy (penawaran palsu).

Perbedaan Reksa dana Syariah dan Konvensional

Ada beberapa hal yang membedakan antara reksa dana konvensional dan reksa dana syariah. Dan tentunya ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan dalam investasi syariah ini.

a. Kelembagaan

Dalam syariah islam belum dikenal lembaga badan hukum seperti sekarang. Tapi lembaga badan hukum ini sebenarnya mencerminkan kepemilkikan saham dari perusahaan yang secara syariah diakui. Namun demikian, dalam hal reksa dana syariah, keputusan tertinggi dalam hal keabsahan produk adalah Dewan Pengawas syariah yang beranggotakan beberapa alim ulama dan ahli ekonomi syariah yang direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Dengan begitu proses didalam akan terus diikuti perkembangannya agar tidak keluar dari jalur syariah yang menjadi prinsip investasinya.

b. Hubungan Investor dan Perusahaan

Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut karena kecurangan atau kelalaian pengelola maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Dalam hal ini transaksi jual beli, saham-saham dalam reksa dana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksa dana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah. Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.

c. Kegiatan Investasi Reksa Dana

Dalam melakukan kegiatan investasi reksa dana syariah dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan syariah, diantara investasi tidak halal yang tidak boleh dilakukan adalah investasi dalam bidang perjudian, pelacuran, pornografi, makanan dan minuman yang diharamkan, lembaga keuangan ribawi dan lain-lain yang ditentukan oleh Dewan Pengawas Syariah. Dalam kaitannya dengan saham-saham yang diperjual belikan dibursa saham, BEJ sudah mengeluarkan daftar perusahaan yang tercantum dalam bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau saham-saham yang tercatat di Jakarta Islamic Index (JII). Dimana saham-saham yang tercantum didalam indeks ini sudah ditentukan oleh Dewan Syariah.

Dalam melakukan transaksi reksa dana syariah tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti penawaran palsu dan tindakan spekulasi lainnya.

e. Obligasi Syariah

Obligasi syariah di dunia internasional dikenal dengan sukuk. Sukuk berasal dari bahasa Arab “sak” (tunggal) dan “sukuk” (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sebuah sukuk mewakili kepentingan, baik penuh maupun proporsional dalam sebuah atau sekumpulan aset.

Jika ditinjau dari aspek akad, obligasi dapat dimodifikasi ke pelbagai jenis seperti obligasi saham, istisna, murabahah, musyarakah, mudharabah ataupun ijarah, namun yang lebih populer dalam perkembangan obligasi syariah di Indonesia hingga saat ini adalah obligasi mudharabah dan ijarah.

Obligasi syariah di Indonesia mulai diterbitkan pada paruh akhir tahun 2002, yakni dengan disahkannya Obligasi Indosat obligasi yang diterbitkan ini berdasarkan prinsip mudharabah. Obligasi mudharabah mulai diterbitkan setelah fatwa tentang obligasi syariah (Fatwa DSN-MUI No.32/DSN-MUI/ /2002)dan obligasi syariah mudharabah (Fatwa DSN-MUI No.33/DSN-MUI/ /2002). Sedangkan obligasi syariah ijarah pertama kali diterbitkan pada tahun 2004 setelah dikeluarkannya fatwa tentang obligasi syariah ijarah (Fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/ /2003).

Penerapan mudharabah dalam obligasi cukup sederhana. Emiten bertindak selaku mudharib, pengelola dana dan investor bertindak sebagai shahibul mal, alias pemilik modal. Keuntungan yang diperoleh investor merupakan bagian proporsional keuntungan dari pengelolaan dana oleh investor.

Baca juga : Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia, Bank Umum Syariah dan Cabang Syariah Konvensional  

Perbedaan Obligasi Syariah dan Obligasi Konvensional

1) Dari sisi orientasi, obligasi konvensional hanya memperhitungkan keuntungannya semata. Tidak demikian pada obligasi syariah, disamping memperhatikan keuntungan, obligasi syariah harus memperhatikan pula sisi halal-haram, artinya setiap investasi yang diharamkan dalam obligasi pada produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah.

2) Obligasi konvensional, keuntungannya di dapat dari besaran bunga yang ditetapkan, sedangkan obligasi syariah keuntungan akan diterima dari besarnya margin/fee yang ditetapkan ataupun dengan sistem bagi hasil yang didasakan atas aset dan prooduksi.

3) Obligasi syariah disetiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad. Diantaranya adalah akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istisna,dan ijarah. Dana yang dihimpun tidak dapat diinvestasikan kepasar uang dan atau spekulasi di lantai bursa. Sedangkan untuk obligasi konvensional tidak terdapat akad disetiap transaksinya.

f. Koperasi Syariah

Koperasi sebagai sebuah istilah yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dari kata ‘Cooperation’ (Inggris). Secara semantic koperasi berarti kerja sama. Kata koperasi mempunyai padanan makna dengan kata syirkah dalam bahasa Arab. Syirkah ini merupakan wadah kemitraan, kerjasama, kekeluargaan, kebersamaan usaha yang sehat baik dan halal yang sangat terpuji dalam islam.

Menurut Row Ewell Paul koperasi merupakan wadah perkumpulan (asosiasi) sekelompok orang untuk tujuan kerja sama dalam bidang bisnis yang saling menguntungkan diantara anggota perkumpulan.

Bung Hatta dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun mengkategorikan delapan nilai sebagai spirit koperasi yaitu:

1) Kebenaran untuk menggerakan kepercayaan (trust)

2) Keadilan dalam usaha bersama

3) Kebaikan dan kejujuran mencapai perbaikan

4) Tanggung jawab dalam individualitas dan solidaritas

5) Paham yang sehat, cerdas dan tegas

6) Kemauan menolong diri sendiri

7) Menggerakan keswasembadaan dan otoaktif

8) Kesetiaan dalam kekeluargaan.

Dalam implementasinya tujuh nilai yang menjiwai koperasi versi Hatta, dituangkan dalam tujuh prinsip operasional koperasi secara internal dan eksternal,yaitu:

1) Keanggotaan sukarela dan terbuka

2) Pengendalian oleh anggota secara demokratis

3) Partisipasi ekonomis anggota

4) Otonomi dan kebebasan

5) Pendidikan, pelatihan dan informasi

6) Kerjasama antarkoperasi

7) Kepedulian terhadap komunitas.



g. Pasar Modal Syariah

Istilah sekuritas (securities) seringkali disebut juga dengan efek, yakni sebuah nama kolektif untuk macam-macam surat berharga, misalnya saham, obilgasi, surat hipotik, dan jenis surat lain yang membuktikan hak milik atas sesuatu barang. Dengan istilah yang hampir sama, sekuritas juga dapat dipahami sebagai promissory notes/commercial bank notes yang menjadi bukti bahwa satu pihak mempunyai tagihanpada pihak lain. Adapun,yang dimaksud dengan sekuritas syariah atau efek syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah.

Diantara bank-bank islam yang ada, terdapat dua pendapat yang berbeda dalam menyikapi surat berharga. Pertama, mayoritas bank islam menolak perdagangan surat berharga. Kedua, bank islam di Malaysia, dalam beberapa kondisi termasuk juga bank islam di Indonesia, menerima transaksi surat berharga.

Alasan penyangkalan mereka yang enolak surat berharga adalah karena di dalamnya terkandung bai ad-dyn (jual beli utang). Sementara itu islam secara tegas telah engharamkan jual beli utang. Reaksi yang berbeda dikemukakan oleh pendapat kedua, yakni mereka yang mengabsahkan transaksi surat berharga. Umumnya mereka menyandarkan pada prinsip bahwa surat berharga tersebut haruslah di endors(dijamin) oleh pihak penerbit, kemudian surat berharga tersebut haruslah timbul dari aktivatas yang tidak bertentangan dengan syariah. Jadi, selama kedua hal ini tidak dilanggar, tarnsaksi surat berharga menjadi sah karenanya.

Sehubungan dengan pembahasan sekuritas syariah ini, ada tiga kategori sekuritas. Pertama, segala jenis sekuritas yang menawarkan predetermined fixed income tidak diperbolehkan dalam islam, karena termasuk kategori riba. Dengan demikian, interest bearing security baik long term maupun short term. Akan masuk daftar instrument investasi yang tidak sah. Saham preferen (preference stock), debenture, treasury securities and consul, dan commercial papers masuk dalam kategori ini.

Kategori kedua, sekuritas- sekuritas yang berbeda dalam grey area (questionable) karena dicurigai sarat dengan gharar, meliputi produk-produk derivates, seperti forward, future dan juga options.

Kategori ketiga, yakni sekuritas yang diperbolehkan, baik secara penuh maupun dengan catatan-catatan meliputi, saham, dan islmic bonds, profit loss sharing based, government securities, penggunaan institusi pasar sekunder dan mekanismenya semisal margin trading. Karena sering seklai catatan-catatannya begitu dominan.

Baca juga : Sistem Perbankan Syariah, Latar Belakang dan Sejarah Lahirnya Bank Islami  

h. Modal Ventura Syariah

Modal Ventura Syariah adalah suatu pembiayaan dalam penyertaan modal dalam suatu perusahaan pasangan usaha yang ingin mengembangkan usahanya untuk jangka waktu tertentu (bersifat sementara). Modal ventura merupakan bentuk penyertaan modal dari perusahaan pembiayan kepada perusahaan yang membutuhkan dana untuk jangka waktu tertentu. Perusahaan yang diberi modal sering disebut sebagai investee, sedangkan perusahaan pembiayaan yang memberi dana disebut sebagai venture capitalist atau pihak investor.

Penghasilan modal ventura sama seperti penghasilan saham biasa, yaitu dari dividen (kalau dibagikan) dan dari apresiasi nilai saham dipegang (capital gain). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Modal Ventura Syariah yakni penanaman modal dilakukan oleh lembaga keuangan Syariah untuk jangka waktu tertentu, dan setelah itu lembaga keuangan tersebut melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya kepada pemegang saham perusahaan.

Lahirnya perusahaan Modal Ventura telah memberi bantuan nyata kepada usaha kecil menengah dan koperasi. Namun dalam upaya membina usaha khususnya pada para pengusaha masih banyak berbagai permasalahan yang ditemui diantaranya:

1) Arah bisnis yang belum jelas, terutama untuk jangka panjang karena kebanyakan dari Perusahaan Pasangan Usaha masih berpatokan pada pengalaman masa lalu.

2) Modal kerja yang minim, sehingga perkembangan usahan menjadi lamban, disamping kurangnya pengetahuan tentang seluk beluk perkreditan maupun pembiayaan.

3) Manajemen yang belum profesional, adanya monitoring yang dilakukan oleh Perusahaan Modal Ventura selalu dicurigai.

4) Kurangnya tenaga kerja yang terampil, berakibat pada produk yang dihasilkan tidak kompetitif.

5) Prospek pasar yang belum jelas (berorientasi produk).

6) Pemasaran kurang gencar dan cenderung cepat puas dengan pasar yang dimiliki.

7) Biaya produk tinggi, akibat kuantitas produk reatif kecil akibat daya serap pasar yang terbatas.

8) Mutu produk yang masih rendah.

9) Tidak teguh dan kurang ulet dalam menjalankan usaha.

10) Pemanfaatan waktu yang kurang efisien dan kurang efektif.

Solusi Perusahaan Modal Ventura dalam menghadapi permasalahan yang ada antara lain:

1) Mengidentifikasi kebutuhan.

2) Membantu permodalan.

3) Memberi tenaga pendamping yang profesional dari Perusahaan Modal Ventura.

4) Memberikan pelatihan sesuai dengan kebutuhan usaha.

5) Membentuk kemitraan sesama pengusaha.

6) Membentuk jejaring (Net Working) diantara para pengusaha.

7) Memberikan teknologi yang tepat guna.

Adapun konsep perusahaan Modal Ventura Syariah adalah sebagai berikut:

a. Mekanisme pembiayaan dalam Modal Ventura dilakukan dalam bentuk penyertaan modal.

b. Metode pengambilan keuntungan dalam Modal Ventura dilakukan melalui bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh kegiatan usaha yang dibiayai.

c. Produk pembiayaan Modal Ventura dikeluarkan oleh lembaga keuangan bukan bank, yaitu perusahaan pembiayaan Modal Ventura.

d. Jaminan dalam pembiayaan Modal Ventura tidak diperlukan, karena sifat pembiayaannya lebih condong ke sebuah bentuk investasi.

e. Sumber dana untuk pembiayaan Modal Ventura bisa berasal dari perusahaan Modal Ventura sendiri dan juga berasal dari pihak lain.

f. Upaya penyelesaian apabila terjadi wanprestasi dalam pembiayaan Modal Ventura, baik yang dilakukan oleh perusahaan Modal Ventura maupun perusahaan pasangan usaha, maka upaya penyelesaiaannya dapat dilakukan melalui upaya damai, pengadilan negeri, dan lembaga arbitrase.

Posting Komentar untuk "Jenis-jenis Lembaga Keuangan Syariah, Lembaga dalam Bentuk Bank dan Non-Bank"