Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Regulasi Perbankan Syariah (Bank Islam) di Indonesia, 4 Point Penting yang Harus Dipenuhi


REGULASI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA


Ukuran-ukuran regulasi yang telah ditentukan oleh Basel Committee juga penting bagi lembaga keuangan syariah, meskipun berbeda dalam beberapa hal. Ada pendapat yang menyatakan bahwa deposan investasi harus menanggung resiko, bank syariah seharusnya tidak perlu lagi bergantung pada bentuk regulasi tertentu. Namun demikian terdapat perbedaan mendasar.

Pertama, pertimbangan sistem. Sementara kegagalan satu perusahaan dapat berdampak langsung pada pemegang saham, yang mereka seharusnya dilindungi, kegagalan sebah bank bisa berdampak pada terganggunya kesehatan dan stabilitas keseluruhan sistem pembayaran dan ekonomi.jika kepercayaan deposan pada sistem telah menurun, maka mereka akan menarik dananya, dimana akibat dari penarikan dana ini tidak saja akan mengguncang sistem keuangan, tetapi juga menurunkan kemampuan bank dalam menyalurkan pembiayaan.

Baca juga : Perbedaan Asuransi Jiwa dan Asuransi Kesehatan beserta Manfaat Masing-masing Asuransi 

Kedua, terdapat kepentingan deposan giro yang juga perlu dilindungi. Begitu juga dengan deposan investasi, mereka perlu mendapat perlidungan yang lebih besar dibandingkan pada umumnya pemegang saham dapatkan di perusahaan nonperbankan. Hal ini karena tingkat leverage dalam bisnis perbankan, dan sebagian besar ari tingkat leverage tersebut berasal dari rekening giro. Semakin besar proporsi rekening giro, semakin besar pula tingkat leverage bank. Dengan demikian, bank perlu mengadopsi prosedur tertentu untuk mencegah ketidakpastian dalam keputusan investasi, kesalahan manajemen dan tingginya ekspodure risiko, dan untuk memanaj risiko dengan prinsip kehati-hatian. Mereka juga perlu menyediakan cadangan yang cukup untuk mengantisipasi adanya pengikisan rekening devisa.

Ketiga, bank syariah perlu memastikan bahwa operasionalnya telah sesuai dengan prinsip syariah.

Keempat, bank syariah harus berupaya agar ia dapat diterima di pasar antarbank dalam sistem keuangan internasional. Dan hal ini tidak akan bisa terwujud tanpa kepatuhan dan standar regulasi internasional yang berlaku.

Oleh karena itu, perbedaan karakteristik bank syariah dengan bank konvensional tidak akan mereduksi kebuuhan akan regulasi dan pengawasan terkait untuk memastikan penerapannya secara efektif. Kebutuhan akan adanya regulasi, bukanlah al yang baru. Ia telah dibentuk sejak bulan Maret 1981 oleh para GUbernur bank sentral dan otoritas moneter Negara-negara anggota Organization of The Islamic (OIC).

Baca juga : Tantangan Perusahan Asuransi Jiwa dan Faktor yang Mendorong Masyarakarat untuk Mengikuti Asuransi  

Sejumlah ukuran diperlukan untuk memberikan jaminan keamanan bagi deposan giro maupun deposan investasi. Diantara ukuran tersebut adalah macro-management yang dipaduka dengan micro-management bank di bawah payung regulasi dan pengawaan yang tepat, dan membangun pencadangan atas kerugian. Jika perlu, didukung dengan program penjaminan, paling tidak atas rekening giro.

Kepentingan para deposan dapat melindungi jika mereka diperkenankan untuk berpartisipasi dalam rapat umum pemegang saham dan atau mempunyai perwakilan dalam rapat dewan direksi. Tetapi jika mereka mnegalami kesulitan untuk memilih perwakilannya secara langsung, terutama bagi bank besar yang mempunya sejumlah cabang yang tersebar baik di dalam maupun di luar negeri, maka otoritas regulasi dapat memilih perwakilan eposan dalam rapatt dewan direksi. Bank mungkin tidak menyukai cara ini, padahal cara ini sangat penting tidak saja untuk melindungi kepentingan deposan, tetapi juga untuk menjaga stabilitas sistem. Namun, jika hal ini juga tidak memungkinkan, maka satu-satunya jalan yang bia ditempuh adalah, pihak legulator harus dapat meyakinkan transparansi yang memungkinkan deposan untuk mengetahui kondisi bank, sehingga ia dapat melindungi kepentingannya sendiri. Lebih lanjut lagi hal ini perlu didukung oleh regulasi dan pengawasan.


Bank syariah juga harus dapat meyakinkan naabah bahwa ia telah mematuhi prinsip-prinsip syariah. Kepatuhan tersebut tidak akan dapat diyakinkan, kecuali beberapa persoalan fikih yang terkait dengan bisnis keuangan yang telah terselesaikan. Disamping itu, kerangka hukum yang disepakati bersama juga perlu disiapkan, karena tanpanya, akan sulit untuk melakukan standarisasi produk perbankan syarah, menetapkan pinalti bagi peminjam yang gagal bayar dan memberikan kompensasi atas hilangnya income bank, dan memanaj resiko dengan mengadopsi teknik yang bisa dipakai oleh bank konvensional untuk menciptakan tujuan ini. Lebih lanjut, bank juga perlu memperjelas peran dewan syariah, bank sentral, dan perusahaan audit independen untuk memastikan bahwa bank tidak melanggar prinsip-prinsip syariah yang ada.

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya regulasi dan pengawasan bagi sistem keuangan Islam. Tanpa peran regulasi dan pengawasan, kepercayaan masyarakat pada sistem tidak akan pernah terwujud. Kegagalan padatahap awal pembentukan akan menurunkan reputasi sistem, dan justru akan menghambat usaha Islamisasi sistem keuangan di Negara-negara muslim.

Namun demikian, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa regulasi yang dibuat seharusnya tidak terlalu kaku dan memberatkan, yang justru akan mengahmabt profitabilitas dan perkembangan bank syariah dan membuatnya tidak kompetitif dibandingkan bank konvensional. Regulasi juga perlu disertai dengan ukuran-ukuran yang memungkinkan bank syariah dapat lebih berperan di dalam lingkungan yang relative kompleks dan tidak bersahabat ini.

Baca juga :   Sejarah Lahirnya BPJS di Indonesia, Implementasi UU SJSN hingga ke UU BPJS

Adapun karakteristik umum sistem pengawasan Perbankan Syariah di Indonesia adalah sebagai berikut.

  1. Diregulasi oleh Bank Indonesia.
  2. Lembaga regulasi bagi perbankan dan perusahaan asuransi di buat terpisah.
  3. Tidak terdapat undang-undang perbankan syariah. Perbankan syariah diatur dengan menambahkan pasal dalam undang-undang perbankan yang sudah ada (UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 23 Tahun 1999).
  4. Dewan pengawas syariah disyaratkan terpisah.
  5. Window syariah diperbolehkan.
  6. Pengawasan terkonsolidasi.
  7. Ketentuan permodalan dan prinsip-prinsip dasar dalam Basel telah diadopsi.
  8. Standar akuntansi internasional telah diadopsi.
  9. Transformasi keuangan masih dalam proses untuk memperkuat modal dan solvabilitas bank.
  10. Strategi perbankan syariah menjadi tanggung jawab pemerintah.

Posting Komentar untuk "Regulasi Perbankan Syariah (Bank Islam) di Indonesia, 4 Point Penting yang Harus Dipenuhi"