Jaminan Gadai, Sifat Umum, Hak, Dasar Hukum, Rukun dan Syarat-syarat Gadai
JAMINAN GADAI
Mengenai ketentuan tentang gadai ini diatur dalam KUHPerdata Buku II Bab XX Pasal 1150 sampai Pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri diatur dalam Pasal 1150 KUHPerdata berbunyi sebagai berikut:
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”
Baca juga : Kewajiban Perpajakan Badan Usaha Koperasi, Syarat, Cara Mendaftar dan Besaran Nilai Pajak
Gadai terjadi apabila debitur atau pemberi gadai menyerahkan benda bergerak sebagai jaminan kepada si kreditur atau pemegang gadai dan kreditur diberi kekuasaan untuk mengambil pelunasan dengan menjual barang jaminan itu apabila debitur wanprestasi. Gadai sebagai perjanjian yang bersifat accessoir artinya hak gadai tergantung pada perjanjian pokok, misalnya perjanjian kredit. Yang dimaksud perjanjian pokok yaitu perjanjian antara pemberi gadai atau debitur dengan pemegang gadai atau kreditur yang membuktikan kreditur telah memberikan pinjaman kepada kreditur yang dijamin dengan gadai.
Sifat-sifat umum gadai yaitu :
1. Gadai adalah hak kebendaan
2. Hak gadai bersifat accessoir
3. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi
4. Hak gadai adalah hak yang didahulukan (hak preferent)
5. Obyek gadai adalah benda bergerak
6. Hak gadai adalah hak yang kuat dan mudah penyitaannya atau eksekusinya
Subyek hak gadai adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pengikatan gadai yaitu pemberi gadai dan penerima gadai baik orang perorang maupun badan hukum. obyek gadai adalah segala benda bergerak baik bertubuh (berwujud) maupun tidak bertubuh (tidak berujud).
Dasar hukum gadai menurut Hukum Islam (Syariah) :
1. Al-Quran , QS. Al-Baqarah (2) ayat 283.
2. Hadis Nabi Muhammad SAW
a) Hadis A’isyah ra. Yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
b) Hadis dari Anas bin Malik ra. Yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
c) Hadis dari Abu Hurairah ra yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari
d) Hadis riwayat Abu Hurairah ra
3. Ijma’ Ulama
4. Fatwa Dewan Syariah Nasional
a) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 25/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn
b) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 26/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn Emas
c) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 09/DSN-MUI/IV/2000, tentang Pembiayaan Ijaroh
d) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 10/DSN-MUI/IV/2000, tentang Wakalah
e) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 43/DSN-MUI/VIII/2004, tentang Ganti Rugi.
Rukun gadai sebagai berikut :
1. Aqid (orang yang berakad). Aqid adalah orang yang melakukan akad yang meliputi 2 (dua) arah, yaitu:
a) Rahin (orang yang menggadaikan barangnya), dan
b) Murtahin (orang yang berpiutang dan menerima barang gadai), atau penerima gadai
2. Ma’qud ‘alaih (barang yang diakadkan). Ma’qud ‘alaih meliputi 2 (dua) hal, yaitu:
a. Marhun (barang yang digadaikan)
b. Marhun bih (dain), atau hutang yang karenanya diadakan akad rahn.
Syarat-Syarat gadai menurut hukum Islam :
1. Shigat
2. Pihak-pihak yang Berakad Cakap menurut Hukum
3. Hutang (Marhun Bih
4. Marhun
Akad gadai menurut hukum Islam (Syariah) juga harus memenuhi ketentuan atau persyaratan yang menyertai meliputi:
1. Akad tidak mengandung syarat fasik/batil seperti mutahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
2. Marhun Bih (pinjaman) merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang digadaikan tersebut.
3. Marhun (barang yang digadaikan) bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh dari rahin, tidak terikat dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
Gadai terjadi apabila debitur atau pemberi gadai menyerahkan benda bergerak sebagai jaminan kepada si kreditur atau pemegang gadai dan kreditur diberi kekuasaan untuk mengambil pelunasan dengan menjual barang jaminan itu apabila debitur wanprestasi. Gadai sebagai perjanjian yang bersifat accessoir artinya hak gadai tergantung pada perjanjian pokok, misalnya perjanjian kredit. Yang dimaksud perjanjian pokok yaitu perjanjian antara pemberi gadai atau debitur dengan pemegang gadai atau kreditur yang membuktikan kreditur telah memberikan pinjaman kepada kreditur yang dijamin dengan gadai.
Sifat-sifat umum gadai yaitu :
1. Gadai adalah hak kebendaan
2. Hak gadai bersifat accessoir
3. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi
4. Hak gadai adalah hak yang didahulukan (hak preferent)
5. Obyek gadai adalah benda bergerak
6. Hak gadai adalah hak yang kuat dan mudah penyitaannya atau eksekusinya
Subyek hak gadai adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pengikatan gadai yaitu pemberi gadai dan penerima gadai baik orang perorang maupun badan hukum. obyek gadai adalah segala benda bergerak baik bertubuh (berwujud) maupun tidak bertubuh (tidak berujud).
Benda bergerak berujud seperti :
a. Kendaraan bermotor seperti mobil, sepeda motor.
b. Mesin-mesin seperti mesin jahit, mesin pembajak sawah, mesin disel.
c. Perhiasan.
d. Lukisan yang berharga.
e. Kapal laut.
f. Persediaan barang.
g. Inventaris kantor.
Benda bergerak tidak berujud seperti :
a. Tabungan.
b. Deposito berjangka.
c. Sertifikat deposito.
d. Wesel.
e. Saham-saham.
f. Piutang.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perjan menjadi Perum Pegadaian dalam Pasal 3 disebutkan bahwa Perum Pegadaian merupakan Badan Usaha Tunggal yang diberi wewenang untuk menyalurkan kredit atas dasar hukum gadai. Praktek yang ada di masyarakat, gadai berdasarkan KUH Perdata berkembang menjadi gadai syariah (Ar Rahn) berdasarkan fatwa MUI. Usaha ini dilakukan secara terbuka oleh lembaga keuangan lainnya seperti perbankan, BPR, Koperasi, dan sebagai contoh adalah gadai emas syariah dari Bank Syariah Mandiri. Dengan demikian persaingan dalam bisnis gadai mulai terbuka.
Selain dilakukan oleh badan hukum, dalam praktek jaminan gadai dilakukan pula oleh masyarakat/orang perorang. Gadai yang dilakukan oleh orang perorang pada prinsipnya dilakukan atas dasar tolong-menolong, tidak bermotif komersiil dan tidak dilakukan dengan perjanjian secara tertulis.
Hapusnya gadai telah ditentukan dalam pasal 1152 KUHPerdata dan Surat Bukti Kredit. Begitu juga dalam surat bukti kredit telah diatur tentang berakhirnya gadai. Salah satunya adalah jika jangka waktu gadai telah berakhir. Jangka waktu gadai itu adalah minimal 15 hari dan maksimal 120 hari.
Hak gadai hapus karena :
a. Dengan hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai ini sesuai dengan sifat accessoir dari gadai maka tergantung dari perjanjian pokoknya. Perikatan pokok harus dengan :
c. Dengan hapus atau musnahnya benda jaminan.
d. Dengan dilepasnya benda gadai secara sukarela.
e. Dengan percampuran, yaitu dalam hal pemegang gadai menjadi pemilik barang gadai tersebut.
Transaksi hukum gadai dalam fikih Islam disebut rahn. Rahn adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan hutang. Pengertian rahn dalam bahasa Arab adalah ats-tsubut wa ad-dawam yang berarti “tetap” dan “kekal”, seperti pada kalimat maun rahin, yang berarti air yang tenang. Hal itu, berdasarkan firman Allah SWT
dalam QS. Al-Muddatstsir (74) ayat 38: “Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. Pengertian gadai (Rahn) dalam Hukum Islam (Syara’) adalah menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian hutang dari barang tersebut.
a. Kendaraan bermotor seperti mobil, sepeda motor.
b. Mesin-mesin seperti mesin jahit, mesin pembajak sawah, mesin disel.
c. Perhiasan.
d. Lukisan yang berharga.
e. Kapal laut.
f. Persediaan barang.
g. Inventaris kantor.
Benda bergerak tidak berujud seperti :
a. Tabungan.
b. Deposito berjangka.
c. Sertifikat deposito.
d. Wesel.
e. Saham-saham.
f. Piutang.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perjan menjadi Perum Pegadaian dalam Pasal 3 disebutkan bahwa Perum Pegadaian merupakan Badan Usaha Tunggal yang diberi wewenang untuk menyalurkan kredit atas dasar hukum gadai. Praktek yang ada di masyarakat, gadai berdasarkan KUH Perdata berkembang menjadi gadai syariah (Ar Rahn) berdasarkan fatwa MUI. Usaha ini dilakukan secara terbuka oleh lembaga keuangan lainnya seperti perbankan, BPR, Koperasi, dan sebagai contoh adalah gadai emas syariah dari Bank Syariah Mandiri. Dengan demikian persaingan dalam bisnis gadai mulai terbuka.
Selain dilakukan oleh badan hukum, dalam praktek jaminan gadai dilakukan pula oleh masyarakat/orang perorang. Gadai yang dilakukan oleh orang perorang pada prinsipnya dilakukan atas dasar tolong-menolong, tidak bermotif komersiil dan tidak dilakukan dengan perjanjian secara tertulis.
Hapusnya gadai telah ditentukan dalam pasal 1152 KUHPerdata dan Surat Bukti Kredit. Begitu juga dalam surat bukti kredit telah diatur tentang berakhirnya gadai. Salah satunya adalah jika jangka waktu gadai telah berakhir. Jangka waktu gadai itu adalah minimal 15 hari dan maksimal 120 hari.
Hak gadai hapus karena :
a. Dengan hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai ini sesuai dengan sifat accessoir dari gadai maka tergantung dari perjanjian pokoknya. Perikatan pokok harus dengan :
- Pelunasan
- Kompensasi
- Novasi
- Penghapusan utang
c. Dengan hapus atau musnahnya benda jaminan.
d. Dengan dilepasnya benda gadai secara sukarela.
e. Dengan percampuran, yaitu dalam hal pemegang gadai menjadi pemilik barang gadai tersebut.
Transaksi hukum gadai dalam fikih Islam disebut rahn. Rahn adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan hutang. Pengertian rahn dalam bahasa Arab adalah ats-tsubut wa ad-dawam yang berarti “tetap” dan “kekal”, seperti pada kalimat maun rahin, yang berarti air yang tenang. Hal itu, berdasarkan firman Allah SWT
dalam QS. Al-Muddatstsir (74) ayat 38: “Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. Pengertian gadai (Rahn) dalam Hukum Islam (Syara’) adalah menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian hutang dari barang tersebut.
Baca juga : Jenis-jenis Koperasi dan Landasan Kewajiban Perpajakan Badan Usaha Koperasi
Gadai menurut Hukum Islam (Syariah) atau dalam penelitian ini lebih lanjut disebut dengan Gadai Syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas hutang/pinjaman (marhun bih) yang diterimanya. Marhun tersebut
memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai (murtahin) memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Gadai menurut Hukum Islam (Syariah) atau dalam penelitian ini lebih lanjut disebut dengan Gadai Syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas hutang/pinjaman (marhun bih) yang diterimanya. Marhun tersebut
memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai (murtahin) memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Dasar hukum gadai menurut Hukum Islam (Syariah) :
1. Al-Quran , QS. Al-Baqarah (2) ayat 283.
2. Hadis Nabi Muhammad SAW
a) Hadis A’isyah ra. Yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
b) Hadis dari Anas bin Malik ra. Yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
c) Hadis dari Abu Hurairah ra yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari
d) Hadis riwayat Abu Hurairah ra
3. Ijma’ Ulama
4. Fatwa Dewan Syariah Nasional
a) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 25/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn
b) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 26/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn Emas
c) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 09/DSN-MUI/IV/2000, tentang Pembiayaan Ijaroh
d) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 10/DSN-MUI/IV/2000, tentang Wakalah
e) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 43/DSN-MUI/VIII/2004, tentang Ganti Rugi.
Rukun gadai sebagai berikut :
1. Aqid (orang yang berakad). Aqid adalah orang yang melakukan akad yang meliputi 2 (dua) arah, yaitu:
a) Rahin (orang yang menggadaikan barangnya), dan
b) Murtahin (orang yang berpiutang dan menerima barang gadai), atau penerima gadai
2. Ma’qud ‘alaih (barang yang diakadkan). Ma’qud ‘alaih meliputi 2 (dua) hal, yaitu:
a. Marhun (barang yang digadaikan)
b. Marhun bih (dain), atau hutang yang karenanya diadakan akad rahn.
Syarat-Syarat gadai menurut hukum Islam :
1. Shigat
2. Pihak-pihak yang Berakad Cakap menurut Hukum
3. Hutang (Marhun Bih
4. Marhun
Akad gadai menurut hukum Islam (Syariah) juga harus memenuhi ketentuan atau persyaratan yang menyertai meliputi:
1. Akad tidak mengandung syarat fasik/batil seperti mutahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
2. Marhun Bih (pinjaman) merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang digadaikan tersebut.
3. Marhun (barang yang digadaikan) bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh dari rahin, tidak terikat dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
Baca juga : Mekanisme Operasional Reksadana Syariah, 3 Pihak yang Terlibat Pengelolaan Dana
4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang digadaikan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
5. Rahn dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi, biaya penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.
4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang digadaikan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
5. Rahn dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi, biaya penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.
Posting Komentar untuk "Jaminan Gadai, Sifat Umum, Hak, Dasar Hukum, Rukun dan Syarat-syarat Gadai"