Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perkembangan Spiritual Peserta Didik, Pengertian dan Karakteristik Spiritual


Perkembangan Spiritual Peserta Didik


1. Pengertian spiritual


Spiritual berasal dari bahasa latin “spiritus” yang berarti nafas atau udara, spirit memberikan hidup, menjiwai seseorang. Spiritual meliputi komunikasi dengan Tuhan (fox 1983), dan upaya seseorang untuk bersatu dengan Tuhan (Magill dan Mc Greal 1988), spiritualitas didefinisikan sebagai suatu kepercayaan akan adanya suatu kekuatan atau suatu yang lebih agung dari dirisendiri (Witmer 1989).

Baca juga : Apakah Tugas Manajer Keuangan Sekolah dan Pendidikan? 


Perkembangan spiritual didasarkan pada ayat-ayat alquran dan hadist yang menjelaskan tentang fitrah beragama. Dalam perkembangannya, firtrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah dan ada juga yang mendapat bimbingan dari para rasul Allah SWT, sehingga fitrahnya itu berkembang sesuai kehendak Allah SWT. Keyakinan bahwa manusia itu mempunyai fitrah atau kepercayaan kepada Tuhan didasarkan pada firman Allah:

1. Surat Al-‘araf ayat 172 yang artinya:

“dan ingatlah ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘bukankah aku ini tuhanmu?’ mereka menjawab: ‘betul (engkau tuhan kami). Kami menjadi saksi (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat tidak mengatakan, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan tuhan).”

2. Surat ar-rum ayat 30, yang artinya:

“maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama allah, (tetaplah atas) fitrah allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Ituah agam lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

3. Surat Asy-syamsu ayat 8 yang artinya:

“maka allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaannya.”

Fitrah beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang mengandung kemungkinan atau berpeluang untuk berkembang. Namun, mengenai arah dan kualitas perkembangan beragama anak sangat bergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya. Hal ini sebagaimana yang telah dinyatakan oleh nabi Muhammad Saw: “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya karena keadaan orangtuanyalah, anak itu menjadi yahudi, nasrani atau majusi.” Hadis ini mengisyaratkan bahwa faktor lingkungan (terutama orangtua) sangat berperan dalam mempengaruhi perkembangan fitrah keberagamaan anak. Jiwa beragama merujuk kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang direfleksikan ke dalam peribadatan kepada-Nya, baik yang bersifat habluminallah dan hablumminannas.


2. Karakteristik spiritual


Karakteristik spiritual yang utama meliputi perasaan dari keseluruhan dan keselarasan dalam diri seorang, dengan orang lain, dan dengan Tuhan atau kekuatan tertinggi sebagai satu penetapan. Orang-orang, menurut tingkat perkembangan mereka, pengalaman, memperhitungkan keamanan individu, tanda-tanda kekuatan, dan perasaan dari harapan. Hal itu tidak berarti bahwa individu adalah puas secara total dengan hidup atau jawaban yang mereka miliki. Seperti setiap hidup individu berkembang secara normal, timbul situasi yang menyebabkan kecemasan, tidak berdaya, atau kepusingan.Karakteristik kebutuhan spiritual meliputi:

a. Kepercayaan

b. Pemaafan

c. Cinta dan hubungan

d. Keyakinan, kreativitas dan harapan

e. Maksud dan tujuan serta anugrah dan harapan.

Karakteristik dari kebutuhan spiritual ini menjadi dasar dalam menentukan karakteristik dari perubahan fungsi spiritual yang akan mengrahkan individu dalam berperilaku, baik itu kearah perilaku yang adaptif maupun perilaku yang maladaptif. Perkembangan aspek spiritual berdasarkan tumbuh-kembang manusia. Perkembangan spiritual pada anak sangatlah penting untuk diperhatikan.

Baca juga : Apakah Pengertian Manajemen Keuangan Sekolah dan Pendidikan?  

a. Individu yang berusia antara 0-18 bulan, Bayi yang sedang dalam proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungan, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri. Tahap awal perkembangan manusia dimulai dari masa perkembangan bayi. Haber (1987) menjelaskan bahwa perkembangan spiritual bayi merupakan dasar untuk perkembangan spiritual selanjutnya. Bayi memang belum memiliki moral untuk mengenal arti spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik merupakan sumber dari terbentuknya perkembangan spiritual yang baik pada bayi.

b. Dimensi spiritual mulai menunjukkan perkembangan pada masa kanak-kanak awal (18 bulan-3 tahun). Anak sudah mengalami peningkatan kemampuan kognitif. Anak dapat belajar membandingkan hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran kemandirian yang lebih besar. Tahap perkembangan ini memperlihatkan bahwa anak-anak mulai berlatih untuk berpendapat dan menghormati acara-acara ritual dimana mereka merasa tinggal dengan aman. Observasi kehidupan spiritual anak dapat dimulai dari kebiasaan yang sederhana seperti cara berdoa sebelum tidur dan berdoa sebelum makan, atau cara anak memberi salam dalam kehidupan sehari-hari. Anak akan lebih merasa senang jika menerima pengalaman-pengalaman baru, termasuk pengalaman spiritual.

c. Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun) berhubungan erat dengan kondisi psikologis dominannya yaitu super ego. Anak usia pra sekolah mulai memahami kebutuhan sosial, norma, dan harapan, serta berusaha menyesuaikan dengan norma keluarga. Anak tidak hanya membandingkan sesuatu benar atau salah, tetapi membandingkan norma yang dimiliki keluarganya dengan norma keluarga lain. Kebutuhan anak pada masa pra sekolah adalah mengetahui filosofi yang mendasar tentang isu-isu spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena anak sudah mulai berfikiran konkrit. Mereka kadang sulit menerima penjelasan mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan mereka masih kesulitan membedakan Tuhan dan orang tuanya.

d. Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami peningkatan kualitas kognitif pada anak (6-12 tahun). Anak usia sekolah (6-12 tahun) berfikir secara konkrit, tetapi mereka sudah dapat menggunakan konsep abstrak untuk memahami gambaran dan makna spriritual dan agama mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak dapat diajak berdiskusi dan menjelaskan apakah keyakinan. Orang tua dapat mengevaluasi pemikiran sang anak terhadap dimensi spiritual mereka.

e. Remaja (12-18 tahun). Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan hidup, Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat ini dan yang akan datang. Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami, mereka dapat bingung ketika menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada tahap ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi keyakinan yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga, walaupun mereka protes dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja.

f. Dewasa muda (18-25 tahun). Pada tahap ini individu menjalani proses perkembangannya dengan melanjutkan pencarian identitas spiritual, memikirkan untuk memilih nilai dan kepercayaan mereka yang dipelajari saaat kanak-kanak dan berusaha melaksanakan sistem kepercayaan mereka sendiri. Spiritual bukan merupakan perhatian utama pada usia ini, mereka lebih banyak memudahkan hidup walaupun mereka tidak memungkiri bahwa mereka sudah dewasa.


g. Dewasa pertengahan (25-38 tahun). Dewasa pertenghan merupakan tahap perkembangan spiritual yang sudah benar-benar mengetahui konsep yang benar dan yang salah, mereka menggunakan keyakinan moral, agama dan etik sebagai dasar dari sistem nilai. Mereka sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap kepercayaan dan nilai spiritual.

h. Dewasa akhir (38-65 tahun). Periode perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan untuk instropeksi dan mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan intraspeksi ini sama baik dengan dimensi yang lain dari diri individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual spiritual meningkat.

Baca juga : Anak yang Bisa Berpakaian Sendiri adalah Titik Penting Psikologis        

i. Lanjut usia (65 tahun sampai kematian). Pada tahap perkembangan ini, menurut Haber (1987) pada masa ini walaupun membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual sebagai isu yang menarik, karena mereka melihat agama sebagai faktor yang mempengaruhi kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset membuktikan orang yang agamanya baik, mempunyai kemungkinan melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi lansia yang agamanya tidak baik menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa tidak berharga, tidak dicintai, ketidakbebasan dan rasa takut mati. Sedangkan pada lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati dan dapat lebih mampu untuk menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap kematian disebabkan cemas pada proses bukan pada kematian itu sendiri. Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan manusia. Karena setiap individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun dengan tingkat pengalaman dan pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan mereka yang mereka percaya. Setiap fase dari tahap perkembangan individu menunjukkan perbedaan tingkat atau pengalaman spiritual yang berbeda.

Posting Komentar untuk "Perkembangan Spiritual Peserta Didik, Pengertian dan Karakteristik Spiritual"