Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perkembangan Moral, Teori dan Implikasinya terhadap Pendidikan di Indonesia


PERKEMBANGAN MORAL, TEORI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN


Moralitas dapat didefinisikan dengan berbagai cara. Namun, secara umum moralitas dapat dikatakan sebagai kapasitas untuk membedakan yang benar dan yang salah. Bertindak atas berbedaan tersebut, dan mendapatkan penghargaan diri ketika melakukan yang benar dan merasa bersalah dan malu ketika melanggar standar tersebut. Dalam definisi ini, individu yang matang secara moral tidak membiarkan masyarakat untuk mendikte mereka karena mereka tidak mengharapkan hadiah atau hukuman yang berwujud ketika memenuhi atau tidak memenuhi standar moral. Mereka menginternalisasi prinsip moral yang mereka pelajari dan memenuhi gagasannya, walaupun tidak ada tokoh otoritas yang hadir untuk menyaksikan atau mendorong mereka.

Baca juga : Orientasi Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Individual, Perkembangan dan Permasalahan  

Moralitas mempunyai tiga komponen, yaitu komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen psikomotorik.

Komponen afektif moralitas (moral affect) merupakan berbagi jenis perasaan yang menyertai pelaksanaan prinsip etika. Islam mengajarkan bagaimana pentingnya rasa malu untuk melakukan perbuatan yang tidak baik sebagai suatu yang penting. Hadis menyatakan:

dari ibnu umar r.a. ia berkata bahwa rasulullah Saw. bersabda “malu itu pertanda dari iman”. (HR Bukhari dan Muslim)

malu dikatakan sebagai sebagian dari iman karena rasa malu dapat menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak bermoral.

Komponen kognitif moralitas merukan pikiran yang ditunjukan seseorang ketika memutuskan berbagai tindakan yang benar atau yang salah. Islam mengajarkan bahwa Allah mengilhamkan ke dalam jiwa manusia dua jalan yaitu jalan kefasikan dan ketakwaan. Manusia mempunyai akal untuk memilih jalan mana yang ia tempuh. Dalam al-quran dinyatakan:

…dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-Nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dn ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugikan orang yang mengotorinya. (QS Al-Syams (91): 7-10)

Pilihan manusia tentang jalan yang akan ia pilih dalam konflik ini menentukan apakah ia menjadi orang yang baik atau tidak.

Komponen perilaku moralitas (moral behavior) merupakan tindakan yang konsisten terhadap tindakan moral seseorang dalam situasi di mana mereka harus melanggarnya. Islam menggambarkan bahwa memilih melakukan jalan yang benar seperti menempuh jaln yang mendaki lagi sukar.

Teori-teori perkembangan moral


1. Teori menurut Wiwit Wahyuning Jash dan Metta Rachmadana

Istilah moral jika didefinisikan akan berbunyi “moral akan berkenaan dengan norma-norma umum, mengenai apa yang baik dan benar dalam cara hidup seseorang. Ketika orang-orang berbicara tentang moral, pada umumnya akan terdengar sebagai sikap dan perbuatan seseorang terhadap orang lain.”

2. Teori menurut Rosmala Dewi

Moral berasal dari bahasa latin “mores” yang berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Perilaku tak bermoral adalah yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. perilaku demikian bukan disebabkan ketidakacuhan akan harapan masyarakat, melainkan ketidaksetujuan dengan standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri.

Baca juga : Kode Etik Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Landasan Kode Etik Konselor  

3. Teori menurut Sumadi Suryabrata

Kata watak di pakai dalam arti normatif .kalau dengan menggunakan watak ini orang bermaksud mengenakan norma-norma kepada orang yang yang sedang di perbincangkan.Dalam hubungan dengan hal ini,orang dikatakan mempunyai watak kalau sikap,tingkah laku,dan perbuatannya di pandang dari segi-segi norma sosial ialah baik.


Implikasi Perkembangan moral terhadap pendidikan


Beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan guru disekolah dalam membantu perkembangan moral dan spiritual peserta didik, yaitu :

1. Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kurikulum tersembunyi, yakni menjadi sekolah sebagai atmosfer moral dan agama secara keseluruhan. Atmosfer disini termasuk peraturan sekolah dan kelas, sikap terhadap kegiatan akademik dan ekstra kurikuler, orientasi moral yang dimiliki guru dan pegawai serta materi teks yang digunakan. Terutama guru dalam hal ini harus mampu menjadi model tingkah laku yang mencerminkan nilai-nilai moral dan agama. Tanpa adanya model tingkah laku yang baik dari guru, maka pendidikan moral dan agama yang diberikan disekolah tidak akan efektif menjadi peserta didik yang moralis dan religius.

2. Memberikan pendidikan moral langsung, yakni pendidikan moral dengan pendekatan pada nilai dan juga sifat selama jangka waktu tertentu, atau menyatukan nilai-nilai dan sifat-sifat tersebut kedalam kurikulum. Dalam pendekatan ini, intruksi dalam konsep moral tertentu dapat mengambil bentuk dalam contoh dan definisi, diskusi kelas dan bermain peran, atau memberi penghargaan kepada siswa yang berperilaku secara tepat.

3. Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan moral tidak langsung yang berfokus pada upaya membantu siswa memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk dicari. Dalam klarifikasi nilai, siswa diberikan pertanyaan dan mereka diharapkan untuk memberi tanggapan, baik secara individual maupun secara kelompok.tujuannya adalah untuk menolong siswa menentukan nilai mereka sendiri dan menjadi peka terhadap nilai yang di dapat oleh orang lain.

Menjadikan pendidikan sebagai wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari pengalaman keberagamaan. Oleh sebab itu, pendidikan agama yang dilangsungkan disekolah harus lebih menekankan pada penempatan peserta didik untuk mencari pengalaman keberagamaan. Dengan demikian maka yang ditonjolkan dalam pendidikan agama adalah ajaran dasar agama yang asarta dengan nilai-nilai spiritualitas dan moralitas seperti kedamaian dan keadilan.

Baca juga : Peranan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Terhadap Guru dan Murid  

REFLEKSI


Bahwasanya moral merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yang harmoni, dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi, yang mana penalaran moral berkenaan dengan keluasan wawasan mengenai relasi antara diri dan orang lain, hak dan kewajiban. Jadi, jika kita bertindak dengan moral maka kita adalah orang yang mendasarkan tindakannya atas penilaian baik-buruknya sesuatu.

Posting Komentar untuk "Perkembangan Moral, Teori dan Implikasinya terhadap Pendidikan di Indonesia"