Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kondisi Perbankan Indonesia Saat Krisis Ekonomi Mulai Akhir Tahun 1990-an


Kondisi Perbankan Saat Krisis Ekonomi Mulai Akhir Tahun 1990-an


1) Tingkat kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap perbankan di Indonesia menurun drastis.

Kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dana pada bank turun karena masyarakat banyak memperoleh informasi tentang permasalahan yang terdapat pada bank-bank yang ada. Banyak bank yang melanggar aturan-aturan kesehatan bank dari Bank Indonesia, banyak bank yang likuiditas, banyak berita tentang kredit macet, banyak bank yang ditutup, adanya masalah pengembalian dana simpanan nasabah, dan banyak masalah perbankan yang lain.

Baca juga : Tujuan dan Fungsi Kepailitan Menurut Pasal 1131 dan 1132 Mengenai Tanggung Jawab Debitor  

2) Sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat.

Peraturan kesehatan bank sulit sekali untuk diterapkan dalam kondisi krisis ekonomi ini, sebab apabila aturan diterapkan apa adanya maka sebagian besar bank sudah tidak lagi layak untuk meneruskan kegiatan usahanya.pelanggaran yang paling menonjol adalah tidak terpenuhinya rasio kecukupan modal dan batas maksimum pemberian kredit.

3) Adanya spread negatif.

Kepercayaan masyarakat sangat rendah terhadap perbankan serta kebijakan uang ketat oleh otoritas moneter melalui pernaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menyebabkan perbankan tidak mempunyai alternative lain umtuk menghimpun dan menyalurkan dana. Konsekuensi dari kebijakan spread negative ini adalah bank harus menanggung rugi dalam kegiatan usaha penghimpunan dan penyaluran dananya.



4) Munculnya penggunaan peraturan perundangan yang baru.

Peraturan dan perundangan baru yang ditetapkan setelah adanya krisis ekonomi ini antara lain adalah:
a) Undang-undang Nomer 3 Tahun 2004 tentang Perubahaan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

b) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

c) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

d) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum.

e) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan prinsip Syariah.

f) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat.
g) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat prinsip Syariah.

h) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/37/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Persyaratan dan Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kator Cabang Pembantu, dan Kantor Perwakilan dari Bank Yang Berkedudukan di Luar Negeri.

i) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/50/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembelian Saham Bank Umum.

j) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dab Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akusisi Bank Umum.

k) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/52/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dab Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akusisi Bank Perkreditan Rakyat.

l) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/53/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Umum.

m) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/53/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Perkreditan Rakyat.

Baca juga : Pengertian Pailit menurut Black Law Dictionary dan Asas-asas Hukum Kepailitan  

5) Jumlah bank menurun.

Kondisi sektor rill yang sanngat lemah, proporsi kredit bermasalah yang semakin besar, dan likuditas yang semakin rendah menyebabkan bank makin lama makin sulit untuk meneruskan usaha.

Kondisi Terakhir


Tiga hal penting menandai kondisi terakhir sector perbankan di Indonesia. Ketiga hal tersebut adalah:

1) Selesainya penyusutan Arsitektur Pernbankan Indonesia (API).Munculnya API ini dipicu oleh adanya krisis perbankan dan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia mulai tahun 1997.

2) Serangkaian rencana dan komitmen pemerintah, DPR dan Bank Indonesia untuk membentuk atau menyusun:
  1. Lembaga penjamin simpanan
  2. Lembaga pengawas perbankan yang idependen
  3. Otoritas jasa keuangan
3) Kinerja perbankan yang lebih menunjukan kondisi masa peralihan atau awal masa pemulihan dari krisis ekonomi kea rah kondisi perbankan yang lebih sesuai dengan praktik-praktik perbankan yang lebih baik. Praktik perbankan yang lebih baik ini antara lain mengarah kepada:

a) Manajemen pengelolaan risiko yang lebih baik.

b) Struktur perbankan nasonal yang lebih baik.

c) Penerapan prinsip kehati-hatian yang konsisten.

4) Penyaluran dana masyarakat kearah yang lebih mencerminkan bank sebagai perantara keuangan dengan tetap berlandaskan prinsip kehati-hatian.

Posting Komentar untuk "Kondisi Perbankan Indonesia Saat Krisis Ekonomi Mulai Akhir Tahun 1990-an"