Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tujuan dan Fungsi Kepailitan Menurut Pasal 1131 dan 1132 Mengenai Tanggung Jawab Debitor


Tujuan dan Fungsi Kepailitan


Tujuan kepailitan pada dasarnya memberikan solusi terhadap para pihak apabila Debitor dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar utang-utangnya. Kepailitan mencegah/menghindari tindakantindakan yang tidak adil dan dapat merugi semua pihak, yaitu: menghindari eksekusi oleh Kreditor dan mencegah terjadinya kecurangan oleh Debitor sendiri. 

Kepailitan merupakan lembaga hukum yang mempunyai fungsi penting, yaitu sebagai realisasi dari dua pasal penting di dalam KUHPerdata mengenai tanggung jawab Debitor terhadap perikatan-perikatan yang dilakukan yaitu Pasal 1131 dan 1132 sebagai berkut:

Pasal 1131:

“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang beru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”.

Baca juga : Pengertian dan Konsep Dasar Bank Syariah (Bank Islam) menurut Alquran dan Hadits  

Pasal 1132:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Pasal 1131 KUH Perdata tersebut diatas mengandung asas bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap utangnya, tanggung jawab mana berupa menyediakan kekayaannya baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, jika perlu dijual untuk melunasi utang-utangnya (asas Schuld dan Haftung). Pasal 1132 KUH Perdata mengandung asas bahwa apabila seorang Debitor mempunyai beberapa Kreditor maka kedudukan para Kreditor adalah sama (asas paritas creditorium). Jika kekayaan Debitor itu tidak mencukupi untuk melunasi utang-utangnya, maka para Kreditor itu dibayar berdasarkan asas keseimbangan, yaitu masing-masing memperoleh piutangnya seimbang dengan piutang Kreditor lain. Namun demikian Undang-undang mengadakan penyimpangan terhadap asas keseimbangan ini, jika ada perjanjian atau Undang-undang menentukannya.


Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 (UUK) menentukan bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya, atau oleh Kejaksaan untuk kepentingan umum, atau oleh Bank Indonesia dalam hal Debitornya adalah bank, atau oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, atau oleh Menteri Keuangan dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, Badan Usaha Milik Negara. Melihat bunyi pasal tersebut, dalam masalah kepailitan titik berat proporsinya adalah kepentingan baik kepentingan Debitor dan kepentingan para Kreditor. Seorang/badan hukum dinyatakan pailit tidaklah dimaksudkan agar supaya ia dibebaskan dari kewajibannya membayar utang-utangnya, karena tujuan kepailitan ialah agar supaya sisa harta kekayaannya diatur untuk pembayaran kembali utang-utang Debitor secara adil. Dalam pengaturan pembayaran kembali ini baik untuk kepentingan Debitor sendiri ataupun kepentingan para Kreditornya.

Baca juga : Regulasi Perbankan Syariah (Bank Islam) di Indonesia, 4 Point Penting yang Harus Dipenuhi  

Menurut Rudhi Prasetya, adanya lembaga kepailitan berfungsi untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak Kreditor yang memaksa dengan berbagai cara agar Debitor membayar utangnya. Adanya lembaga kepailitan memungkinkan Debitor membayar utangutangnya itu secara tenang, tertib, dan adil, yaitu:

(1) Dengan dilakukannya penjualan atas harta pailit yang ada, yakni seluruh harta kekayaan yang tersisa dari Debitor;

(2) Membagi hasil penjualan harta pailit tersebut kepada sekalian Kreditor yang telah diperiksa sebagai Kreditor yang sah, masing-masing sesuai dengan:
  • hak preferensinya;
  • proporsional dengan hak tagihannya dibandingkan dengan besarnya hak tagihan Kreditor konkuren lainnya.

Posting Komentar untuk "Tujuan dan Fungsi Kepailitan Menurut Pasal 1131 dan 1132 Mengenai Tanggung Jawab Debitor"