Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kekuatan Ekonomi Umat Islam dan Dampak Buruk Riba (Bunga Bank)


Kekuatan Ekonomi Umat Islam


Salah satu aspek penting dalam muamalat Islam adalah ekonomi dan praktek keuangan yang berdasar pada prinsip-prinsip Islam yang di bangun diatas fondasi aqidah, keadilan, kesejahteraan, persaudaraan, tanggung jawab dan sebagainya. Aqidah sebagai fondasi utama mengajarkan sesuatu falsafah kehidupan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah untuk kepentingan manusia, ditata dan dikelola dalam rangka memenuhi kebutuhan primer sehingga manusia mampu melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah dengan tetap menjaga keharmonisan dengan sesama.

Baca juga : Proses Bisnis Asuransi, Jasindo Oto, Asuransi Syariah Jasindo Tafakul dan PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero)  

Aqidah sebagai falsafah dasar diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi manusia dalam mengarahkan aktivitas ekonomi sesuai sesuai dengan aturan dan norma kemanusiaan sehingga tercipta tatanan good governanace dan market discipline yang baik. Sedangkan fondasi lain merupakan fondasi sekunder yang lahir sebagai refleksi dari fondasi aqidah yang baik. Artinya, aqidah sebagai fondasi utama memiliki efek turunan pada pelaku ekonomi dan bisnis dalam berpijak pada prinsip-prinsip ketuhanan dan kemanusiaan seperti prinsip persaudaraan, kesejahteraan, keadilan dan tanggung jawab.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi pada nilai-nilai syari’ah memiliki kekuatan untuk menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. Keadilan dan kesejahteraan sangat mungkin apabila gap teoritik dan praktis dalam operasional lembaga ekonomi Islam tidak terjadi. Operasional lembaga ekonomi Islam harus betul-betul mencerminkan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya sehingga dengan demikian stereotype Islam sebagai rahmat bagi semua, melalui lembaga ekonomi, dapat terwujud. Jihad membebaskan masyarakat, bebas dari riba merupakan jihad akbar ekonomik yang dapat diwujudkan secara kongkrit melalui aksi-aksi yang betul-betul mencerminkan praktek ekonomi Islam.

Selain itu rasionalitas pelarangan bunga juga menjadi kontribusi daya tarik dan kekuatan ekonomi Islam. Terdapat beberapa alasan terkait dengan pelarangan bunga karena bunga dianggap tidak adil (unjust). Membuka kran bagi rusaknya tatanan ekonomi masyarakat (corrupt society), penghargaan yang tidak layak terhadap hak property orang lain, muncul ekses negatif bagi pertumbuhan ekonomi dan bunga dapat mereduksi kepribadian manusia (nasabah).




1. Bunga tidak adil

Bunga itu praktek ketidakadilan. Sebuah kontrak yang didasarkan pada bunga melibatkan ketidakadilan terhadap salah satu perihal, kadang-kadang kepada pemberi pinjaman dan kadang-kadang kepada peminjam(QS. 2: 279). Kontrak riba ditetapkan tidak adil kepada peminjam karena jika seseorang mengambil pinjaman dan menggunakannya dalam usahanya, ia dapat memperoleh keuntungan atau ia dapat berakhir dengan sebuah kerugian. Apabia terjadi kerugian, wirausahawan tidak akan pernah menerima imbalan atas waktu dan usahanya. Selain kerugian tersebut, ia harus membayar bunga dan modal kepada pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman atau penyedia modal meskipun usaha tersebut berakhir dengan kerugian ia tetap memperoleh modalnya kembali beserta bunganya. Dalam konteks inilah riba dianggap tidak adil.

Transaksi ekonomi yang didasarkan pada sistem bunga melibatkan ketidakadilan pada satu pihak. Terkadang ketidakadilan itu dialami pihak penerima pinjaman (masyarakat/pengusaha) pada pihak lain pemberi pinjaman modal (bank). Transaksi dengan sistem bunga mengandung unsur ketidakadilan bagi peminjam disebabkan jika seorang nasabah mendapat pinjaman modal dan menggunakannya dalam bisnis ia bisa memperoleh salah satu di antara dua kemungkinan, yaitu ia mendapat keuntungan atau ia harus mengakhiri usahanya dengan bangkut. Dalam hal kebangkrutani ini, masyarakat/nasabah tidak akan menerima hasil dari waktu dan tenaga serta jerih payahnya. Pada sisi lain, dia harus tetap membayar pokok pinjaman disertai bunga pada pihak yang memberi pinjaman.

2. Bunga merusak masyarakat

Bunga merusak masyarakat. Disini penjelasannya adalah bahwa terdapat suatu hubungan antara memungut bunga dengan fasad, yang diterjemahkan secara lepas sebagai kecurangan masyarakat (tindakan yang illegal menurut Islam). Penjelasan ini diungkapkan dalam Surat 30: 3741. Didalam kerangka pikir umum bahwa fasad dalam masyarakat dihasilan dari perilaku manusia (yang keliru), kita dapat dengan jelas membaca sub pesan bahwa memungut bunga merupakan salah satu dari segi perilaku keliru yang merusak masyarakat (corrupts society).

Baca juga : Pengertian dan Manfaat Asuransi, Karakteristik, Risiko dan Ketidakpastian

3. Menghargai harta orang lain secara tidak layak

Praktek bunga secara memberikan dampak yang tidak layak terhadap properti atau harta benda orang lain. Bunga atas uang dianggap mewakili terbentuknya hak-hak harta benda yang seketika itu juga yang tidak dibenarkan. Hal ini tidak dibenarkan, karena bunga merupakan sebuah hak harta benda yang diklaim diluar kerangka yang sah atas hak harta benda yang diakui. Hal ini bersifat seketika itu juga setelah kontrak untuk peminjaman atas bunga ditandatangani. Sebuah hak atas harta benda peminjam diciptakan untuk pemberi pinjaman.

Posting Komentar untuk "Kekuatan Ekonomi Umat Islam dan Dampak Buruk Riba (Bunga Bank)"