Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyakit Demam Tifoid Infeksi Akut Usus Halus, Pengertian, Sebab, Gejala dan Diagnosis


Thypoid Fever, Tropical Disease


Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman Salmonella typhi dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyakit ini termasuk penyakit menular endemik yang dapat menyerang banyak orang dan masih merupakan masalah kesehatan di daerah tropis terutama di negara-negara sedang berkembang (Hadisaputro, 1990; Noer, 1996)

Di negara berkembang angka kematian akibat demam tifoid berkisar antara 2,3 – 16,8% (Hadisaputro, 1990. Angka kematian penderita yang dirawat di rumah sakit di Indonesia mengalami penurunan dari 6% pada tahun 1969 menjadi 3,74% pada tahun 1977 dan sebesar 3,4 % pada tahun 1978 (Harjono, 1980; Sibuea, 1992)

Baca juga : Penyakit Delirium Fungsi Otak pada Lansia, Pengertian dan Sebab Terjadinya  

Sebuah penelitian berbasis populasi yang melibatkan 13 negara di berbagai benua, melaporkan bahwa selama tahun 2000 terdapat 21.650.974 kasus demam tifoid dengan angka kematian 10% (Crump, 2004). Insidens demam tifoid pada anak tertinggi ditemukan pada kelompok usia 5-15 tahun. Indonesia merupakan salah satu negara dengan insidens demam tifoid, pada kelompok umur 5-15 tahun dilaporkan 180,3 per 100,000 penduduk (Ochiai, et al, 2004; Retnosari, et al, 2001)

Pada Penderita dapat terjadi delirium atau gelisah, jarang koma. Meningitis tifoid, ensefalomyelitis, sindroma Guillain Barre, neuritis kranialis atau perifer, dan gejala psikotik, walaupun jarang, pernah dilaporkan. Komplikasi berat lain yang pernah dilaporkan adalah perdarahn (menyebabkan kematian yang cepat pada beberapa penderita), hepatitis, miokarditis, pneumonia, Disseminated intravascular coagulation (DIC), trombositopenia, dan haemolytic uraemic syndorme (WHO, 2003)

Pediatric Epidemiology


Di Indonesia demam tifoid bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari telaah kasus di beberapa rumah sakit besar, kasus tersangka demam tifoid menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dengan kematian antara 0,6 – 5,0% (Direktorat Jendral PPM & PL, 2003). Berdasarkan data berbasis rumah sakit, demam tifoid lebih sering ditemukan pada kelompok usia sekolah dan dewasa muda. Insidens pada kelompok usia kurang dari 5 tahun umumnya rendah, meskipun ada suatu laporan berdasarkan studi komunitas insidensnya cukup tinggi mencapai 44% (Sinha, et al, 1999). Pada area endemik demam tifoid banyak ditemukan kasus terjadi pada usia 3-19 tahun (WHO, 2003). Data tahun 2010 menunjukkan bahwa demam tifoid menduduki peringkat ke-3 dari 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat inap rumah sakit indonesia (Anggraini et al, 2014). Brooks et al (2005) dalam penelitiannya di daerah urban slum di Dhaka dengan surveilans aktif mendapatkan besarnya risiko relatif anak pra-sekolah untuk mendapat penyakit demam tifoid sebesar 8,9 kali dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih tua

Temuan Klinis


Gambaran klinis demam tifoid sangat bervariasi, ringan sampai berat dengan komplikasi yang dapat menyebabkan kematian. Salah satu faktor yang mempengaruhi variasi ini terutama adalah usia. Meskipun demam tifoid pada usia < 5 tahun dapat disertai sepsis, secara umum gambaran klinis lebih ringan sehingga dapat menyulitkan dalam menegakkan diagnosis (Cleary, 2004).

Gejala yang biasanya dijumpai adalah demam sore hari dengan serangkaian keluhan klinis, seperti anoreksia, mialgia, nyeri abdomen, dan obstipasi. Dapat disertai dengan lidah kotor, nyeri tekan perut, dan pembengkakan pada stadium lebih lanjut dari hati atau limpa atau kedua-duanya (Bhan, et al, 2005; Bhutta, 2006) Pada anak, diare sering dijumpai pada awal gejala yang baru, kemudian dilanjutkan dengan konstipasi (Bhutta, 2006). Konstipasi pada permulaan sering dijumpai pada orang dewasa (Bhan, et al, 2005). Walaupun tidak selalu konsisten, bradikardi relatif saat demam tinggi dapat dijadikan indikator demam tifoid (Bhan, et al, 2005; Bhutta, 2006). Pada sekitar 25% dari kasus, ruam makular atau makulopapular (rose spots) mulai terlihat pada hari ke 7-10, terutama pada orang berkulit putih, dan terlihat pada dada bagian bawah dan abdomen pada hari ke 10-15 serta menetap selama 2-3 hari (Bhutta, 2006).

Permasalahan dalam thypoid fever


Sekitar 10-15% dari pasien akan mengalami komplikasi, terutama pada yang sudah sakit selama lebih dari 2 minggu (Bhan, et al, 2005; Anonymous. 2006) Komplikasi yang sering dijumpai adalah reaktif hepatitis, perdarahan gastrointestinal, perforasi usus, ensefalopati tifosa, serta gangguan pada sistem tubuh lainnya mengingat penyebaran kuman adalah secara hematogen (Anonymous. 2006).

Baca juga : Gejala-gejala Penyakit Delirium Lansia dan Cara Penanganannya  

Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan seperti higiene perorangan yang rendah, lingkungan yang kumuh seperti, penyediaan air bersih yang kurang memadai, pembuangan sampah dan kotoran manusia yang kurang memenuhi syarat kesehatan, kebersihan tempat umum (rumah makan, restoran) yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat (Depkes RI, 2006). Lingkungan yang buruk akan meningkatkan potensi penyebaran penyakit menular. Faktor-Faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut salah satunya adalah sanitasi lingkungan setempat (Muzakkir dan Nani, 2014). Pada penelitian Alladany (2010), faktor sanitasi lingkungan dan perilaku kesehatan yang merupakan faktor risiko kejadian Demam tifoid, antara lain yaitu kualitas sumber air bersih, kualitas jamban keluarga, pengelolaan sampah rumah tangga, praktik kebersihan diri, serta pengelolaan makanan dan minuman rumah tangga.

Disisi lain, pemberian terapi antibiotik yang kurang tepat dapat menimbulkan masalah resistensi dan potensi terjadinya kejadian efek samping sehingga diperlukan peran apoteker untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibitotik (CDC, 2015). Meningkatnya kejadian resistensi antibiotik menjadi penyebab dalam perkembangan infeksi menjadi lebih parah, terjadinya komplikasi, waktu tinggal di rumah sakit yang menjadi lebih lama dan peningkatan risiko kematian (Llor & Bjerrum, 2014). Sebesar 30-50% indikasi terapi, pemilihan antibiotik atau durasi terapi antibiotik tidak tepat. Konsentrasi subterapetik dapat memicu resistensi antibiotik (Ventola, 2015). Terlepas dari kesalahan dan ketidaktepatan dalam pemberian terapi, hal tersebut akan berpengaruh pada meningkatnya biaya perawatan dan penurunan kualitas pelayanan rumah sakit (Anggraini et al, 2014)


Uji Serologi Thypoid Fever


Gambaran darah tepi pada permulaan penyakit dapat berbeda dengan pemeriksaan pada keadaan penyakit yang lanjut. Pada permulaan penyakit, dapat dijumpai pergeseran hitung jenis sel darah putih ke kiri, sedangkan pada stadium lanjut terjadi pergeseran darah tepi ke kanan (limfositosis relatif ). Ciri lain yang sering ditemukan pada gambaran darah tepi adalah aneosinofi lia (menghilangnya eosinofil (Bhan, et al, 2005). Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan pemeriksaan laboratorium didasarkan pada 3 prinsip, yaitu: (Mehta, 2008)

  • Isolasi bakteri
  • Deteksi antigen mikroba
  • Titrasi antibodi terhadap organisme penyebab

Kultur darah merupakan gold standard metode diagnostik dan hasilnya positif pada 60-80% dari pasien, bila darah yang tersedia cukup (darah yang diperlukan 15 mL untuk pasien dewasa) (Mehta, 2008). Untuk daerah endemik dimana sering terjadi penggunaan antibiotik yang tinggi, sensitivitas kultur darah rendah (hanya 10-20% kuman saja yang terdeteksi) (Bhutta, 2006). Peran pemeriksaan Widal (untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen Salmonella typhi) masih kontroversial (Mehta, 2008). Biasanya antibodi antigen O dijumpai pada hari 6-8 dan antibodi terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12 setelah sakit (Mehta, 2008). Pada orang yang telah sembuh, antibodi O masih tetap dapat dijumpai setelah 4-6 bulan dan antibodi H setelah 10-12 bulan. Karena itu, Widal bukanlah pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan penyakit (Zulkarnain, 2000). Diagnosis didasarkan atas kenaikan titer sebanyak 4 kali pada dua pengambilan berselang beberapa hari atau bila klinis disertai hasil pemeriksaan titer Widal di atas rata-rata titer orang sehat setempat. Pemeriksaan Tubex dapat mendeteksi antibodi IgM. Hasil pemeriksaan yang positif menunjukkan adanya infeksi terhadap Salmonella. Antigen yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah O9 dan hanya dijumpai pada Salmonella serogroup D (Mehta, 2008).

Baca juga : Pola Asuh Makan Anak Adalah : Pengertian dan Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan    

Pemeriksaan lain adalah dengan Typhidot yang dapat mendeteksi IgM dan IgG. Terdeteksinya IgM menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan terdeteksinya IgG dan IgM menunjukkan demam tifoid akut pada fase pertengahan (Mehta, 2008). Antibodi IgG dapat menetap selama 2 tahun setelah infeksi, oleh karena itu, tidak dapat untuk membedakan antara kasus akut dan kasus dalam masa penyembuhan Yang lebih baru lagi adalah Typhidot M yang hanya digunakan untuk mendeteksi IgM saja (Mehta, 2008). Typhidot M memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan Typhidot. Pemeriksaan ini dapat menggantikan Widal, tetapi tetap harus disertai gambaran klinis sesuai yang telah dikemukakan sebelumnya (Bhutta, 2006).

Posting Komentar untuk "Penyakit Demam Tifoid Infeksi Akut Usus Halus, Pengertian, Sebab, Gejala dan Diagnosis"