Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kendala dan Masalah Upaya Pemenuhan Hak Kesehatan Bagi Masyarakat


Kendala atau Masalah yang Berkaitan dengan Upaya Pemenuhan Hak Kesehatan Bagi Masyarakat di Berbagai Kalangan?


Pada pembahasan rumusan masalah kali ini penulis akan memaparkan dengan mengambil satu contoh masalah yang diambil dari artikel jurnal berjudul “Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (Studi Tentang Kepuasan Pasien Rawat Inap Peserta Jamkesmas Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu)”.Dalam konteks ini, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sebagai operator terdepan pelayanan publik sektor kesehatan di daerah kerapkali menjadi sorotan publik terkait dengan aspek kualitas pelayanannya yang dinilai masih rendah, terutama bagi kalangan masyarakat miskin. 

Hal ini mudah dipahami mengingat RSUD merupakan organisasi pemerintah yang memiliki peranan strategis dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat di daerahserta dalam penyelenggaraan layanan bersifat nirlaba, dalam pengertian, sektor ini harus lebih mengedepankan fungsi sosial ketimbang fungsi ekonominya.Dalam pelayanan publik sektor kesehatan, masyarakat miskin mendapatkan perhatian ekstra bukan hanya karena tingginya jumlah penduduk miskin dari data yang dimiliki pemerintah, melainkan karena kondisi sosial dan psikologis mereka cenderung menjadikan mereka rentan untuk mendapatkan perlakuan diskriminatif dalam mengakses pelayanan tersebut. Harus kita akui bahwa perhatian pemerintahsemakin meningkat dengan hadirnya sejumlah program asuransi kesehatan bagi kalangan masyarakat ini,namun program tersebut ternyata masih menyisakan berbagai persoalan, terutama di seputar sikap dan etika pelayanan dari penyelenggara pelayanan. 


Pihak penyelenggara pelayanan pada umumnya memiliki pandangan yang streotipe terhadap kalangan ini sebagai pihak yang memanfaatkan sumberdaya birokrasi pelayanan tanpa memberikan kontribusi pemasukan kepada sumber daya birokrasi itu sendiri. Sebaliknya dari sisi masyarakat miskin, pendidikan yang rendah dan akses terhadap pengetahuan yang sangat minim, menyebabkan mereka kurang menyadari hak-hak mereka sebagai warga negara (civil right) dalam memperoleh pelayanan kesehatan.Hal tersebut menjadi penyebab rendahnya kontrol sosial masyarakat miskin terhadap pihak penyelenggara pelayanan, sehingga penyelenggara pelayanan tidak berusaha untuk melakukan perbaikan kualitas pelayanan yang berimplikasi pada buruknya kualitas pelayanan. 

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Indramayu merupakan salah satu SKPD di Kabupaten Indramayu yang memiliki statusRumah Sakit tipe B dengan menyelenggarakan 13 unit pelayanan.Jumlah pasien yang melakukan kunjungan ke RSUD ini dari tahun ke tahun memperlihatkan kecenderungan meningkat, baik kunjungan pasien rawat jalan maupun rawat inap. Adapun dari sisi kunjungan pasien rawat inap, data tahun 2011sampai dengan tahun 2013 menunjukkan fluktuasi. Namun demikian, selama jangka waktu tiga tahun tersebut kunjungan kalangan keluarga miskin yang menggunakan fasilitas Jamkesmas dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) selalu berada di atas 50% dari total kunjungan rawat inap. 

Beranjak dari latar belakang, maka yang menjadi fokus dari studi ini adalah kepuasan pasien rawat inap peserta Jamkesmas RSUD Kabupaten Indramayu, menimbang dalam paradigma penyelenggaraan pelayanan publik dewasa ini yang menjadi parameter berkualitas tidaknya organisasi penyelenggara layanan adalah kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Selanjutnya perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana kepuasan pasien rawat inap peserta Jamkesmas pada RSUD Kabupaten Indramayu? Adapun tujuannya untuk memahami konsep dan teori dalam memecahkan permasalahan yang aktual di lapangan, khususnya dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, sejak tahun 2005 telah diupayakan untuk mengatasi hambatan dan kendala tersebut melalui pelaksanaan kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang Penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin. 


Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penjaminan terhadap masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin, dan mendekati miskin, program ini berganti nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Jamkesmas dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran.Tujuan umum Jamkesmas adalah meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Aspek Kepuasan Pasien Rawat Inap Peserta Jamkesmas pada RSUDKabupaten Indramayu. Seluruh informan yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki harapan untuk mendapatkan pertolongan dan pelayanan yang baik ketika menjalani perawatan, baik dari segi kenyamanan, fasilitas, keramahan perawat dan petugas rumah sakit, ketelitian dokter dan perawat dalam menangani mereka. 


Harapan seperti ini dikemukakan oleh seorang informan yangsudah tiga hari menjalani rawat inap karena penyakit typus yang dideritanya: “…yang saya harapkan pastinya dari segi kenyamanan dan kemudian fasilitas yang memadai, lalu keramahan perawat, kesigapan dan ketelitian dokter dan perawat dalam merawat saya.” Selanjutnya ketika informan tersebut diminta tanggapannya mengenai kesesuaian antara harapannya itu dengan realita yang dialami setelah beberapa hari menjalani perawatan, informan menjawab tidak sepenuhnya, bahkan banyak hal yang tidak sesuai dengan harapannya. “Sejauh yang saya ketahui, rumah sakit merupakan tempat yang seharusnya jauh dari kegaduhan dan mengutamakan kenyamanan.” Dengan demikian, kenyataan yang dialami berbeda dengan harapannya. Ketika pertanyaan yang sama ditujukan kepada beberapa informan lain, ditemukan enam orang yang memberikan esensi jawaban sama, yakni pelayanan RSUD Kabupaten Indramayu tidak sesuai dengan harapan mereka karenapelayanannya tidak terlalu baik. 

Pelayanan yang dimaksud ditujukan pada aspek keramahan dan sopan santun (courtesy) serta kecepatan dalam menanggapi permintaan medis. Adapula informan yang merasa tidak puas terhadap pelayanan rumah sakit yang ditujukan pada dimensi reliability, yakni keandalan pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit, seperti pernyataan informan berikut: “Saya tidak puas dengan pelayanan rumah sakit ini karena sudah pulang kambuh lagi dan dirawat lagi.” Menurut informan tersebut, rawat inap yang dijalaninya saat ini merupakan yang kedua kalinya. Rawat inap pertama dijalaninya selama 3 hari, baru pulang selama 4 hari, penyakitnya kambuh dan harus menjalani rawat inap kembali. Kejadian seperti ini menurut pihak rumah sakit, seringkali terjadi disebabkan banyak pasien yang memaksa pulang ke rumah walaupun dokter belum merekomendasikan kesembuhan bagi pasien bersangkutan. Kasus seperti ini yang dikonstatir menjadi salah satu penyebab masih rendahnya capaian ALOS (Average Length of Stay) atau rata-rata lamanya pasien dirawat di rumah sakit tersebut. 

Studi ini menginformasikan bahwa sebagian besar informan memiliki keinginan untuk secepatnya sembuh dan segera pulang ke rumah. Suatu keinginan dan harapan yang tentunya ada pada diri setiap orang yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, walaupun mereka dibebaskan dari biaya perawatan maupun pengobatan. Dengan demikian, pasien yang pulang paksa tidak semata-mata karena kualitas pelayanan yang buruk. Kualitas pelayanan yang baik pun tidak sepenuhnya menjamin pasien betah untuk berlama-lama dirawat di sebuah rumah sakit, menimbang bahwa pasien rawat inap Jamkesmas mayoritas berpendidikan rendah sehingga tidak memahami kondisi kesehatan mereka. Pada umumnya mereka beranggapan bahwa setelah mendapatkan pengobatan dan perawatan, mereka merasa sudah sembuh dari penyakit yang diderita. 

Dalam konteks ini, yang dibutuhkan oleh pasien adalah informasi mengenai kondisi kesehatan mereka. Dengan demikian pihak rumah sakit seyogyanya lebih meningkatkan upaya-upaya yang bersifat informatif, misalnya menjelaskan kepada pasien maupun anggota keluarga mengenai perkembangan kesehatan mereka dengan penggunaan bahasa yang mudah dipahami dan melalui cara-cara persuasif. Hal sudah tentu ini menuntut adanya kedekatan psikologis antara petugas medis dan pasien sehingga di antara keduanya tercipta komunikasi yang baik. Namun hubungan yang dilandasi afeksi tampaknya tidak ditemukan dalam pola hubungan antara pasien dan petugas medis di RSUD Kabupaten Indramayu. Hal ini diindikasikan dengan jawaban sebagian besar responden yang mengatakan “biasa saja” ketika pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan perasaan mereka pada saat berhubungan dengan dokter maupun perawat. 


Adapun responden yang menjawab secara tegas pelayanan rumah sakit sudah sesuai dengan harapan sejumlah 6 orang, diantaranya seorang bapak yang sepanjang wawancara berlangsung mengekspresikan kegembiraan, dengan wajah selalu tersenyum mengemukakan tanggapan sebagai berikut: “ Pelayanan rumah sakit ini sesuai dengan harapan saya dan saya puas dengan pelayanan rumah sakit ini. Semoga pelayanan rumah sakit dengan kartu Jamkesmas lebih baik lagi untuk ke depannya.” Sementara itu ada dua orang informan yang agak ragu memberikan pernyataan ketika diminta pendapatnya mengenai kesesuaian antara harapan dengan kenyataan yang mereka dapatkan selama menjalani rawat inap. Menurut mereka, sebenarnya harapan mereka tidak sepenuhnya didapatkan, namun ketika ditanya apakah informan merasa puas dengan pelayanan rawat inap di rumah sakit ini. Responden pertama menjawab: “Puas saja karena sudah ditolong sih ya, terimakasih.”Dari beberapa tanggapan informan di atas dapat dikemukakan bahwa kategori informan yang menjawab puas dengan pelayanan RSUD Kabupaten Indramayu adalah informan yang merasa harapan mereka terpenuhi.


Hal ini berhubungan dengan apresiasi mereka yang positif terhadap lima dimensi mutu pelayanan (tangible,reliability,responsiveness,assurance, danempathy) yang diselenggarakan rumah sakit. Sebaliknya, kategori informan yang merasa tidak puas maupun kurang puas, karena merasa harapan mereka tidak terpenuhi. Hal ini dapat ditelusuri dari jawaban-jawaban mereka ketika diminta tanggapan terhadap lima dimensi kualitas pelayanan, mayoritas memiliki apresiasi negatif terhadap satu atau lebih dimensi kualitas pelayanan. Pernyataan beberapa responden di atas – setidaknya − menjadi jawaban atas pertanyaan mengapa masih banyak warga Kabupaten Indramayu yang berobat ke rumah sakit-rumah sakit di luar Indramayu. Sebagaimana pernah diungkap oleh Bupati Indramayu, H. Anna Sophanah pada suatu kesempatan sebagai berikut: “Jujur saja, masyarakat Indramayu saat menderita sakit, masih banyak yang berobat di luar Indramayu. Ini menjadi bahan introspeksi bagi kami. Jangan-jangan rumah sakit yang ada di Indramayu belum memenuhi harapan masyarakat.” (Sindo, 21 Pebruari 2013). 

Dari kajian di atas dapat dikemukakan bahwa berdasarkan klasifikasi tipe-tipe kepuasan maupun ketidakpuasan pasien rawat inap pengguna Jamkesmas di RSUD Kabupaten Indrmayu ditemukan dua tipe pasien yang cenderung bersikap pasif dalam menuntut perbaikan pelayanan, yakni pasien bertipe resigned customer satisfaction dan stable customer dissatisfaction. Namun ada hal mendasar yang membedakan sikap pasif dari kedua tipe tersebut.Sikap pasif yang mendasari tipe pertama adalah sikap mawas diri(self-fulfilling) untuk tidak berharap lebih dari sekedar mendapatkan pertolongan. Menurut Dwiyanto (2010:115) masyarakat dalam kategori ini pada umumnya menganggap pelayanan publik merupakan kebaikan dan kedermawanan pemerintah atau negara, sehingga cenderung pasrah dan menerima apa adanya pelayanan dari pemerintah dan birokrasinya. Mereka pada umumnya kurang peduli terhadap penyelenggaraan pelayanan publik. Sementara Wasistiono (2003:15) memandang hal tersebut dari aspek masih rendahnya kesadaran anggota masyarakat akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara maupun sebagai konsumen, sehingga mereka cenderung menerima begitu saja layanan yang diberikan oleh instansi pemerintah, terlebih lagi apabila layanan yang diberikan bersifat cuma-Cuma. 

Sementara tipe kedua, stable customer dissatisfaction, yakni pasien bersikap pasif didorong perasaan pesimistis bahwa pihak rumah sakit akan melakukan perbaikan ke depan. Hasil wawancara dengan informan menyatakan bahwa ditemukan pengaduan pasien inap peserta Jamkesmas, namun jumlahnya tidak terlalu banyak. Pada umumnya pengaduan ditujukan pada aspek ketidakramahan petugas medis (khususnya ruang rawat kebidanan) dan petugas kebersihan. Sedangkan pasien yang merasa tidak puas memiliki tipe stable customer dissatisfaction, yaitu pasien tidak puas, namun cenderung bersikap pasif dalam menuntut perbaikan. Pasien yang merasa tidak puas berpotensi menyebabkan word of mouth negatif yang dapat merugikan citra lembaga di mata publik Indramayu. Maka dari itu pihak Manajemen RSUD Kabupaten Indramayu hendaknya lebih serius melakukan berbagai peningkatan kualitas pelayanan, menimbang berdasarkan hasil studi ini sebagian besar informan masih mengeluhkan kualitas pelayanan terutama ditujukan pada beberapa dimensi kualitas pelayanan di atas. 


Dalam hal ini pasien bertipe resigned customer satisfaction belum dapat dijadikan parameter bagi pihak penyelenggara layanan untuk mengklaim bahwa kualitas pelayanan yang diselenggarakan telah baik. Mereka merasakan puas didorong rasa mawas diri dengan kondisi sosial ekonomi kehidupan mereka. Selain itu, rendahnya penganduan dikonstatasikarena banyak pasien rawat inap peserta Jamkesmasbertipe stable customer dissatisfaction, yaitu pasien merasa tidak puas terhadap pelayanan, namun cenderung bersikap pasif dalam menuntut perbaikan. Pasien tipe terakhir ini memiliki potensi word of mouth negatif yang dapat merugikan citra lembaga di mata publik.

Posting Komentar untuk "Kendala dan Masalah Upaya Pemenuhan Hak Kesehatan Bagi Masyarakat"