Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Definisi Penyakit Insomnia, Etiologi, Penyebab, Epidemiologi dan Patofisiologi



Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan beraktivitas di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun, dengan 17% di antaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup.

Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien. Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini biasanya berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat situasional (seperti kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti kebisingan). Insomnia kronis adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi medis dan psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang mendasari untuk insomnia.

Baca juga : Kunyit, Bentuk Tanaman, Manfaat dan Klasifikasi

Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan keadaan fisiologis hyperarousal. Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan kondisi medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat meningkatkan resiko kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter perlu memahami bahwa insomnia adalah suatu kondisi tersendiri yang membutuhkan pengakuan dan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup bagi pasien mereka.

Definisi Insomnia


Definisi insomnia adalah keluhan gangguan tidur, sama ada kesulitan dalam memulai tidur atau mempertahankan tidur, dan/atau awal bangun dari tidur. Banyak sumber juga mengatakan adanya gangguan di siang hari yang terkait seperti kelelahan, cepat marah, penurunan memori dan konsentrasi dan lesu yang mengganggu banyak aspek fungsi di siang hari. Insomnia lebih sering menyerang perempuan daripada laki-laki, serta sering terjadi pada usia lanjut. Insomnia bisa diklasifikasikan kepada primer, yaitu insomnia yang terjadi tanpa disertai penyakit lain, dan juga sekunder, dimana insomnia tipe ini terjadi disebabkan oleh penyakit lain, masalah psikis, lingkungan, perilaku atau efek samping dari obat-obatan. Insomnia juga bisa diklasifikasikan sebagai insomnia akut (kurang dari 1 bulan) ataupun kronis, yaitu 1-6 bulan. Insomnia lebih tepat disebut sebagai suatu gejala dan bukan meupakan suatu diagnosis.

Walaupun semua definisi insomnia didasarkan pada presentasi gelaja, definisi diagnosis standar tidak ada. Tiga teks terpisah menyatakan kriteria diagnosis insomnia : The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM); The International Classification of Sleep Disorders; and The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorder. Beberapa definisi hanya didasarkan pada laporan gangguan tidur malam hari, sementara yang lain termasuk ciri-ciri seperti gangguan siang hari yang terkait (misalnya, kelelahan, lekas marah, atau penurunan memori atau konsentrasi), pengakuan ketidakpuasan tidur, atau kriteria lainnya.

Baca juga : Kencur, Klasifikasi, Penyebaran, Manfaat dan Nama Latin

Etiologi Insomnia


Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko insomnia meningkat jika terjadi pada :1

  • Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.
  • Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia meningkat sejalan dengan usia.
  • Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur.
  • Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.

Beberapa penyebab lain yang juga mendukung insomnia, yaitu :

  • Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
  • Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.
  • Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah malam.
  • Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
  • Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.
  • 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.


Epidemiologi


Penyakit insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering dikeluhkan masyarakat. Prevalensinya bervariasi berdasarkan definisi kasus dan kriteria diagnostik yang spesifik, sehingga estimasi prevalensi insomnia memiliki rentang sekitar 10% hingga 40%. Penelitian di Korea Selatan menunjukkan bagaimana variasi angka prevalensi insomnia berdasarkan definisinya. Ketika insomnia didefinisikan berdasarkan frekuensi tidur (gejala muncul selama 3 malam dalam 1 minggu) maka angkanya menjadi 17%. Bila definisinya mengarah pada kesulitan dalam mempertahankan tidur, nilainya menjadi 11,5%. Dengan menggunakan DSM-IV nilainya menjadi 5%. Suatu survey di Singapura menunjukkan 8% sampai 10% pasien yang datang ke dokter umum mengeluhkan gejala insomnia.

Penelitian ini menunjukkan kuantitas pasien insomnia yang datang kepada dokter umum tidaklah sedikit. Sebuah artikel menyatakan Riset internasional yang telah dilakukan US Census Bureau, International Data Base tahun 2004 terhadap penduduk Indonesia menyatakan bahwa dari 238,452 juta jiwa penduduk Indonesia, sebanyak 28,035 juta jiwa (11,7%) terjangkit insomnia.

Angka ini membuat insomnia sebagai salah satu gangguan paling banyak yang dikeluhkan masyarakat Indonesia. Dari segi jenis insomnianya, hasil penelitian di Amerika Serikat yang menggunakan DSM-IV menunjukkan 20% sampai 49% penduduk dewasa mengidap insomnia intermiten dan 10 sampai 20% mengidap insomnia kronis, di mana 25% dari pengidap insomnia kronis terdiagnosis sebagai insomnia primer. Prevalensi insomnia lebih tinggi pada wanita dan lansia (65 tahun ke atas). Wanita lebih sering 1,5 kali mengidap insomnia dibandingkan pria, dan 20-40% lansia mengeluhkan gejala-gejala pada insomnia tiap beberapa hari dalam 1 bulan.

Patofisiologi Insomnia


Etiologi dan patofisiologi insomnia belum bisa dijelaskan secara pasti tetapi insomnia dihubungkan dengan hipotesis peningkatan arousal. Arousal dikaitkan dengan struktur yang memicu kesiagaan di ARAS (ascending reticular activating system), hipotalamus, basal forebrain yang berinteraksi dengan pusat-pusat pemicu tidur pada otak di anterior hipotalamus dan thalamus. Hyperarousal merupakan keadaan yang ditandai dengan tingginya tingkat kesiagaan yang merupakan respon terhadap situasi spesifik seperti lingkungan tidur.

Data psikofisiologi dan metabolik dari hyperarousal pada pasien insomnia meliputi peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi dan penurunan variasi periode jantung selama tidur. Kecepatan metabolik seluruh tubuh dihitung melalui penggunaan O2 persatuan waktu ternyata lebih tinggi pada pasien insomnia dibandingkan pada orang normal. Data elektrofisiologi hyperarousal menunjukkan peningkatan frekuensi gelombang beta pada EEG selama tidur NREM. Aktivitas gelombang beta dikaitkan dengan aktivitas gelombang otak selama terjaga. Penurunan dorongan tidur pada pasien insomnia dikaitkan dengan penurunan aktivitas gelombang delta. Data neuroendokrin tentang hyperarousal menunjukan peningkatan level kortisol dan adrenokortikoid (ACTH) sebelum dan selama tidur, terutama pada setengah bagian pertama tidur pada pasien insomnia. Penurunan level melatonin tidak konsisten ditemukan. Data menurut functional neuroanatomi studies of arousal tentang hyperarousal menunjukan pola-pola aktivitas metabolisme regional otak selama tidur NREM melalui SPECT (single-photon emission computer tomography) dan PET ( positron emission tomography). Pada penelitian PET yang pertama pada insomnia primer terjadi peningkatan kecepatan metabolisme glukosa baik pada waktu tidur maupun terjaga.

Baca juga : Bahan Pembuat Cat kuku (Nail lacquer), Pengkilat Bibir (Lipgloss), Pelembab Bibir (Lipbalm)

Selama terjaga, pada pasien insomnia primer ditemukan penurunan aktivitas dorselateral prefrontal cortical. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hyperarousal pada tidur NREM dan hypoarousal frontal selama terjaga, hal inilah yang menyebabkan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien baik pada saat terjaga maupun tidur. Pada pasien yang mengalami insomnia yang karena depresi berat terjadi peningkatan gelombang beta yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas metabolik di kortek orbita frontal dan mengelukan kualitas tidur yang buruk, hal ini juga mendukung hipotesis mengenai hyperarousal. Pada pemeriksaan SPECT pada pasien insomnia primer, selama tidur NREM terjadi hipoperfusi diberbagai tempat yang paling jelas pada basal ganglia. Kesimpulan penelitian imaging mulai menunjukkan perubahan fingsi neuroanatomi selama tidur NREM yang berkaitan dengan insomnia primer maupun sekunder.

Posting Komentar untuk "Definisi Penyakit Insomnia, Etiologi, Penyebab, Epidemiologi dan Patofisiologi"