Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Definisi Mangrove, Sebaran, Vegetasi, Ciri-ciri Ekosistem dan Zonasi Hutan Mangrove



Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan panjang pantai sekitar 81.000 km, sehingga negara kita memiliki potensi sumber daya wilayah pesisir laut yang besar. Ekosistem pesisir laut merupakan sumber daya alam yang produktif sebagai penyedia energi bagi kehidupan komunitas di dalamnya. Selain itu ekosistem pesisir dan laut mempunyai potensi sebagai sumber bahan pangan, pertambangan dan mineral, energi, kawasan rekreasi dan pariwista. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem pesisir dan laut merupakan aset yang tak ternilai harganya di masa yang akan datang. 

Ekosistem pesisir dan laut meliputi estuaria, hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, ekosistem pantai dan ekosistem pulau-pulau kecil. Komponen-komponen yang menyusun ekosistem pesisir dan laut tersebut perlu dijaga dan dilestarikan karena menyimpan sumber keanekaragaman hayati dan plasma nutfah. Salah satu komponen ekosistem pesisir dan laut adalah hutan mangrove.

Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.

Definisi Mangrove


Kata ‘mangrove’ merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut dan untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedang dalam bahasa Portugis kata ’mangrove’ digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata ’mangal’ digunakan untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Sedangkan menurut FAO, kata mangrove sebaiknya digunakan untuk individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut.


Menurut Snedaker (1978) dalam Kusmana (2003), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Sedangkan menurut Tomlinson (1986), kata mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh pada daerah intertidal. Daerah intertidal adalah wilayah dibawah pengaruh pasang surut Sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan river banks. Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya hanya dijumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung dari ombak, di sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh masukan air dan lumpur dari daratan.

Dengan demikian secara ringkas dapat didefinisikan bahwa hutan mangrove adalah tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama pada pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (hewan dan tumbuhan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove (Tomlinson, 1986).

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut hutan mangrove. Antara lain tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, hutan payau dan hutan bakau. Khusus untuk penyebutan hutan bakau, sebenarnya istilah ini kurang sesuai untuk menggambarkan mangrove sebagai komunitas berbagai tumbuhan yang berasosiasi dengan lingkungan mangrove. Di Indonesia, istilah bakau digunakan untuk menyebut salah satu genus vegetasi mangrove, yaitu Rhizopora. Sedangkan kenyataannya mangrove terdiri dari banyak genus dan berbagai jenis, sehingga penyebutan hutan mangrove dengan istilah hutan bakau sebaiknya dihindari (Tomlinson, 1986).

Sebaran Mangrove


Tanaman dalam kelompok mangals beragam tetapi semuanya dapat beradaptsi terhadap habitat mereka (zona intertidal) dengan mengembangkan adaptasi fisiologis untuk mengatasi masalah anoksia, salinitas tinggi dan genangan air pasang surut yang sering terjadi. Setelah terbentuk komunitas mangrove, akar mangrove menyediakan habitat bagi tiram dan aliran air yang lambat, sehingga meningkatkan pengendapan sedimen. Sedimen halus yang anoksik di bawah hutan mangrove berperan sebagai penampung berbagai logam berat (trace) membentuk koloid partikel. Mangrove melindungi daerah pantai dari erosi, badai topan (terutama saat badai), dan tsunami. Sistem akar mangrove sangat efisien dalam memecah energi gelombang laut, memperlambat air pasang, meninggalkan semua sedimen kecuali partikel halus ketika pasang surut. Dengan cara ini, ekosistem mangrove membangun lingkungan yang unik dan perlindungan terhadap erosi, sehingga sering menjadi objek program konservasi (Soerinegara, 1987).


Ciri-Ciri Ekosistem Mangrove


Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya disamping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan (Kusmana, 1995).

Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala. Dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem yang unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis penting yang fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan mangrove ini memiliki ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas tinggi dan biasanya terdapat sepanjang daerah pasang surut (Kusmana dkk., 1995).

Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik menurut Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia adalah:

  • Memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;
  • Memiliki akar nafas (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.;
  • Memiliki biji yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora yang lebih di kenal sebagai propagul.
  • Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.

Berdasarkan tempat hidupnya, hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah:

  • Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama.
  • Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
  • Daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 – 22 ยบ /oo) hingga asin.

Vegetasi Hutan Mangrove


Soerianegara (1987) dalam Noor et al., (1999) memberikan batasan hutan mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut serta ciri dari hutan ini terdiri dari tegakan pohon Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Scyphyphora dan Nypa. Flora mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Telah diketahui lebih dari 20 famili flora mangrove dunia yang terdiri dari 30 genus dan lebih kurang 80 spesies. Berdasarkan jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan mangrove Indonesia memiliki sekitar 89 jenis, yang terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit.

Baca juga : Ciri Karakteristik Hewan Golongan Chondroichtyes, Bentuk Tubuh, Tulang, Sirip dan Sisik  

Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni:

1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.

2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.

3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.


Zonasi Hutan Mangrove


Menurut Bengen (2001) flora mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi adalah :

1) Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air (water table) dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan.

2) Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase.

3) Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar garam serta pasokan dan aliran air tawar.

4) Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari species intoleran seperti Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia.

5) Pasokan dan aliran air tawar

Menurut Soerinegara (1987), struktur ekosistem, secara garis besar dikenal tiga tipe formasi mangrove, yaitu :

  • Mangrove Pantai: tipe ini air laut dominan dipengaruhi air sungai. Struktur horizontal formasi ini dari arah laut ke arah darat adalah mulai dari tumbuhan pionir (Avicennia sp), diikuti oleh komunitas campuran Soneratia alba, Rhizophora apiculata, selanjutnya komunitas murni Rhizophora sp dan akhirnya komunitas campuran Rhizophora–Bruguiera. Bila genangan berlanjut, akan ditemui komunitas murni Nypa fructicans di belakang komunitas campuran yang terakhir.
  • Mangrove Muara: pengaruh oleh air laut sama dengan pengaruh air sungai. Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora spp. Di tepian alur, diikuti komunitas campuran Rhizophora – Bruguiera dan diakhiri komunitas murni N. fructicans.
  • Mangrove sungai: pengaruh oleh air sungai lebih dominan daripada air laut, dan berkembang pada tepian sungai yang relatif jauh dari muara. Jenis-jenis mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas daratan.

Berdasarkan Bengen (2001), jenis-jenis pohon penyusun hutan mangrove, umumnya mangrove di Indonesia jika dirunut dari arah laut ke arah daratan biasanya dapat dibedakan menjadi 4 zonasi yaitu sebagai berikut :

1. Zona Api-api – Prepat (Avicennia – Sonneratia)

Terletak paling luar/jauh atau terdekat dengan laut, keadaan tanah berlumpur agak lembek (dangkal), dengan substrat agak berpasir, sedikit bahan organik dan kadar garam agak tinggi. Zona ini biasanya didominasi oleh jenis api-api (Avicennia spp) dan prepat (Sonneratia spp), dan biasanya berasosiasi dengan jenis bakau (Rhizophora spp).

2. Zona Bakau (Rhizophora)

Biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah berlumpur lembek (dalam). Pada umumnya didominasi bakau (Rhizophora sp) dan di beberapa tempat dijumpai berasosiasi dengan jenis lain seperti tanjang (Bruguiera sp )

Baca juga : Ciri Karakteristik Hewan Ostheichtyes, Jenis-jenisnya beserta Contoh Ikan

3. Zona Tanjang (Bruguiera)

Terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut dekat dengan daratan. Keadaan berlumpur agak keras, agak jauh dari garis pantai. Pada umumnya ditumbuhi jenis tanjang (Bruguiera spp) dan di beberapa tempat berasosiasi dengan jenis lain.

4. Zona Nipah (Nypa fruticans)

Terletak paling jauh dari laut atau paling dekat ke arah darat. Zona ini mengandung air dengan salinitas sangat rendah dibandingkan zona lainnya, tanahnya keras, kurang dipengaruhi pasang surut dan kebanyakan berada di tepi-tepi sungai dekat laut. Pada umumnya ditumbuhi jenis nipah (Nypa fruticans) dan beberapa spesies palem lainnya.

Posting Komentar untuk "Definisi Mangrove, Sebaran, Vegetasi, Ciri-ciri Ekosistem dan Zonasi Hutan Mangrove"