Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Alasan Kerupuk Menjadi Makanan Populer di Indonesia


Kerupuk merupakan makanan populer dan disukai di Indonesia mulai dari kalangan anak – anak hingga dewasa. Kerupuk dapat dijadikan sebagai makanan pendamping untuk membangkitkan selera atau sekedar dikonsumsi sebagai makanan ringan. Kerupuk yang banyak beredar di pasaran secara umum terbuat dari tapioka (pati singkong). Definisi kerupuk yaitu produk makanan kering yang secara umum terbuat dari pati tapioka dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan berupa protein hewani ataupun nabati dan harus disiapkan dengan cara menggoreng atau dipanggang. Kerupuk yang diberi tambahan protein hewani atau nabati disebut kerupuk berprotein sedangkan yang tidak ditambahkan tambahan protein disebut kerupuk tidak berprotein. Kerupuk tidak berprotein antara lain kerupuk “uyel”, kerupuk “samiler” dan kerupuk bawang, sedangkan kerupuk berprotein adalah kerupuk tempe, kerupuk udang, dan kerupuk ikan.
Prinsip pembuatan kerupuk adalah proses gelatinisasi pati. Proses gelatinisasi pati tergantung pada komponen utama dalam pati tersebut yaitu fraksi amilosa dan amilopektin. Amilopektin yang tinggi pada pati akan berperan dalam proses pengembangan kerupuk, bersifat ringan, porus dan mudah patah. Fraksi amilosa berperan dalam daya serap air yang tinggi, menguatkan adonan, dan cenderung membentuk lapisan film tipis sehingga dapat mengurangi jumlah minyak yang terserap. Perbandingan fraksi amilosa dan amilopektin pada pati yang digunakan dalam membuat kerupuk adalah sangat penting karena akan menentukan karakteristik kerupuk yang dihasilkan. Karakteristik kerupuk yang baik adalah memiliki pori yang seragam, strukturnya kompak, teksturnya renyah, serta rasa yang gurih. Kadar gizi kerupuk termasuk rendah, untuk meningkatkan kadar gizi, bahan lain yang dapat ditambahkan dalam pembuatan kerupuk adalah tulang ikan yang berkalsium tinggi, seperti tulang ikan lele.

Baca juga : 6 Peluang Bisnis Online yang Menjanjikan di Masa Depan

Tulang ikan lele dumbo (Clarias barrachus) yang selama ini hanya sekadar menjadi limbah ternyata bisa diolah menjadi kerupuk yang mengandung kalsium tinggi. Kerupuk tulang lele dumbo memiliki kandungan kalsium tertinggi, yakni mencapai 7.999 miligram dalam 100 gram kerupuk dibanding kerupuk lainnya, seperti kerupuk aci, kerupuk udang, dan kerupuk ikan tenggiri. Kerupuk aci tidak mengandung kalsium, sedangkan kerupuk udang dan kerupuk ikan tenggiri masing-masing mengandung 332 mg dan 2 mg kalsium per 100 gram. Selain kalsium, tulang ikan yang diolah menjadi kerupuk juga mengandung fosfor, yakni 129,1 mg per 100 gram kerupuk serta mengandung kalori, protein, lemak, dan karbohidrat.

Kerupuk merupakan jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume membentuk produk yang porus dan mempunyai densitas rendah selama proses penggorengan. Pengembangan kerupuk merupakan proses ekspansi tiba-tiba dari uap air dalam struktur adonan sehingga diperoleh produk yang volumenya mengembang dan porus. Pada dasarnya kerupuk mentah diproduksi dengan gelatinisasi pati adonan pada tahap pengukusan, selanjutnya adonan dicetak dan dikeringkan (Koswara, 2009).

Lele termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki rasa daging enak dan gurih. Tekstur dagingnya lembut dan empuk. Hal ini membuat ikan lele memiliki banyak penggemar. Selain cita rasa yang enak dan gurih, lele ternyata mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Lele memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Dalam 500 gram lele dumbo (kira-kira terdiri dari 4 ekor) mengandung 12 gram protein, energy 149 kalori, lemak 8,4 gram, dan karbohidrat 6,4 gram (Darseno, 2010)

Hasil olahan perikanan menghasilkan materi yang tidak diinginkan yaitu limbah. Limbah yang dihasilkan berupa kepala, ekor, sirip, tulang, dan jeroan sebesar 35%. Sebagai bahan pangan hewani setiap bagian dari ikan merupakan komponen organik yang seharusnya masih bisa dimanfaatkan. Penanganan limbah industri perikanan selama ini umumnya hanya dikubur dan diolah menjadi pakan ternak. Dalam usaha pengolahan ikan selalu menghasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah cair yang secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak kurang baik terhadap lingkungan karena menimbulkan pencemaran (Thalib 2009).

Konsumsi masyarakat yang begitu besar terhadap olahan ikan lele, menyebabkan peningkatan limbah sisa pengolahan ikan lele. Pemanfaatan limbah dari industri hasil perikanan, seperti kepala, tulang, sisik dan kulit kebanyakan masih kurang dimanfaatkan dan menjadi limbah pada industri pengolahan di bidang perikanan. Tulang ikan merupakan salah satu limbah dari industri perikanan yang belum dimanfaatkan dengan baik. Tulang ikan terdiri dari senyawa organik dan senyawa anorganik (mineral) (Ramdany dkk., 2014).

Pemanfaatan tepung tulang ikan menjadi bahan pangan masih kurang, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai upaya pengembangan produk pangan dengan fortifikasi tepung tulang ikan dalam pembuatan produk pangan, salah satu produk pangan yang dapat ditambahkan kalsium adalah kerupuk. Kerupuk merupakan salah satu produk pangan yang telah dikenal luas oleh masyarakat di berbagai lapisan. Karena kerupuk ini sangat digemari masyarakat dari segala lapisan maka penting artinya memberikan suplemen lain berupa tepung tulang ikan ke dalam makanan tersebut untuk memberikan andil terhadap kelengkapan asupan kalsium ke dalam tubuh (Tababaka 2004).

Baca juga : Pemerintah Menyoroti Infrastruktur Digital di Destinasi Wisata  

Salah satu alternatif solusi untuk memanfaatkan limbah tulang ikan adalah dalam bentuk produk kerupuk. Prospek pemanfaatan dalam bentuk kerupuk dari tulang ikan ini bisa memberikan solusi, mengingat pembuatan kerupuk relatif mudah dan murah. Selain itu kerupuk juga digemari oleh hampir semua lapisan masyarakat, karena mempunyai rasa yang khas. Kerupuk merupakan salah satu produk pangan yang berasal dari Indonesia, terbuat dari tepung tapioka, dicampur dengan bahan tambahan makanan dan dilakukan penggorengan menggunakan minyak sebelum disajikan. Kadar air kerupuk berkisar antara 10,3% sampai 11,3% (Sukendar, dkk., 2013).


Pemanfaatan tulang lele untuk pembuatan kerupuk merupakan bentuk diversifikasi produk dengan memanfaatkan limbah tulang ikan sebagai bahan baku pembuatan kerupuk. Tulang juga merupakan sumber mineral penting: natrium, fosfor, dan kalsium. Di antara mereka, kalsium ion (Ca 2+) penting untuk perkembangan tulang manusia dan gigi terutama pada bayi. Pemanfaatan tulang ikan bisa menjadi sumber alami Ca 2+ untuk menjadi bahan makanan dan Ca 2+ tambahan. Ini akan menjadi strategi untuk memanfaatkan secara maksimal sumber daya ikan serta untuk secara efektif mengurangi limbah dari industri perikanan (Hemung, 2013).

Cara membuat kerupuk dengan bahan dasar pati (tapioka) menggunakan adonan dasar basah (biang) dari tapioka sampai membentuk gel, kemudian ditambahkan seluruh bahan, diuleni hingga kalis dan dikukus selama 2 jam, sampai adonan matang dan menjadi padat, selanjutnya didinginkan kemudian diiris tipis dan dijemur hingga kering. Adapun cara pembuatan kerupuk yang hampir sama dengan kerupuk berbahan dasar pati, perbedaanya yaitu dengan menggunakan bahan dasar basah (biang) dari campuran tapioka dan garut sampai membentuk gel, kemudian ditambahkan seluruh bahan termasuk tepung tulang ikan, selanjutnya dilakukan proses yang sama dengan kerupuk berbahan dasar pati (Winarno, 1997).



Posting Komentar untuk "Alasan Kerupuk Menjadi Makanan Populer di Indonesia "