Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Instrumen Moneter Islami dan Aplikasi Instrumen Kebijakan Moneter di berbagai Negara


Instrumen Moneter Islami


1. Mazhab Pertama (Iqtishaduna)

Menurut mazhab iqtishaduna tidak diperlukan suatu kebijakan moneter dikarenakan hampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya penggunaan uang. Jadi tidak ada alasan yang memadai untuk melakukan perubahan-perubahan dalam penawaran uang (Ms). Selain itu kredit tidak mempunyai peran dalam penciptaan uang, karena kredit hanya digunakan di antara para pedagang saja serta peraturan pemerintah tentang surat peminjaman dan instrumen negosiasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan sistem kredit dapat menciptakan uang. Sistem yang diterapkan oleh pemerintah yang berhubungan dengan konsumsi, tabungan dan investasi telah menciptakan instrumen otomatis untuk pelaksanaan kebijakan moneter.

Baca juga : Pembeli Iphone di China Meningkat Tajam  

2. Mazhab Kedua (Mainstream)

Instrumen yang digunakan mazhab kedua untuk mempengaruhi Permintaan Agregat adalah dengan dikenakannya biaya atau pajak atas dana atau aset produktif yang menganggur (dues of idle fund). Peningkatan dues of idle fund akan mengalihkan permintaan uang yang sedianya ditujukan untuk penimbunan uang/aset yang produktif kepada tujuan uang yang akan meningkatkan produktifitas uang tersebut di sektor riil sehingga investasi meningkat. Peningkatan investasi berdampak pada peningkatan Permintaan Agregat, sehingga keseimbangan umum yang baru akan berada pada tingkat pendapatan nasional yang lebih tinggi. Masyarakat diarahkan untuk mengalokasikan dananya kepada sektor produktif agar dapat memacu pertumbuhan ekonomi semakin tinggi apabila dana/aset produktif tersebut hanya dibiarkan menganggur.

3. Mazhab Ketiga (Alternatif)

Sistem kebijakan moneter yang dianjurkan oleh mazhab alternatif adalah syuratiq process yaitu dimana suatu kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas sektor riil. Jadi keputusan-keputusan kebijakan moneter yang dituang daLam bentuk instrumen moneter biasanya adalah harmonisasi dengan kebijakan-kebijakan di sektor riil. Kebijakan di sektor moneter adalah derivasi dari sektor riil dan harmonisasi dengan sektor riil. Secara umum manajemen moneter Islam yang diajukan oleh mazhab ketiga adalah besarnya jumlah penawaran uang mengikuti permintaan uang dari masyarakat. Hal ini agar tidak ada kesenjangan antara sektor riil dan sektor moneter.

Harmonisasi antar sektor riil dan moneter akan menghasilkan suatu kurva jangka panjang dari penawaran uang (Ms) dan permintaan uang (Md) yang berbentuk seperti jalinan tambang yang harmonis dengan pertumbuhan pendapatan nasional (Y). Jika terjadi peningkatan Permintaan Agregat sebagai akibat dari peningkatan-peningkatan pada konsumsi, atau ekspor bersih (net export), atu tingkat investasi atau tingkat belanja pemerintah, maka akan terjadi kenaikan permintaan uang (Md 1 ke Md 2) di pasar uang. Responnya otoritas moneter akan meningkatkan penawaran uang dari Ms 1 ke Ms 2 (kebijakan yang harmonis dengan sektor riil). Jika kemudian terjadi lagi peningkatan permintaan uang (Md), maka otoritas moneter akan merespon hal yang sama yang meningkatkan lagi penawaran uang (Ms).

Dibawah ini terdapat beberapa aplikasi instrumen kebijakan moneter diberbagai negara, diantaranya:

1. Sudan

Pada masa sebelum dibelakukannya syariah Islam pada sistem perbankan di Sudan, Bank Sentral Sudan sangat tergantung pada instrumen-instrumen langsung seperti tingkat suku bunga, plafon kredit (credit ceiling), ketentuan rasio likuiditas (statutory liquidity ratio), dan tingkat diskonto. Pada tahun 1984, setelah diperkenalkan syariah Islam di Sudan. Bank Sentral Sudan mengeluarkan arahan dan perintah kepada seluruh bank-bank yang beroperasi di Sudan agar menjalankan prinsip-prinsip perbankan yang sesuai dengan syariah Islam dalam aktivitas kesehariannya. Akibatnya, Bank Sentral Sudan dihadapkan pada permasalahan substitusi instrumen-instrumen moneter konvensional dengan instrumen yang sesuai dengan syariah Islam untuk dapat mempertahankan perannya sebagai pengawas dan pemberi arahan bagi bank-bank, melakukan ekspansi atau kontraksi penawaran uang atau kredit, dan mengimplementasikan kebijakan moneter, serta sekaligus menjaga kepentingan publik.


Instrumen-instrumen moneter yang digunakan oleh Bank Sentral Sudan dalam operasionalnya adalah sebagai berikut:

a. Reserve Requirement. RR paling kurang disediakan 20% (10% untuk simpanan mata uang asing).

b. Bank-bank komersial harus mencapai dan memelihara rasio likuiditas sebesar 10% dari dana giro dan tabungan dalam bentuk mata uang lokal.

Baca juga : Apple Membeli Start Up Mobeewave, Kini Apple Bisa Jadi Terminal Pembayaran  

c. Plafon kredit untuk sektor-sektor prioritas pada:

1) Pertanian

2) Ekspor

3) Perindustrian

4) Pertambangan dan Energi

5) Transportasi dan Pergudangan

6) Profesional, Pengrajin, dan Bisnis keluarga ukuran kecil

7) Perumahan Rakyat

8) Investasi pada pasar saham resmi Khartoum.

d. Marjin keuntungan minimum Murabahah 10%-15%.

e. Penyertaan minimum nasabah untuk perjanjian Musyarakah sebagai alat untuk mengatur jumlah ketersediaan sumber daya untuk kredit.

f. Aturan kredit kualitatif dan kuantitatif seperti:

1) Minimum 50% dari kredit diberikan kepada daerah rural.

2) Kredit tidak diberikan kepada orang atau institusi yang gagal sebelumnya.

3) Seluruh kredit harus dipastikan memenuhi ketentuan syariah.

g. Foreign Exchange Operation sebagai alat Bank Sentral Sudan untuk menjaga stabilitas nilai tukar uang (bukan untuk fungsi kontrol likuiditas).

h. Open Market Operation dengan menggunakan instrumen:

1) Central Bank Musharaka Certifikat(CMC).

2) Goverment Musharaka Certifikat(GMC)

i. Ijara Certificate (Sukuk). Sukuk ini merepresentasikan tiga perjanjian dasar:

1) Perjanjian pembelian aset.

2) Perjanjian sewa menyewa.

3) Perjanjian penjualan aset. 

2. Iran

Iran adalah satu-satunya negara Islam yang menerapkan sistem perekonomian dengan mengacu kepada pemikiran teori ekonomi Islam Mazhab Iqtishaduna. Banyak modifikasi yang dilakukan oleh otoritas moneter Iran terhadap sistem perbankannya agar tetap kompetitif di era persaingan global ini. Berikut instrumen yang dipakai:

a. Reserve Requirement Ratio. Rasio cadangan dari 10% sampai 30%, biasanya digunakan untuk menarik dana yang dianggurkan yang secara potensial dapat digunakan dalam peningkatan likuiditas.

b. Adjusted Open Market Operations.

c. Discount Rates. Karena adanya pelarangan riba, maka instrumen ini tidak digunakan seluas konvensional. Discounting ini terjadi pada sekuritas yang berdasarkan pada transaksi riil.

d. Credit Ceiling.

e. Minimum Expected Profit Ratio of Bank dan Bank’s Share Of Profit in Various Contract.

3. Indonesia

Bank Indonesia dalam menjalankan fungsi bank sentralnya mempunyai instrumen moneter syariah diantaranya:

a. Giro Wajib Minimum. Dalam pelaksanaannya besara GWM adalah 5% dari pihak ketiga yang berbentuk rupiah dan 3% yang berbentuk mata uang asing.

b. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (Sertifikat IMA). Sertifikat IMA adalah suatu instrumen yang digunakan oleh bank-bank syariah yang kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan dan di lain pihak sebagai sarana penyedia dan jangka pendek bagi bank-bank syariah yang kekurangan dana.

c. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia – SWBI (sekarang menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah-SBIS). SWBI adalah instrumen Bank Indonesia (BI) yang sesuai dengan syariah Islam yang digunakan dalam OMO. Selain itu, SWBI ini juga dapat digunakan oleh bank-bank syariah yang mempunyai kelebihan likuiditas sebagai sarana penitipan dana jangka pendek.

Baca juga : PT XL Axiata Meluncurkan Program Prio Club 300 GB  

d. Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS). Sebagai fasilitas bagi bank syariah yang membutuhkan dana di pasar uang, sehingga mereka dapat saling mengadakan perjanjian antar bank syariah.

Posting Komentar untuk "Instrumen Moneter Islami dan Aplikasi Instrumen Kebijakan Moneter di berbagai Negara"