Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Asuransi Syariah Menurut Pendapat dan Pandangan Ulama, Antara Halal dan Haram


PANDANGAN ULAMA MENGENAI ASURANSI SYARIAH


Tujuan asuransi sangatlah mulia, karena bertujuan untuk tolong-menolong dalam kebaikan. Namun persoalan yang dipertikaikan lebih lanjut oleh para Ulama adalah bagaimana instrumen yang akan mewujudkan niat baik dari asuransi tersebut; baik itu bentuk akad yang melandasinya, sistem pengelolaan dana, bentuk manajemen dan lain sebagainya

Dari permasalahan instrumen pendukung inilah para Ulama terbagi kepada 2 kelompok besar:

Kedua kelompok dimaksud, masing-masing mempunyai dasar hukum dan memberikan alasan-alasan hukum sebagai penguat terhadap argument atau pendapat yang disampaikannya. Disamping itu, ada yang berpendapat membolehkan asuransi yang bersifat social (ijtima’i) dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial (tijari) serta ada pula yang meragukannya (syubhat).

Baca juga : Tanya Jawab Seputar Asuransi, Mekanisme dan Tata Cara Klaim Dana Asuransi  

Kelompok yang mengharamkan asuransi syariah :

  • Ibnu Abidin, Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa asuransi adalah haram, karena uang setoran peserta (premi) tersebut adalah iltizam ma lam yalzam (mewajibkan sesuatu yang tidak lazim / wajib)
  • Muhammad Bakhit al-muthi’i (mufti Mesir) mengatakan bahwa akad asuransi yang menjamin atas harta benda pada hakikatnya termasuk dalam kafalah atau ta’addi / itlaf.
  • Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa asuransi adalah haram karena mengandung riba. Beliau melihat riba tersebut dalam pengelolaan dana asuransi dan pengembalian premi yang disertai bunga ketika waktu perjanjian telah habis.

Menurut Warkum Sumitro pengharaman asuransi berdasarkan atas 5 alasan:

1.Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam islam.

2.Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam.

3.Asuransi termasuk jual beli atau tukat-menukar mata uang tidak secara tunai.

4.Asuransi objek bisnisnya tergantung pada hidup dan matinya seseorang,yang berarti mendahului takdir Allah SWT.

5.Asuransi mengandung eksploitasi yang bersifat menekan.

Menurut Mahdi Hasan pelarangan praktik asuransi berdasarkan atas 4 alasan:

1.Asuransi tak lain adalah riba berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada kesetaraan antara kedua pihak yang terlibat, padahal kesetaraan demikian wajib adanya.

2.Asuransi juga merupakan perjudian, karena ada penggantungan kepemilikan pada munculnya resiko.

3.Asuransi adalah pertolongan dalam dosa, karenaperusahaan asuransi meskipun milik Negara, tetap merupakan institusi yang mengadakan transaksi dengan riba.

4.Dalam asuransi jiwa juga terdapat unsure risywah, karena kompensasi di dalamnya adalah sesuatu yang tidak dapat dinilai.


Kelompok yang membolehkan asuransi syariah :


Antara lain dikemukakan oleh Ibnu Abidin, Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa (guru besar Universitas Syirya), Syaikh Abdurrahman Isa (guru besar Universitas al-azhar Mesir), Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (guru besar Universitas Kairo), Syaikh Abdul Khalaf, dan Prof. Dr. Muhammad al-Bahi,

Pada dasarnya, mereka mengakui bahwa asuransi merupakan suatu bentuk muamalat yang baru dalam islam dan memiliki manfaat serta nilai positif bagi ummat selama di landasi oleh praktik-praktik yang sesuai dengan nilai-nilai islam.

Argumentasi yang mereka pakai dalam membolehkan asuransi menurut Faturrahman Djamil adalah sebagai berikut:

1. Tidak terdapat nash Alqur’an atau hadits yang melarang asuransi.

2. Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak.

3. Asuransi menguntungkan kedua belah pihak

4. Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan dalam kegiatan pembangunan.

5. Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi.

6. Asuransi termasuk usaha bersama yang di dasarkan pada prinsip tolong-menolong.

Dalam Islam,asuransi haruslah bertujuan kepada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.

Asuransi syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan asuransi konvensional, yaitu mencari ridha Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat.


Model asuransi syariah:


1. Non-Profit Model biasanya dipakai oleh perusahaan sosial milik Negara atau organisasi yang dikelola secara non-profit (nirlaba). Model inilah yang sesungguhnya paling mendekati konsep dasar asuransi syariah karena selaras dengan kaidah-kaidah berikut : saling bertanggung jawab, saling bekerja sama, dan saling melindungi.

Baca juga : Kartu Syariah (Syariah Card), Pengertian, Sumber Hukum, Rukun dan Ketentuan  

2. Al-Mudharabah model, secara teknis, al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Disini terjadi pembagian untung rugi diantara anggota (shahibul mal) dan pihak pengelola / perusahaan asuransi (mudharib).

3. Wakalah, berbeda dengan akad mudharabah, dibawah akad wakalah, Takaful berfungsi sebagai wakil peserta dimana dalam menjalankan fungsinya (sebagai wakil), Takaful berhak mendapatkan biaya jasa (fee) dalam mengelola keuangan mereka.

Posting Komentar untuk "Asuransi Syariah Menurut Pendapat dan Pandangan Ulama, Antara Halal dan Haram"