Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Endoparasit Ikan Anisakis SP, Cara Menginfeksi Ikan, Morfologi dan Klasifikasinya


Endoparasit Ikan Anisakis sp.


Anisakis Sp. merupakan penyakit parasit dari saluran pencernaan manusia biasanya ditandai dengan gejala sakit pada abdomen, kejang dan muntah, oleh karena mengkonsumsi makanan mentah atau ikan laut yang belum diolah, yang mengandung larva cacing ascaridoid. Larva yang motil bergerak menembus dinding lambung menimbulkan lesi atau ulkus akut disertai dengan mual, muntah dan sakit epigastrik, kadang disertai dengan hematemesis. 


Larva ini mungkin migrasi ke atas dan menempel di dinding orofaring dan menyebabkan batuk. Di usus halus, larva menimbulkan abses eosinofil, dengan gejala menyerupai apendisitis atau enteritis. Pada saat larva menembus masuk rongga peritoneal, jarang sekali mengenai usus besar. Diagnosa dibuat dengan menemukan larva dengan panjang 2 cm yang masuk kedaerah orofaring atau dengan menemukan larva melalui pemeriksaan gastroskopik atau menemukan larva pada sampel jaringan yang diambil dengan cara pembedahan. Tes serologis sedang dalam pengembangan. Anderson (2000), mengklasifikasikan parasit Anisakis sp., sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Nematoda

Class : Secernentea

Order : Ascaridida

Family : Anisakidae

Genus : Anisakis

Spesies : Anisakis sp.

Gambar  Anisakis sp. Gambar  Anisakis sp.

Morfologi cacing Anisakis sp. mempunyai warna putih, dengan panjang antara 10-29 mm, Anisakis mempunyai bibir venterolateral yang berfungsi untuk menyerap bahan organik dari dinding usus. Pada anterior dari Anisakis sp. terdapat boring tooth yang berfungsi untuk melubangi dinding usus halus dan sekaligus untuk berpegangan pada mukosa dari usus halus agar tidak lepas pada waktu kontraksi intestinum mencerna makanan (Awik et al, 2007).

Desrina dan Kusumastuti (1996) mengemukakan bahwa saluran pencernaan ikan merupakan organ yang paling banyak diserang oleh cacing Anisakis sp. Habitat dan penyebaran cacing parasit usus dapat dipengaruhi oleh struktur dan fisiologis usus sehingga mempengaruhi keberadaan dan jumlah parasit. Terdapatnya cacing parasit pada saluran pencernaan karena banyaknya sumber bahan organik yang biasa diserap oleh cacing parasit. Makanan dari parasit nematoda adalah darah, sel jaringan dan cairan tubuh. Hal ini dikarenakan parasit nematoda tidak dapat merombak bahan organik yang belum disederhanakan. cacing parasit belum mampu untuk menyederhanakan bahan organik dikarenakan tidak sempurnanya saluran pencernaan dan enzim pencernaan cacing parasit (Roberts,2000).

Kutikula jelas terlihat beralur transversal di sepanjang tubuhnya dan tembus cahaya. Anisakis memiliki esofagus yang lurus, berbentuk silindris atau sedikit mengalami pelebaran di bagian posteriornya, terdiri atas dua bagian, yaitu bagian anterior yang berupa otot dan bagian posterior yang berbentuk kelenjar, dikenal sebagai ventrikulus. Bagian ventrikulus berhubungan dengan usus halus dan bagian terminal dari sistem pencernaannya adalah rektum yang membuka keluar melalui anus dengan tiga kelenjar anal besar yang berasosiasi dengan rectum (Nuchjangreed et al. 2006).

Anisakis tidak memiliki ujung lobus yang tumpul (sekum dan appendiks) pada pertemuan ventrikulus-sekum maupun berbagai variasi konfigurasi esofageal-intestinal seperti pada beberapa genus lainnya dalam famili Anisakidae. Bagian anterior berhubungan langsung dengan appendiks dan bagian posterior dengan sekum (Meyers 1975). Nuchjangreed et al. (2006) menyatakan bahwa ekor Anisakis jantan dewasa dapat teridentifikasi dengan jelas dengan adanya spikula dan bursa kopulatoris. Lubang ekskresi terletak di sebelah ventral yang pada beberapa spesies dapat berada di bagian puncak kepala pada basis ventro-lateral bibir atau di dekat cincin saraf (Grabda 1991).

Baca juga : Ikan Layur, Habitat, Biologi, dan Perikanan Domersal  

Siklus hidup cacing genus Anisakis sangat kompleks. Siklus hidup Anisakis sebagai berikut, telur dikeluarkan oleh cacing dewasa melalui feses mamalia laut yang berperan sebagai induk semang definitif. Telur tersebut tenggelam ke dasar laut dan kemudian menetas menjadi larva stadium kedua. Larva stadium kedua hidup bebas di dalam air dan dapat bertahan selama beberapa hari hingga minggu tergantung temperatur air. Larva ini kemudian dimakan oleh krustasea laut yang berperan sebagai induk semang antara pertama dan akan memfasilitasinya untuk melanjutkan perkembangan hidupnya menjadi larva stadium ketiga yang infektif. Ketika krustasea dimakan oleh ikan, larva stadium ketiga tersebut akan bermigrasi ke berbagai jaringan induk semang antara kedua ini dan berkembang menjadi larva stadium ketiga yang lebih maju serta tinggal menetap di organ dalam atau otot. Saat ikan yang terinfeksi Anisakis ini dimakan oleh induk semang definitifnya, seperti mamalia laut, larva akan dilepaskan ke dalam saluran cerna. Di dalam saluran cerna induk semang definitifnya, larva akan mengalami pergantian kulit (moulting), berkembang menjadi larva stadium keempat dan kemudian menjadi dewasa. Manusia hanya bertindak sebagai induk semang asidental yang tidak memiliki pengaruh terhadap proses transmisi parasit ini (Dixon ,2006).


Grabda (1991) menyebutkan bahwa Anisakis merupakan golongan cacing nematoda yang berukuran besar dengan tiga buah bibir yang mengelilingi mulutnya. Berdasarkan Koyama et al. (1969). Identifikasi cacing nematoda famili Ansakidae dilakukan melalui perbandingan karakteristik morfologis dari masing-masing tipe larva. Cacing Anisakis memiliki tiga buah bibir yang mengelilingi mulutnya: satu terletak di dorsal dan dua lainnya di sisi ventro-lateral. Beberapa spesies memiliki bibir yang dipisahkan oleh interlabia yang berukuran lebih kecil (Grabda 1991). Adanya bibir yang berkembang baik pada famili Anisakidae dewasa merupakan karakteristik khas yang membedakannya dari famili lain dalam ordo Ascaridida (Meyers 1975).

Distribusi dan lokalisasi infeksi cacing ini pada ikan terbesar ditemukan pada usus kemudian hati dan lambung dan tidak tertutup kemungkinan terjadinya infeksi pada bagian lain dari tubuh ikan seperti sirip, paru-paru, telur di uterus dan insang. Berdasarkan hasil observasi yang sudah pernah dilaporkan, tidak pernah ditemukan adanya migrasi postmortem dari cacing dewasa karena cacing ini tidak dapat bermigrasi ke daging ataupun bagian tubuh dengan tingkat vaskularisasi yang tinggi. Dalamnya distribusi cacing ini mengindikasikan kemampuannya bermigrasi pada lokasi yang berbeda dari organ-organ tubuh ikan (Nuchjangreed et al. 2006).

Identifikasi terhadap Anisakis dilakukan berdasarkan ciri morfologi dan ukuran tubuhnya. Cacing yang ditemukan tampak jelas memiliki bagian kepala pada ujung anterior tubuhnya dan kutikula yang beralur transversal pada seluruh permukaan tubuhnya. Stadium larva infektif cacing parasit ini dapat ditemukan pada seluruh bagian tubuh ikan terutama organ dalam dan otot sejumlah ikan konsumsi dan yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti kembung, salmon, cod, makarel dan termasuk cumi-cumi (Dixon 2006).

Baca juga : Ikan Layur, Karakter Morfologis Superfamili Trichiuroidea  

Gejala-gejala pada lambung bisa muncul dalam beberapa jam sesudah menelan larva infektif. Gejala pada usus besar dan usus halus muncul dalam beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung dari jumlah, besar dan lokasi larva. Tindakan pencegahan yaitu dengan hindari mengkonsumsi ikan laut yang tidak dimasak dengan baik. Panaskan ikan laut hingga 60 ºC(140 ºF) selama 10 menit, bekukan hingga – 35 ºC (-31ºF) atau lebih rendah selama 15 jam atau bekukan dengan cara biasa pada – 23ºC (-10ºF) selama paling tidak 7 hari, cara ini akan membunuh larva. Cara pengendalian yang dikembangkan akhir-akhir ini dilaksanakan dengan sukses di Belanda. Irradiasi efektif membunuh parasit. Membersihkan dan membuang usus (eviscerasi) ikan secepat mungkin sesudah ditangkap dapat mengurangi jumlah larva yang masuk ke dalam otot mesenterik. Penerangan dengan lilin direkomendasikan untuk menerangi produk ikan dimana dengan penerangan ini parasit bisa dilihat (Dixon ,2006).

Posting Komentar untuk "Endoparasit Ikan Anisakis SP, Cara Menginfeksi Ikan, Morfologi dan Klasifikasinya"