Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

5 Tahap Proses Terbentuknya Biofilm, Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Biofilm


Proses Terbentuknya Biofilm


Bakteri di habitat alamiah umumnya dapat hidup dalam dua lingkungan fisik yang berbeda:

1. Keadaan planktonik, berfungsi secara individu dan

2. Keadaan diam (sesil) dimana dia melekat ke suatu permukaan membentuk biofilm dan berfungsi sebagai komunitas yang bekerjasama dengan erat.

Kepadatan populasi yang rendah adalah karakteristik umum dari komunitas planktonik pada ekosistem mikroba di alam. Keadaan oligotropik dari ekosistem ini mendapatkan ketidakcukupan masukan nutrisi untuk mendukung aktivitas mikroba. Jika kepadatan populasi rendah, kompetisi antara bakteri secara individu untuk tempat, oksigen, serta faktor-faktor pembatas lainnya hanya sedikit. Pada keadaan planktonik, kesempatan bagi induvidu untuk terpisah dari komunitas, khususnya oleh arus dalam medium berair, relatif lebih besar. Hal ini juga dialami oleh bakteri yang motil, termasuk respon kemotatis yang sesuai dengan gradien nutrisi.

Pada medium air, bakteri oligotropik tumbuh secara aktif walaupun lambat, diantaranya tidak dapat mengambil makanan yang cukup untuk mendukung pertumbuhan lalu hanya bertahan pada keadaan kekurangan nutrisi. Keadaan ini memberikan beberapa kesimpulan adanya kemampuan bakteri untuk bertahan (revert) dalam keadaan diam (sesil). Seringkali kekurangan nutrisi disertai oleh mengecilnya ukuran dan respirasi endogenous, peningkatan hidrofobisitas permukaan sel dan meningkatkan pelekatan. Faktor ini membuat bakteri cenderung melekat ke permukaan padat, dimana kesempatan untuk mendapatkan nutrisi lebih tinggi.

Baca juga : Obat Dextromethorphan Adalah : Pengertian, Penggunaan, Dosis dan Efek Samping  

Secara sederhana, siklus hidup bakteri biofilm dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama-tama terjadi penyisipan dari bakteri plaktonik pada suatu permukaan atau dari perpindahan atau pembelahan sel untuk menutupi suatu permukaan yang kosong. Selanjutnya bakteri ini akan memproduksi kelompok senyawa polisakarida yaitu substansi polimerik ekstraseluler (EPS) untuk perlekatan sel pada permukaan. Tahap selanjutnya adalah terjadi penambahan secara terus produksi substansi polimertik estraseluler (EPS). Selanjutnya sel bakteri akan melakukan pembelahan (reproduksi) guna memperbanyak jumlah dan mempertebal komposisi biofilm. Tahap terakhir adalah beberapa bakteri akan melakukan perpindahan untuk membentuk biofilm yang baru, sehingga lama-kelamaan jumlah biofilm akan semakan banyak dan membesar.

Proses terbentuknya biofilm dibagi menjadi 5 tahap (Maier,2009) :

1. Tahap pelekatan awal : pada tahap ini mikroba meleket pada permukaan benda padat dengan perantara fili (rambut halus). Contoh bakteri yang dapat melekat dan membentuk koloni adalah Pseudomonas aeruginosa, bakteri gram negatif dengan molekul sinyal utama homoserin lakton. Pelekatan awal ini disebabkan oleh hydrophobik (tidak larut air,larut diminyak) dan elektrostatik(medan listrik statik).

2. Tahap pelekatan permanen : mikroba semakin menempel dengan diprakarsai oleh matriks polimer ekstraseluler dengan bantuan eksopolisakarida (EPS). Contoh : pada tahap 2 P.aeruginosa akan berubah menjadi fase flagella.

3. Maturasi I : Terjadi penarikan pada bakteri lain membentuk polisakarida ekstraseluler dan sel bakteri terus tumbuh dan berkembang. Pada tahap ini ketebalan biofilm lebih dari 10 µm. Contoh : pada bakteri P.aeruginosa akan berubah menjadi Type IV pili flagella.

4. Maturasi II : Pada tahap ini ketebalan biofilm mencapai 100 mm. Bakteri yang terakumulasi membentuk beberapa lapisan. Bakteri yang ada dilapisan dalam akan lebih terlebih terlindungi dari pada bakteri yang berada pada lapisan luar. Koloni ini akan membentuk nutriennya sendiri, karena bakteri yang mati dapat menjadi nutrien bagi yang hidup.

5. Dispersi : Pada tahap ini biofilm yang sudah terbentuk dapat mengalami pelepasan sel secara erosi atau sloghing. Erosi terjadi secara berkala karena geseran dari cairan yang mengalir. Sloughing adalah pelepasan banyak sel yang terjadi secara acak karena adanya perubahan dalam medium pertumbuhan.


Beberapa sel pada populasi yang berbeda dari bakteri planktonik menempel ke berbagai macam permukaan. Pada medium cair yang mengalir, bakteri yang melekat memperoleh akses ke sumber nutrien yang berkelanjutan yang dibawa oleh aliran medium. Di laboratorium ditemukan bakteri yang kekurangan nutrien, setelah melekat ke permukaan, tumbuh menjadi ukuran yang normal kemudian memulai reproduksi sel. Pelekatan kontinyu dan pertumbuhan mendukung pembentukan biofilm.

Biofilm terbentuk ketika mikroba perintis mulai menempel pada suatu permukaan benda padat (plastik, bebatuan dan lain-lain) di lingkungan berair. Mikroba ini dapat berupa spesies tunggal atau bermacam spesies yang kemudian menghasilkan zat polimer yang kental dan lengket-seperti lem- ke luar sel. Inilah yang membuat mereka dapat menempel kuat pada permukaan benda padat dan saling merekatkan diri satu sama lain. Polimer yang lengket ini biasanya terdiri dari kelompok senyawa polisakarida. Polisakarida ini tidak hanya berguna untuk menempel pada suatu permukaan, tetapi juga dapat menjerat sekaligus mengkonsentrasikan zat makanan yang terkandung dalam air yang mengelilingi permukaan biofilm. Polisakarida ini juga melindungi sel mikroba dari toksik yang dapat membunuh mikroba biofilm. Karena itu dengan membuat biofilm, mikroba menjadi lebih bisa bertahan terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan dari pada hidup secara planktonis. Kumpulan bakteri ini ibarat membangun masyarakat sebuah kota yang tangguh dimana kebutuhan hidup mikroba tersebut seperti energi, zat gizi, dan pertahanan tercukupi dengan saling tergantung satu sama lain. Mereka hidup saling menempel dengan tingkat kepadatan yang tinggi dan mobilitas individu yang hampir tidak ada.

Baca juga : Campuran Ester Adalah : Pengertian dan Sifat Kimia dan Fisika  

Pertumbuhan biofilm ini bergantung pada substansi matriks bahan yang digunakan. Matriks bahan yang digunakan ini akan menyediakan aseptor elektron bagi mikroba untuk proses oksidasi dalam upaya menghasilkan energi. Selain itu, pembentukan biofilm ini bergantung pada keragaman/variasi jenis mikroba yang tumbuh. Biofilm dapat dibentuk dari satu jenis mikroba saja, namun secara alami hampir semua jenis biofilm terdiri dari campuran berbagai jenis mikroba. Sebagai contoh fungi, algae, yeast (ragi), amoeba, bakteri dan jenis mikroba lainnya. Semakin beragam mikroba yang tumbuh, maka biofilm yang terbentuk akan semakin cepat dan kompetitif. Bagi bakteri yang bersifat aerob akan tumbuh di bagian luar, sedangkan bakteri yang bisa tumbuh secara anaerob akan berada di lapisan bagian dalam. Semakin beragam bakteri, maka interaksi antara bakteri semakin kompleks. Demikian halnya jenis mikroba yang lain.

Biofilm akan terbentuk pada permukaan yang lembab, hal ini disebabkan mikroba dapat bertahan hidup jika mikroba tersebut mendapatkan kelembaban yang cukup. Pada prosesnya biofilm mengekskresikan suatu bahan yang licin (berlendir) pada sebuah permukaan, kemudian akan menempel dengan baik di permukaan tersebut jika keadaan minimum bakteri tersebut terpenuhi. Beberapa lokasi yang dapat dijadikan tempat hidup biofilm meliputi material alami di atas dan di bawah tanah, besi, plastik dan jaringan sel. Selama kita dapat menemukan kombinasi nutrien, air dan sebuah permukaan yang tidak mengandung senyawa beracun, disana sangat mungkin bisa temukan biofilm.

Biofilm menjaga kesatuan bentuknya dengan saling berikatan satu sama lain pada rantai molekul gula yang disebut sebagai EPS atau extracellular polymeri substance, yaitu terbentuknya polimer antar biofilm, sehingga kemungkinan untuk terlepas menjadi sulit. Karena dengan mengekskresikan EPS ini, masing-masing biofilm sangat mungkin saling mendukung untuk berkembang dalam dimensi yang kompleks dan sangat erat (utuh). Matriks yang terbentuk dengan EPS ini akan melindungi sel dan memudahkan komunikasi antar sel melalui pertukaran senyawa biokimia. Beberapa biofilm berada dalam fase cair, dimana keadaan tersebut membantu sel dalam mendistribusikan zat yang dibutuhkan dan memberi sinyal molekul pada sel. Matriks ini cukup kuat, oleh sebab itu pada kondisi-kondisi tertentu, biofilm dapat berwujud padat. Masing-masing lapisan dalam biofilm akan mempunyai ketebalan yang berbeda, hal ini sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tumbuhnya.


Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya dan perkembangan biofilm adalah terdapat empat faktor penting, yaitu:

a. Material pada permukaan

Material pada permukaan memiliki efek yang sedikit atau bahkan tidak ada terhadap perkembangan biofilm. Mikroba akan dapat menempel pada suatu permukaan yang mengandung nutrient. Mikroba dapat menempel pada staenless steel atau pada permukaan plastik dengan daya yang hampir sama.

b. Areal Permukaan

Areal permukaan merupakan satu faktor utama yang mempengaruhi perkembangan biofilm.

c. Permukaan yang licin

Walaupun permukaan yang licin dapat menghambat pertumbuhan awal dari penyisipan bakteri, kelicinan tidak mempunyai efek yang sangat signifikan terhadap jumlah total biofilm pada suatu permukaan setelah beberapa hari.

d. Kecepatan aliran

Aliran yang tinggi tidak akan dapat mencegah penyisipan bakteri, tidak akan mampu menghilangkan biofilm secara keseluruhan, tetapi ketebalan biofilm akan mengalami keterbatasan.

Baca juga : Reaksi Esterifikasi Adalah : Pengertian dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi ini  

e. Ketersediaan nutrisi

Sama halnya dengan makhluk hidup yang lainnya, bakteri juga memerlukan nutrisi untuk pertumbuhan dan reproduksi. Ketersediaan nutrisi merupakan faktor pembatas dari pertumbuhan bakteri. Biofilm yang terdapat pada daerah yang memiliki aliran (misalnya sungai atau sistem pipa), nutrisi akan diperoleh dari aliran tersebut.

Posting Komentar untuk "5 Tahap Proses Terbentuknya Biofilm, Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Biofilm"