Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Marasmus dan Kwashiorkor, Jenis Penyakit Akibat Defisiensi Lemak


Penyakit akibat dari defisiensi lemak


a. Marasmus

Marasmus sering sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Terdapat beberapa tanda khusus pada marasmus ialah kurangnya (bahkan tidak ada) jaringan lemak di bawah kulit, Sehingga seperti bayi yang memakai pakaian yang terlalu besar ukurannya. Selain itu terdapat pula beberapa tanda khusus bayi terkena marasmus,diantaranya:

- Bayi akan merasa lapar dan cengeng.

- Wajahnya tampak menua (old man/monkey face).

- Atrofi jaringan, otot lemah terasa kendor/lembek ini dapat dilihat pada paha dan pantatbayi yang seharusnya kuat dan kenyal dan tebal.

- Oedema (bengkak) tidak terjadi.

- Warna rambut tidak berubah.

Pada marasmus tingkat berat, terjadi retardasi pertumbuhan, berat badan dibanding usianya sampai kurang 60% standar berat normal. Sedikitnya jaringan adipose pada marasmus berat tidak menghalangi homeostatis, oksidasi lemak tetap utuh namun menghabiskan cadangan lemak tubuh. Keberadaan persediaan lemak dalam tubuh adalah faktor yang menentukan apakah bayi marasmus dapat bertahan/survive (Cameron & Hofvander 1983:19-21).

Baca juga : Pemisahan dan Pemurnian Zat dalam Proses Kimia  

b. Kwashiorkor

Jika marasmus umumnya terjadi pada bayi dibawah 12 bulan, kwashiorkor bisanya terjadi pada anak usia 1-3 tahun. Pertumbuhannya terhambat, jaringan otot lunak dan kendor. Namun jaringan lemak dibawah kulit masih ada dibanding bayi marasmus. Istilah kwashiorkor sendiri berasal dari bahasa salah satu suku di Afrika yang berarti "kekurangan kasih sayang ibu". Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah:
  • Selalu ada oedema (bengkak), terutama pada kaki dan tungkai bawah. Sifatnya “pitting oedema”. Bayi tampak gemuk, muka membulat (moon face), karena oedema. Cairan oedema sekitar 5-20% dari jumlah berat badan yang diperhitungkan dari penurunan berat badan ketika tidak oedema lagi (pada masa penyembuhan).
  • Rambut berubah menjadi warna kemerahan atau abu-abu, menipis dan mudah rontok, apabila rambut keriting menjadi lurus.
  • Kulit tampak pucat dan biasanya disertai anemia.
  • Terjadi dispigmentasi dikarenakan habisnya cadangan energi atau protein. Pada kulit yang terdapat dispigmentasi akan tampak pucat. Sering terjadi dermatitis (radang pada kulit). Kulit mudah luka karena tidak adanya tryptophan dan nicotinamide, meskipun kekurangan zinc bisa juga menjadi penyebab dermatitis. Pada kasus kwashiorkor tingkat berat kulit akan mengeras seperti keripik terutama pada persendian utama. Bibir retak-retak, lidah pun menjadi lunak dan gampang luka.
  • Pada kwashiorkor, pengaruh terhadap sistem neurologi dijumpai adanya tremor seperti Parkinson yang berpengaruh terhadap jaringan (cabang) syaraf tunggal maupun syaraf kelompok pada otot. Seperti otot mata sering terjadi terus berkedip, atau pada pita suara yang menghasilkan suara getar serak/cengeng. Perubahan mental juga terjadi misalnya bayi menjadi cengeng, apatis, hilangnya nafsu makan dan sukar diberi makan/disulang. Gejala anemia dan defisiensi mikronutrien juga sering dijumpai pada kasus ini.


c. Marasmic – Kwashiorkor

Anak/bayi yang menderita marasmic-kwashiorkor mempunyai gejala (sindroma) gabungan kedua hal di atas. Seorang bayi yang menderita marasmus lalu berlanjut menjadi kwashiorkor atau sebaliknya tergantung dari makanan/gizinya dan sejauh mana cadangan energi dari lemak dan protein akan berkurang/habis terpakai.

Baca juga : Pengertian Zat Murni dan Zat Campuran  

Apabila masukan energi kurang dan cadangan lemak terpakai, bayi/anak akan jatuh menjadi marasmus. Sebaliknya bila cadangan protein dipakai untuk energi, gejala kwashiorkor akan menyertai. Hal ini dapat terjadi pada anak yang dietnya hanya mengandung karbohidrat saja seperti beras, jagung atau singkong yang miskin akan protein. Gagalnya pertumbuhan kemungkinan akan menyertai pada kasus KEP-marasmus, Kwashiorkor atau keduanya.

Susunan Syaraf Pusat dan Kekurangan Energi Protein
Masukan energi dan protein yang tidak mencukupi kebutuhan bayi/anak, akan berdampak terutama pada perkembangan susunan saraf. Hal ini dapat terjadi sejak di dalam kandungan, lebih-lebih setelah lahir.

Menurut Beard (dalam Ziegler and Filler 1996: 615) kekurangan energi dan protein biasanya disertai defisiensi zat gizi mikro yang sangat berpengaruh terhadap sel-sel otak dan Susunan Saraf Pusat (SSP) atau Central Nervous System (CNS) serta penurunan jumlah lemak otak (total brain lipid), kolesterol, phospolipid dan ganglioside. (Yusuf, 1979 dan Sastri, 1985 dalam Ziegler and Filler 1996: 615).

Dampak dari KEP terhadap SSP/CNS sangat terasa terutama pada awal pertumbuhan. Terjadinya disfungsi dari neuromuscular adalah tanda dari marasmus dan kwashiorkor yang akan menyebabkan kerusakan motor neuron dan saraf sensor.

Pengaruh KEP yang terjadi pada masa 13 minggu kehamilan sampai usia 1 atau 2 tahun akan berakibat terganggunya multiplikasi glial, pertumbuhan syaraf neuron dan pembelahannya. Kegagalan pemberian kalori dan protein untuk memenuhi kebutuhan pada masa yang pendek ini akan membawa perubahan morfologis yang berarti. (Chopra dan Arun, 1992 dalam Ziegler and Filler 1996: 615).

Solusi Akibat Dari Defisiensi Lemak


Agar konsumsi lemak dapat bermanfaat positif bagi tubuh manusia perlu strategi yang tepat pada pemilihan jenis lemak. Pedoman umum agar makanan yang dikonsumsi mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, adalah dengan mempertimbangkan kecukupan, keseimbangan, dan keberagaman zat masing-masing individu. Dapat dengan meningkatkan jumlah vitamin D serta lemak dibutuhkan untuk tubuh menyerap itu, juga ditemukan pada ikan salmon, sarden, dan minyak ikan cod.



Pencegahan


Pencegahan hendaknya meliputi seluruh faktor secara simultan dan konsisten, dapat segera dilaksanakan beberapa tindakan untuk mengatasi keadaan :
  • Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare:
  1. Sanitasi : personal, lingkungan terutama makanan dan peralatannya
  2. Pendidikan : Dasar, Kesehatan dan Gizi.
  3. Program Imunisasi.
  4. Pencegahan penyakit yang erat dengan lingkungan, seperti TBC, nyamuk (malaria, DHF), parasit (cacing).
  • Memperkecil dampak penyakit-penyakit infeksi terutama diare di wilayah yang sanitasi lingkungannya belum baik. Diarhea merupakan penyakit endemo-epidemik yang menjadi salah satu penyebab bagi malnutrisi. Dehidrasi awal dan re-feeding secepat mungkin merupakan pencegahan untuk menghindari bayi malnutrisi/KEP.
  • Deteksi dini dan manajemen KEP awal/ringan:
  1. Memonitor tumbuh kembang dan status gizi Balita secara kontinyu, misalnya dengan tolok ukur KMS.
  2. Perhatian khusus untuk faktor “risiko tinggi” yang akan berpengaruh kelangsungan status gizi (antara lain: kemiskinan, ketidak tahuan, adanya penyakit infeksi).
  • Memelihara status gizi anak
  1. Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik diharapkan akan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula.
  2. Setelah lahir segera diberi ASI eksklusif sampai usia 4 atau 6 bulan.
  3. Pemberian makanan pendamping ASI (weaning food) bergizi, mulai usia 4 atau 6 bulan secara bertahap sampai anak dapat menerima menu lengkap keluarga.
  4. Memperpanjang masa menyusui (prolong lactation) selama ibu dan bayi menghendaki.

Posting Komentar untuk "Marasmus dan Kwashiorkor, Jenis Penyakit Akibat Defisiensi Lemak"