Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bolehkah Menanam Saham di Bank Konvensional?


Dari Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz kepada kaum muslimin yang membacanya: semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi taufik kepadaku dan kepada mereka untuk menuju jalan -Nya yang lurus, dan menjauhkan kita semua dari jalan orang-orang yang dibenci dan sesat. Amin.

Assalamu 'alaikum warahmatullah wa barakatuh. Wa ba'du:

Banyak sekali propaganda/iklan untuk menanam saham di bank-bank konvensional di berbagai surat kabar lokal dan asing, dan membujuk orang-orang agar menitipkan harta mereka dengan imbalan keuntungan ribawi (bunga) secara tegas dan nyata. Ada juga sebagian surat kabar yang mempublikasikan fatwa sebagian orang yang membolehkan transaksi bersama bank-bank ribawi dengan keuntungan terbatas (sudah ditentukan). Ini adalah perkara yang berbahaya, karena mengandung maksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya, serta menyalahi perintah-Nya. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. an-Nuur:63)

Baca juga : Adab-adab ketika Berbicara dengan Orang Lain  

Sudah jelas dalam agama dengan dalil-dalil al-Qur`an dan sunnah, bahwa keuntungan tertentu yang diambil oleh pemilik harta sebagai imbalan menanam saham atau menitipkan uang di bank-bank konvensional adalah haram. Itulah riba yang diharamkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya, dan termasuk dosa besar, menghilangkan berkah, menyebabkan kemurkaan Rabb, dan menyebabkan tidak diterimanya amal ibadah. Disebutkan dalam hadits shahih:

"Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala Maha Baik, Dia tidak menerima kecuali yang baik. Sungguh Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan orang-orang beriman sebagaimana Dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firman-Nya (yang artinya): "Wahai para rasul, makanlah yang baik-baik dan beramal shalehlah."[1] Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman (yang artinya): "Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian."[2]

Kemudian Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan ada seseorang yang melakukan safar dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata (berdo'a) : 'Ya Rabb, ya Rabb,' padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan perutnya kenyang dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan." HR. Muslim.[3]

Hendaklah setiap muslim menyadari bahwa dia akan ditanya di hadapan Rabb-nya tentang hartanya: dari mana ia memperolehnya? Dan ke mana dia infakkan? Di dalam hadits, dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

قال رسول الله 
لاَتَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلاَهُ

"Tidak tergelincir kedua kaki hamba di hari kiamat sehingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa dihabiskannya, tentang ilmunya apa yang dia perbuat, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan ke mana diinfakkan, dan tentang tubuhnya ke mana dia gunakan?'[4]

Ketahuilah, wahai hamba Allah, semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi taufik kepadaku dan kamu untuk sesuatu yang diridhai-Nya, sesungguhnya riba termasuk dosa besar yang dinyatakan haramnya dalam kitabullah dan sunnah rasul-Nya dengan segala bentuk, jenis dan namanya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang kafir. Dan ta'atilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat. (QS. Ali Imran:130-132)

Dan firman-Nya:

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. (QS. ar-Ruum:39)

Baca juga : Adab-adab ketika Menuntut Ilmu Agama

Dan firman-Nya:

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS.al-Baqarah:275-276)

Dan firman-Nya:

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. al-Baqarah:278-279)


Alangkah besarnya dosa orang yang memerangi Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya. Kita memohon afiyat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari hal itu.

Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

قال رسول الله 
اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ, قِيْلَ ياَرَسُوْلَ اللهِ وَمَاهُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّباِلْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَأَكْلُ الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْم الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ

"Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan. Ada yang bertanya: 'Apakah itu wahai Rasulullah? Beliau bersabda: 'Menyekutukan Allah, sihir, membunuh diri yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba, berpaling di hari peperangan, menuduh berzinah kepada wanita beriman yang menjaga diri."[5]

Dan dalam shahih Muslim, dari Jabir radhiallahu ‘anhu, ia berkata, "Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengutuk orang yang memakan riba, yang mewakilkannya, penulisnya, dan kedua saksinya, dan beliau bersabda: 'Mereka sama."[6]

Ini adalah sebagian dalil dari Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya yang menjelaskan haramnya riba dan bahayanya terhadap individu dan umat, dan sesungguhnya orang yang melakukan transaksi dengannya dan melakukannya berarti ia telah melakukan salah satu dosa besar dan memerangi Allah subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya .

Nasehat saya kepada setiap muslim yang menghendaki Allah subhanahu wa ta’ala dan negeri akhirat, agar ia bertaqwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala pada diri dan hartanya, hendaklah ia mencukupkan diri dengan sesuatu yang dibolehkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya, agar ia menahan diri dari sesuatu yang diharamkan oleh -Nya dan rasul-Nya. sesuatu yang dibolehkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala sudah cukup dan memadai dari yang diharamkan. Hendaklah seorang muslim menasihati dirinya –yang ingin kebaikan dan keselamatan dirinya dari siksa Allah subhanahu wa ta’ala dan ingin beruntung dengan mendapat ridha dan rahmat -Nya- agar ia menjauhkan diri dari keterlibatan di bank-bank konvensional (ribawi), atau menitipkan uang padanya dengan bunga, atau meminjam uang darinya dengan bunga karena semua itu termasuk transaksi ribawi dan tolong menolong di atas dosa dan permusuhan dilarang Allah subhanahu wa ta’ala dengan firman-Nya:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. al-Maidah:2)

Baca juga : Kisah Keteladanan Abu Bakar As-Siddiq  

Bertaqwalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, wahai hamba Allah, selamatkanlah dirimu. Janganlah engkau terperdaya dengan banyaknya bank-bank konvensional, transaksinya tersebar di semua tempat, dan banyaknya pelanggannya. Semua itu tidak bisa menjadi dalil untuk membolehkannya. Kenyataannya itu merupakan bukti banyaknya orang yang berpaling dari perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan menyalahi syari'at-Nya, padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah, yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan. (QS. al-An'am:116)

Sangat disayangkan, banyak orang yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala karunia dengan rizqi yang melimpah justru tidak memperdulikan untuk mengamalkan hukum Islam dan mencukupkan diri dengan yang dibolehkan Allah subhanahu wa ta’ala dari yang diharamkan. Ia hanya memikirkan bagaimana menjalankan uang lewat jalan apapun, halal atau haram. Hal itu tidak lain karena lemahnya iman dan tidak takut kepada Rabb mereka, dikuasai oleh cinta dunia di hati mereka. Kami memohon keselamatan dan 'afiyat untuk kami dan mereka dari segala perkara yang menyalahi syari'at -Nya yang suci.

Realita menyedihkan ini yang menimpa mayoritas kaum muslimin: merupakan pemberitahuan terjadinya murka dan siksa Allah subhanahu wa ta’ala. Padahal Dia telah memberikan ancaman terhadap buruknya perbuatan maksiat dan dosa:

Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. al-Anfaal:25)

Sungguh saya memberi nasihat kepada para penanggung jawab di berbagai surat kabar lokal secara khusus dan berbagai surat kabar di negara-negara Islam secara umum, agar mereka membersihkan surat kabar mereka dari menyebarkan segala sesuatu yang bertentangan dengan syari'at Allah subhanahu wa ta’ala yang suci di berbagai aspek kehidupan.

Sebagaimana saya berpesan juga kepada para pejabat terkait untuk memastikan kepada para pemimpin redaksi agar jangan menyebarkan sesuatu yang bertentangan dengan syariat Allah subhanahu wa ta’ala. Tidak diragukan lagi bahwa ini merupakan kewajiban mereka dan mereka akan ditanya di hari kiamat apabila mereka lalai padanya.


Sebagaimana saya juga berpesan kepada saudaraku kaum muslimin secara umum agar bertaqwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, berpegang dengan kitab Rabb dan sunnah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Dan hendaklah mereka mencukupkan diri dengan yang dihalalkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, berhati-hati terhadap sesuatu yang diharamkan -Nya tidak terperdaya dengan sesuatu yang ditulis atau dipublikasikan berupa fatwa-fatwa atau artikel-artikel yang membolehkan menanam saham di bank-bank konvensioanl (ribawi) atau menyimpan uang padanya dengan bunga, atau meremehkan keburukan yang diakibatkannya. Karena fatwa-fatwa dan artikel-artikel ini tidak bersumber dari dalil-dalil syara': tidak berdasarkan Kitabullah dan tidak pula dari Sunnah Rasulullah. Hal itu hanyalah pendapat segelintir orang dan pemahaman mereka. Kami memohon hidayah dan 'afiyah untuk kami dan mereka dari fitnah-fitnah yang menyesatkan.

Seraya memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar memberi taufik kepada kaum muslimin secara umum dan para pemimpin secara khusus untuk mengamalkan kitab Rabb dan sunnah Nabi mereka Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, dan berhukum kepada syari'at Allah subhanahu wa ta’ala di semua aspek kehidupan mereka secara khusus dan umum, dan agar menuntun mereka kepada sesuatu yang membawa kepada kebaikan agama dan dunia mereka. Dan semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjauhkan kita semua dari jalan mereka yang dibenci dan sesat. Sesungguhnya Dia Maha Mengurusi hal itu dan Maha Kuasa atasnya.

Baca juga : Fadilah Keutamaan Akhlak Mulia  

Semoga rahmat Allah subhanahu wa ta’ala selalu tercurah kepada makhluk -Nya yang paling utama Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Wassalamu 'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Syaikh Bin Baz – Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah (19/137)



[1] Surat al-Mukminun: 51
[2] Surat al-Baqarah: 172
[3] HR. Muslim 1015.
[4] Shahih: HR. at-Tirmidzi 2416 dari hadits Ibnu Mas'ud t dan 2417 dari hadits Abu Barzah t., dan ia berkata di tempat kedua: Hasan shahih. Syaikh al-Albani menghasankan hadits Ibnu Mas'ud t dan menshahihkan hadits Abu Barzah t, sebagaimana di dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi 1969 dan 1970.
[5] Al-Bukhari 2766 dan Muslim 89.
[6] Muslim 1598.

Posting Komentar untuk "Bolehkah Menanam Saham di Bank Konvensional?"