Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Syarat Mati Syahid


Di balik keutamaan mati syahid yang sudah dijelaskan di sebelumnya, tentu ada juga syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang yang ingin mati syahid. 

Jangan sampai ada yang berpikir, yang mati dibunuh, lantas otomatis sudah jadi syahid. Jelas ini pemikiran yang keliru dan rancu perlu diluruskan agar tidak salah persepsi.

1. Jihad Melawan Orang Kafir

Mati syahid itu tidak terjadi kecuali bila perang yang dilakukan adalah perang melawan orang kafir harbi yang memang sedang pecah perang secara resmi.

Baca juga : Jenazah Mati Syahid Tidak Dimandikan

Sedangkan bila perang itu bukan jihad yang bersifat syar’i, misalnya perang saudara dengan sesama muslim, yang dilatar-belakangi konflik kepentingan internal di antara kelompok bersenjata, jelas bukan mati syahid.

Karena sejak awal Rasulullah SAW telah melarang perang dan saling berbunuhan dengan sesama pemeluk agama Islam. Dan nampaknya Beliau SAW tidak main-main ketika melarang sesama umat Islam saling berbunuhan. Kalau sampai ada perang dan saling berbunuhan antara dua pihak, padahal keduanya sama-sama mengaku muslim, maka ancamannya tidak tanggung-tanggung, yaitu kedua belah pihak diancam akan sama-sama masuk neraka. Rasulullah SAW bersabda :

إذا التقى المسلمان بسيفيهما فالقاتل والمقتول في النار . قلت : يا رسول الله ، هذا القاتل فما بال المقتول قال : إنه كان حريصاً على قتل صاحبه

Dari Abu Bakrah Nafiq bin Al-Harits, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila dua pihak muslim bertemu (saling berbunuhan) dengan pedang mereka, maka yang membunuh dan yang dibunuh masuk neraka. Aku bertanya,"Ya Rasulullah SAW, wajar masuk neraka bagi yang membunuh, tetapi bagaimana dengan yang dibunuh?". Beliau SAW menjawab,"Yang dibunuh masuk neraka juga, karena dia pun berkeinginan untuk membunuh lawannya". (HR. Bukhari dan Muslim)


Pihak yang terbunuh ikut masuk neraka juga, karena biar bagaimana pun dia ikut terjun ke medan perang yang haram. Sebuah medan perang yang melibatkan kedua belah pihak yang sama-sama muslim adalah medan perang yang harus dijauhi dan tegas diharamkan untuk ikut terlibat di dalamnya.

Maka sikap nekat dan ikut-ikutan membela salah satu pihak, lalu ikut saling berbunuhan juga, bukanlah termasuk jihad membela agama Allah. Perbuatan itu termasuk menginjak-injak larangan

Rasulullah SAW, dan pantas bila yang membunuh dan yang terbunuh sama-sama masuk neraka.

Dosanya jelas, karena yang terbunuh berniat untuk membunuh saudaranya. Seandainya dia tidak terbunuh, dia pun pasti akan membunuh juga.

2. Jihad Resmi Program Negara

Semua jihad yang dilakukan para shahabat di masa kenabian adalah jihad yang sifatnya resmi, dimaklumatkan oleh negara dan pemerintah yang sah, yaitu Rasulullah SAW langsung.

Baca juga : 3 Jenis Mati Syahid

Begitu juga semua kisah jihad yang agung, baik di masa khulafaurrasyidin, Khilafah Bani Umayyah, Khilafah Bani Abasiyah termasuk juga Khilafah Bani Utsmaniyah, tidak ada satupun yang sifatnya ilegal.

Semua merupakan jihad di atas adalah jihad yang sifatnya resmi, legal dan sah karena ditetapkan dan diselenggarakan oleh pemerintahan yang sah dan berdaulat. Jihadnya merupaka program resmi negara, bukan gerakan pemberontak bersenjata yang ingin merebut kekuasaan.

Mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah menegaskan bahwa jihad tidak disukai tanpa ada izin dari imam, atau amir dari suatu pemerintahan yang sah. Sebab keharusan ada izin dari imam ada dua hal.

  • Pertama, jihad itu harus sesuai dengan kebutuhan. Dan yang paling tahu hal itu adalah imam atau amir yang sah.
  • Kedua, pada hakikatnya jihad itu adalah

tanggung-jawab dari imam, bukan rakyat. Maka bila rakyat mau berjihad, setidak-tidaknya mereka mendapat izin terlebih dahulu dari imam.


3. Jihad Bukan Bughat

Tidak bisa dikategorikan mati syahid bila jihad yang diikuti itu bukan jihad resmi yang diselenggarakan oleh negara.

Maka gerakan pengacau keamanan, para teroris serta kelompok bersenjata yang justru memusuhi negara, aktifitas mereka jelas bukan jihad yang dibenarkan. Dan kalau sampai ada yang mati, kematiannya bukan mati syahid yang dibenarkan.

Justru yang ikut gerakan perlawanan itu posisinya sebagai musuh yang halal darahnya untuk dibunuh.

Dalam bab fiqih, pihak yang melawan pemerintahan yang sah ini disebut dengan bughat. Dan hukuman untuk bughat justru bisa dihukum mati, tindakan mereka adalah kejahatan hirabah (حرابة) atau peperangan melawan pemerintah yang sah.

Sedangkan dalam definisi para fuqaha, batasan hirabah adalah :

البروز لأخذ مال أو لقتل أو لإرعاب على سبيل المجاهرة مكابرة اعتمادا على القوة مع البعد عن الغوث

Terang-terangan untuk mengambil harta atau membunuh atau mengintimidasi dengan terus terang dan tegar dengan mengandalkan kekuatan serta dalam kondisi jauh dari pertolongan.

Baca juga : Keutamaan Mati Syahid

Hirabah adalah melakukan gabungan dari perampasan, penteroran, pembunuhan dan juga merusak di muka bumi.

Hirabah merupakan serangkaian tindakan yang bersifat pisik dan mental. Sebab termasuk di dalamnya merampas harta dan membunuh. Juga termasuk di dalamnya menakut-nakuti orang yang lewat.

Karena itu Allah SWT melebihkan ancaman hukukan bagi pelaku hirabah ini di atas ancaman hukuman pelaku pembunuhan atau pencurian.


Ancaman ini berlaku bukan hanya bila tindak hirabah itu dilakukan kepada pemeluk agama Islam, tetapi juga bila dilakukan kepada pemeluk agama lainnya yang hidup di bawah pemerintahan Islam. Mereka adalah kafir zimmi yang berada dalam ikatan mu'ahadah dengan pemerintah Islam yang berdaulat.

Maka hukuman kepada pelaku tindak hirabah ini justru malah hukuman mati, sebagaimana yang diperintahkan Al-Quran.

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ إِلاَّ الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang

yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik , atau dibuang dari negeri . Yang demikian itu suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, kecuali orang-orang yang taubat sebelum kamu dapat menguasai mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Maidah : 33-34)

Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H) di dalam kitab tafsirnya, Jamiul Bayan fi Ta’wil Al-Quran menyebutkan bahwa ayat ini turun kepada suatu kaum dari ahli kitab yang diantara mereka ada perjanjian damai dengan Rasulullah SAW. Tiba-tiba mereka melanggar perjanjian dan merampok orang Islam. Lalu turunlah ayat ini.

Baca juga : Pengertian Mati Syahid Menurut Bahasa dan Istilah

Al-Qurthubi (w. 671 H) di dalam kitab tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran menyebutkan salah satu versi dari sebab turunnya ayat bahwa ada beberapa orang dari kabilah 'Ukel dan Urainah singgah di kota Madinah. Tidak berapa lama perut mereka menjadi kembung dan bengkak karena tak tahan dengan cuaca Madinah. Menyaksikan tamunya mengalami hal itu, Nabi SAW memerintahkan mereka untuk mendatangi unta-unta milik Nabi yang digembalakan di luar kota Madinah, lalu minum dari air kencing dan susu unta-unta tersebut. Namun sesampainya di tempat unta-unta itu mereka bukannya minum air susu dan air kencing unta, tetapi malah membunuh penggembalanya dan merampas. Lalu turunlah ayat ini.

Posting Komentar untuk "Syarat Mati Syahid"