Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hilangnya Budaya Menulis Buku


Salah satu budaya yang hilang dari para ulama di masa sekarang ini adalah budaya menulis. Banyak ulama yang tersohor, berilmu tinggi, punya murid ribuan di berbagai pelosok. Namun seringkali minim karya tulis.

Sehingga ketika beliau dipanggil menghadap Allah SWT, tidak ada jejak ilmiyah yang ditinggalkannya. Orang-orang yang hidup belakangan, boleh jadi tidak mengenal lagi sosoknya sebagai ulama yang pernah ada.

Baca juga : Kitab Turats vs Modern

Jejaknya hanya muncul kala keluarganya masih merayakan peringatan haul atas wafatnya beliau. Kadang dalam acara haul itu ada dibaca sekelumit kisah almarhum ala kadarnya saja.

Tapi umat tetap tidak kenal sosoknya, apalagi keluasan ilmunya ketika masih hidup. Dan itu terjadi lantaran almarhum semasa hidupnya memang tidak menulis, sehingga tidak mewariskan karya-karya ilmiyah.

Sebenarnya krisis karya ilmiyah ini sudah terjadi sejak masa yang lama. Di masa salafunas-shalih, jumlah ulama sangat banyak. Namun hanya sebagian saja yang masih kita kenali di masa sekarang. Salah satunya lewat karya-karya ilmiyah mereka yang abadi sepanjang masa.

Di mas sekarang pada jalur pendidikan formal, budaya menulis ini coba untuk dijaga. Kuliah S2 atau S3 biasanya selalu ada penugasan berupa menulis makalah di tiap pertemuan perkuliahan. Dan untuk bisa lulus di akhir perkuliahan, harus lulus ujian tesis atau disertasi. Baru setelah itu berhak menyandang gelar MA atau doktor.

Setidaknya tesis dan disertasi itu menjadi bukti fisik bahwa seorang ilmuan itu memang benar-benar punya karya ilmiyah, meski pun seringkali tesis atau disertasi itu adalah SATU-SATUNYA karya ilmiyah yang ditulisnya. Agak miris memang, tapi lumayan lah.

RUMAH FIQIH dan Karya Ilmiyah

Maka yang coba saya lakukan bersama dengan teman-teman ustadz di Rumah Fiqih Indonesia adalah membiasakan menulis, lewat segala cara yang halal. Kami punya webstie resmi official yang memuat semua tulisan karya ilmiyah original hasil tulisan para ustadznya. Ada banyak artikel yang bisa dibaca dalam bentuk teks dan mudah diakses pada hp.

Yang terbaru, kami mulai menulis dalam format buku pdf yang bisa didownload secara gratis dan halal, sehingga tidak ada istilah buku bajakan atau semi bajakan. Dari awal niatnya memang bukan untuk jualan buku, juga bukan untuk bisnis, dan pastinya bukan untuk mendapatkan keuntungan finansial, apalagi untuk pendanaan ini itu.

Baca juga : Solusi Pemecahan Problematika Pendidikan Islam di Indonesia


Tujuannya semata-mata untuk mengasah terus kemampuan menulis para calon ulama kita di masa mendatang. Biar setiap hari ada terus karya-karya ilmiyah yang diluncurkan kepada khalayak umat Islam. Bayarnya cuma mohon didoakan saja biar para ustadz yang menulisnya selalu diberikan keberkahan dalam hidupnya, kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Nantinya kembali kepada Allah dalam keadaan husnul khatimah. Amien ya rabbal 'alamin.

Tapi sesuai dengan genre dan kebutuhannya, buku-buku pdf ini sengaja didesain simpel, sederhana, tidak terlalu tebal, biar sekali baca cepat selesai dan langsung didapatkan ilmunya secara lebih instan.

Saya melihat lifestyle zaman now yang mana nyaris semua kita mengakses informasi lewat smartphone. Maka saya ketimbang mencetak buku secara fisik yang memerlukan biaya besar, saya sejak awal ingin agar buku ini bisa terbit dalam format pdf, biar bisa beredar di dunia maya secara viral.

Baca juga : Hukum Mengucapkan Selamat Natal Menurut Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi

Biasanya buku pdf yang beredar 'secara ilegal' di internet berasal dari buku cetakan fisik yang kemudian discan dan di-pdf-kan oleh para 'pembajaknya'.

Sementara buku-buku waqaf pdf RFI ini sejak awal didesain tidak untuk dicetak, melainkan hanya untuk dibaca pakai hp. Maka saya mendesain wujud fisik buku pdf ini biar 'ramah' dengan ukuran hp kita.

Silahkan akses dan pilih-pilih bukunya. Buka saya website resmi official milik Rumah Fiqih Indonesia

Posting Komentar untuk "Hilangnya Budaya Menulis Buku"