Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hajr Harta, Pengertian dan Klasifikasi

Pengertian Hajr

Secara bahasa, kata hajr berasal dari bahasa Arab, hajaro – yahjuru – hajron (هجرا – يهجر – هجر ) yang bermakana meninggalkan (at-tarku), berpaling (ali’rodh), memutus (al-qoth’u) dan menahan (alman’u). Adapun dalam istilah syariah, kata hajr tidaklah memiliki makna khusus selain makna bahasanya, kecuali jika diidhofahkan (disandarkan) kepada kata tertentu. Karenanya, istilah hajr dalam hukum Islam memiliki makna yang beragam, tergantung pada penyandarannya. Dan secara khusus, jika kata hajr disandarkan kepada harta, maka maksudnya adalah menahan harta yang dimiliki pihak tertentu untuk tidak bisa digunakannya karena suatu alasan tertentu. Pihak yang menahan harta disebut dengan haajir (الحاجر ) dan pihak yang hartanya ditahan disebut dengan almahjur ‘alaihi (عليه المحجور) Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, istilah hajr harta didefinisikan sebagaimana berikut:

"Menahan dari menggunakan harta yang dimiliki pemiliknya (mahjur ‘alaihi), apakah penahanan itu demi kemashlahatan pihak lain, ataupun demi kemashlahatan pemilik harta itu sendiri (al-mahjur ‘alihi)." 

Klasifikasi Hajr 

Sebagaimana telah disebutkan bahwa istilah hajr, tidak semata digunakan dalam persoalan harta. Namun jika digunakan dalam konteks yang beragam dengan hukum yang beragam pula. Dalam fiqih Islam, setidaknya istilah hajr digunakan dalam beberapa konteks, di antaranya: hajr al-akh al-muslim, hajr al-maal, hajr az-zawjah annasyizah dan hajr al-mujahir bi al-ma’shiyyah. 

Baca juga : Apa yang Harus Dilakukan di Masa Fitnah

a. Hajr al-Akh al-Muslim 

Maksud dari hajr al-akh al-muslim (المسلم األخ هجر ) adalah mengambil sikap untuk menjauhi dan tidak berkomunikasi dengan sesama saudara muslim karena disebabkan suatu permusuhan atau persengketaan. Para ulama sepakat bahwa melakukan hajr terhadap sesama saudara muslim adalah haram jika sampai melebihi tiga hari sejak pertikaian itu terjadi. Bahkan ada ancaman neraka jika hajr ini telah melewati tiga hari dan di antara mereka tetap menampakkan permusuhan.

Dari Abu Ayyub al-Anshari: Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam - bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim tidak bersapaan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga malam. Keduanya saling bertemu, tetapi mereka saling tak acuh satu sama lain. Yang paling baik di antara keduanya ialah yang lebih dahulu memberi salam.” (HR. Bukhari Muslim)

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam - bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari, jika ia tetap mendiamkan hingga lebih dari tiga hari lalu meninggal dunia, maka ia masuk ke dalam neraka.” (HR. Abu Dawud)

b. Hajr al-Maal

Hajr al-maal (المال هجر ) secara bahasa bermakna hajr atas harta. Maksudnya adalah menahan harta untuk tidak digunakan oleh pemilik harta karena sebab tertentu. Pada dasarnya, Islam memberikan kebebasan kepada pemilik harta untuk menggunakan hartanya pada hal-hal yang dibolehkan. Hanya saja, dalam kondisi tertentu, harta tersebut dapat ditahan oleh pihak yang diberi wewenang oleh syariat untuk menahannya jika dalam penggunaannya dapat menyebabkan bahaya atau kerugian untuk pemilik harta atau pihak yang terkait dengannya. Penjelasan detail tentang hajr harta ini akan diutarakan pada bab berikutnya. 

c. Hajr az-Zawjah an-Naasyizah 

Jenis hajr ketiga adalah terkait dengan hubungan antara suami istri. Di mana jika istri tidak melaksanakan kewajibannya kepada suami, maka suami berhak untuk mendidik istrinya. Dan salah satu jenis didikan yang dibolehkan oleh syariat kepada suami atas istrinya adalah al-hajr fi al-madhoji’ atau berpisah secara fisik dari tempat tidur dalam rangka memberikan didikan psikologis kepada istrinya.  

Di mana kemaksiatan yang dilakukan istri terhadap hak suami, disebut dalam fiqih dengan istilah nusyuz (النشوز .(Istri yang melakukan hal tersebut disebut dengan naasyiz atau nasyizah (الناشزة أو الناشز) Dan perbuatan tersebut termasuk dikatagorikan kekufuran yang tidak sampai mengeluarkan seorang muslim dari agamanya, yang disebut oleh Nabi - shallallahu 'alaihi wasallam – dengan istilah kufron al-asyir (كفران العشير) 

Baca juga : Ikhtilaf Sejarah, dan Sebab-sebab Kemunculannya

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa’: 34)

Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata: Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam - bersabda: “Sesungguhnya aku melihat surga – atau - surga telah diperlihatkan padaku, lalu aku pun hendak mengambil seranting darinya, sekiranya kau dapat mengambilnya niscaya kalian akan memakannya selama dunia masih ada. Kemudian aku melihat neraka, maka aku tidak pernah melihat pemandangan seperti yang terjadi pada hari ini. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita.” Para shahabat bertanya: “Kenapa wahai Rasulullah?.” Beliau menjawab: “Karena kekufuran mereka.” Para sahabat bertanya lagi: “Apakah lantaran kekafiran mereka kepada Allah?.” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri perlakuan dan kebaikan suaminya. Sekiranya kamu berbuat baik kepada salah seorang dari mereka selama setahun penuh, lalu ia melihat sesuatu yang tidak baik darimu, ia pun akan berkata, 'Aku tidak melihat kebaikan sedikit pun darimu.'" (HR. Bukhari Muslim)

d. Hajr al-Mujahir bi al-Ma’shiyah

Jenis hajr yang keempat adalah hajr al-mujahir bi al-ma’shiyat (بالمعصية المجاهر هجر ), maksudnya adalah hajr untuk tidak menjalin komunikasi kepada orangorang yang secara sengaja menampakkan perbuatan maksiatnya. Hajr jenis inilah yang pernah Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam – terapkan sebagai hukuman kepada 3 shahabatnya (Ka’ab bin Malik, Muroroh bin Rabi’ dan Hilal bin Umayyah) yang meninggalkan jihad saat perang Tabuk hingga turun ayat yang menerima taubat mereka.  

Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. At-Taubah: 118).

Dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik – ia adalah salah seorang putra Ka'ab yang mendampingi Ka'ab ketika ia buta – berkata: Aku pernah mendengar Ka'ab bin Malik menceritakan peristiwa tentang dirinya ketika ia tertinggal dari Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam - dalam perang Tabuk. Ka'ab bin Malik berkata: “… Setelah 40 hari lamanya dari pengucilan umum, ternyata wahyu Tuhan pun tidak juga turun. Hingga pada suatu ketika, seorang utusan Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam - mendatangi saya sambil menyampaikan sebuah pesan: “Hai Ka'ab, sesungguhnya Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam - memerintahkanmu untuk menghindari istrimu.” Saya bertanya: “Apakah saya harus menceraikan atau bagaimana?.” Utusan tersebut menjawab: “Tidak usah kamu ceraikan. Tetapi, cukuplah kamu menghindarinya dan janganlah kamu mendekatinya.” Lalu saya katakan kepada istri saya: “Wahai dinda, sebaiknya dinda pulang terlebih dahulu ke rumah orang tua dinda dan tinggallah bersama dengan mereka hingga Allah memberikan keputusan yang jelas dalam permasalahan ini.” … (HR. Bukhari Muslim) 

Baca juga : NU, Sejarah Berdiri dan Perkembangannya 

Posting Komentar untuk "Hajr Harta, Pengertian dan Klasifikasi"