Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penguatan Pendidikan Karakter Adalah : Pengertian, Ciri, Manfaat dan Tujuan


Pengertian Pendidikan Berkarakter


Pendidikan karakter adalah pendidikan yang membagi fokusnya terhadap dua hal, yaitu ilmu pengetahuan dan pengembangan karakter individu yang dalam hal ini lebih ditekankan kepada sikap, perilaku dan cara berpikir individu. Pendidikan karakter berupaya dalam membangun karakter (character building) peserta didik untuk menjadi lebih baik. Sebab, karakter dan kepribadian peserta didik sangat mudah untuk dibentuk.

Secara etimologi, karakter dapat dimaknai sesuatu yang bersifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, tabiat, ataupun perangai. Sedangkan secara terminologis, karakter dapat dimaknai dengan sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri seseorang atau suatu kelompok. Hal ini bertujuan untuk menciptakan karakter peserta didik yang paripurna, sampai mendekati titik terwujudnya insan kamil. Namun, bisa diperjelas pada upaya untuk mewujudkan kecerdasan spiritual, emosional, intelektual dan estetika.

Baca juga : Etika Pergaulan yang Baik Menurut Norma Agama dan Sosial Kemasyarakatan  

Ciri-Ciri Pendidikan Berkarakter


Ada 4 (empat) cirri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan berkarakter dari Jerman yang berama FW. Foester.

1. Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.

2. Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.

3. Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.

4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Berpijak pada 4 (empat) ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam pola pendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalnya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anak didik akan arti kebijakan dan bertanggung jawab serta berkomitmen atas pilihannya.

Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar, juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.

Manfaat Penguatan Pendidikan Berkarakter


Pendidikan karakter sangat penting perannya dalam membatasi langkah dan perilaku individu agar tidak melanggar norma dan hal-hal lain yang bertentangan dengan budaya masyarakat timur. Pendidikan karakter sangat baik jika diterapkan sejak dini dengan sasaran anak-anak agar terbentuk pribadi yang memiliki pandangan dan ideologi sendiri.

Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotong-royongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.

Baca juga : Cara Islam Mengatur Pergaulan Manusia, Antisipatif dan Solusi dalam Perspektif Islam  

Namun coba kita lihat sekeliling kita, anak-anak sudah dijejali aneka macam permainan berteknologi tinggi. Apa karakter yang bisa diciptakan dari permainan tersebut? Hal yang sangat mungkin terjadi adalah bahwa anak akan ketagihan, sehingga mengganggu waktu belajar dan akan berpengaruh terhadap aspek ilmu yang diperoleh dan pada akhirnya akan berdampak pada terciptanya individu yang tidak berkualitas dan tidak siap bersaing. Setujukah Anda jika saya berkata “permainan tradisional sudah mulai punah, padahal permainan tersebut merupakan karakter asli anak-anak Indonesia”. Begitu banyak permainan tradisional yang membutuhkan keaktifan dan kreativitas anak. Apakah yang seperti ini bukan bagian dari pendidikan? Apakah pendidikan hanya melulu berbasis kurikulum yang diajarkan di sekolah? Agaknya pemikiran Anda perlu diperluas lagi. Pendidikan karakter tidak hanya harus diberikan di lingkungan sekolah, namun keluarga juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak. Selain keluarga, lokasi bermain pun demikian.


Tujuan Penguatan Pendidikan Berkarakter


Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari SD-Perguruan Tinggi. Menurut Mendiknas, Prof. Muhammad Nuh, pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini, kata Mendiknas, maka tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang. Ia juga berharap, pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa. Mendiknas mengungkapkan hal ini saat berbicara pada pertemuan Pimpinan Pascasarjana LPTK Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) se-Indonesia di Auditorium Universitas Negeri Medan (Unimed), Sabtu (15/4/2010).

Munculnya gagasan program pendidika berkarakter dalam dunia pendidikan di Indonesia, bisa dimaklumi, sebab selama ini dirasakan, proses pendidikan ternyata belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang menyebut pendidikan telah gagal membangun karakter. Banyak lulusan sekolah dan sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mentalnya lemah, penakut, dan perilakunya tidak terpuji. Bahkan, bisa dikatakan, dunia Pendidikan di Indonesia kini sedang memasuki masa-masa yang sangat pelik. Kucuran anggaran pendidikan yang sangat besar disertai berbagai program terobosan sepertinya belum mampu memecahkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan, yakni bagaimana mencetak alumni pendidikan yang unggul, yang beriman, bertaqwa, profesional, dan berkarakter.

Dr. Ratna Megawangi, dalam bukunya, Semua Berakar Pada Karakter (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007), mencontohkan, bagaimana kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal tahun 1980-an. Menurutnya, pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.

Dalam bukunya, Pendidikan Berkarakter: Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global,(2010), Doni Koesoema Albertus menulis, bahwa ”Pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan”. Dalam pendidikan karakter, yang terutama yang dinilai adalah perilaku bukan pemahamannya. Doni membedakan pendidikan berkarakter dengan pendidikan moral atau pendidikan agama. Pendidiakn agama dan kesadaran akan nilai-nilai religious menjadi motivator utama keberhasilan pendidikan karakter. Tetapi, Doni yang meraih sarjana teologi di Universitas Gregoriana Roma Italia, agama tidak dapat dipakai sebagai pedoman pengatur dalam kehidupan bersama dalam sebuah masyarakat yang plural. “Di zaman modern yang sangat multicultural ini nilai-nilai agama tetap penting dipertahankan, namun tidak dapat dipakaai sebagai dasar kokoh bagi kehidupan bersama dalam masyarakat. Jika nilai agama ini tetap dipaksakan dalam konteks masyarakat yang plural, yang terjadi adalah penindasan oleh kultur yang kuat pada masyarakat yang lemah.”Jika nilai agama ini tetap dipaksakan dalam konteks masyarakat yang plural, yang terjadi adalah penindasan oleh kultur yang kuat pada mereka yang lemah,"(Albertus).

Oleh karena itu, simpul Doni K. Albertus, meskipun pendidikan agama penting dalam membantu mengambangkan karakter individu, ia bukanlan fondasi yang efektif bagi suatu tata social yang stabil dalam masyarakat majemuk. Dalam konteks ini, nilai-nilai moral akan bersifat lebih operasional dibandingkan dengan nilai-nilai agama. Namun demikian, nilai-nilai moral, meskipun bisa menjadi dasar pembentuk perilaku, tidak lepas dari proses hermeneutis yang bersifat dinamis dan dialogis.

Sebagai muslim, kita tantu tidak sependapat dangan pandangan Doni K. Albertus semacam itu. Sebab, bagi muslim nilai-nilai Islam diyakini sebagai pembentuk karakter dan sekaligus bisa menjadi dasar nilai bagi masyarakat majemuk. Masyarakat Madinah yang dipimpin Nabi Muhamamd saw, berdasarkan kepada nilai-nilai Islam, baik bagi pribadi Muslim maupun bagi masyarakat plural. Tentu kita memahami pengalaman sejarah keagamaan yang berbeda antara Katolik dengan Islam.
Namun, dalam soal pendidikan karakter bagi anak didik, berbagai agama bisa bertemu. Islam dan Kristen dan berbagai agama lain bisa bertemu dalam penghormatan terhadap nilai-nilai keutamaan. Nilai kejujuran, kerja keras, sikap ksatria, tanggung jawab, semangat pengorbanan, dan komitmen pembelaan terhadap kaum lemah dan tertindas, bisa diakui sebagai nilai-nilai universal yang mulia. Bisa jadi, masing-masing pemeluk agama mendasarkan pendidikan karakter pada nilai agamanya masing-masing.
 
Terlepas dari perdebatan konsep-konsep pendidikan karakter, bangsa Indonesia memang memerlukan model pendidika semacam ini. Sejumlah negara sudah mencobanya. Indonesia bukan tidak pernah mencoba menerapkan pendidikan semacam ini. Tetapi, pengalaman menunjukkan, berbagai program pendidikan dan pengajaran – seperti pelajaran Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewargaan Negara (PPKN), Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), – belum mencapai hasil optimal, karena pemaksaan konsep yang sekularistik dan kurang seriusnya aspek pengalaman. Dan lebih penting, tidak ada contoh dalam program itu! Padahal, program pendidikan karakter, sangat memerlukan contoh dan keteladanan. Kalau hanya slogan dan ’omongan’, orang Indonesia dikenal jagonya!

Baca juga : Kenakalan Remaja, Pengertian, Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi dan Dampaknya

Harap maklum, konon, orang Indonesia dikenal piawai dalam menyiasati kebijakan dan peraturan. Ide UAN, mungkin bagus! Tapi, di lapangan, banyak yang bisa menyiasati bagaimana siswanya lulus semua. Sebab, itu tuntutan pejabat dan orangtua. Guru tidak berdaya. Kebijakan sertifikasi guru, bagus! Tapi, karena mental materialis dan malas sudah bercokol, kebijakan itu memunculkan tradisi berburu sertifikat, bukan berburu ilmu! Bukan tidak mungkin, gagasan Pendidikan Karakter ini nantinya juga menyuburkan bangku-bangku seminar demi meraih sertifikat pendidikan karakter, untuk meraih posisi dan jabatan tertentu.

Posting Komentar untuk "Penguatan Pendidikan Karakter Adalah : Pengertian, Ciri, Manfaat dan Tujuan"