Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Lelang dan Hubungannya dengan Kepailitan sebuah Perusahaan


Pengertian Lelang


Istilah lelang berasal dari bahasa latin “auctio” yang berarti peningkatan harga secara bertahap. Sebenarnya lelang telah lama dikenal, para ahli melalui penelitian literature Yunani mengemukakan bahwa lelang telah dikenal sejak 450 tahun sebelum Masehi. Beberapa jenis lelang yang popular pada masa itu antara lain adalah lelang karya seni, lelang tembakau, lelang kuda, lelang budak dan sebagainya.

Lelang sebetulnya merupakan suatu istilah hukum yang penjelasannya diberikan dalam Pasal 1 Peratulan Lelang (Vendu Reglement) stb. 1908 No. 189, yang memberikan definisi bahwa penjualan di muka umum ialah “pelelangan dan penjualan barang yang diadakan di muka umum dengan penawaran harga yang semakin meningkat atau dengan penawaran harga yang semakin menurun”. Dengan melakukan pendaftaran, dimana orang-orang yang diundang sebelumnya sudah diberitahukan tentang pelelangan itu, diberikan kesempatan kepadanya untuk membeli dengan jalan menawar harga, menyetujui harga.

Baca juga : Pengertian Reasuransi Syariah (Retakaful), Bentuk Akad dan Jenis-jenis Reasuransi

Peraturan teknis yang utama mengenai pelaksanaan lelang yang saat ini berlaku adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pasal 1 angka 1, mengatur lelang adalah “penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang”.

Hubungan Kepailitan dengan Lelang


Kepailitan dengan lelang memiliki hubungan yang saling terkait satu dengan yang lain, secara umum lelang merupakan salah satu cara pelaksanaan eksekusi dalam kepailitan. Hubungan kepailitan dengan lelang dapat dilihat pada tahap pemberesan harta pailit dan keadaan insolvensi.

  • Keadaan Insolvensi

Pengertian insolvensi tertuang dalam penjelasan Pasal 57 ayat (1) UUK dan PKPU “yang dimaksud dengan insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar”. Dengan demikian, keadaan insolvensi adalah “suatu keadaan dimana debitor tidak mampu lagi membayar utang-utangnya”. Harta pailit berada dalam keadaan insolvensi dapat dilihat dalam Pasal 178 ayat (1) UUK dan PKPU :

Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolvensi.


Hubungan kepailitan dengan lelang dalam keadaan insolvensi terjadi pada saat dimulainya keadaan insolvensi, dimana kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (1) UUK dan PKPU. Sebelum keadaan insolvensi, hak eksekusi kreditor pemegang hak agunan ditangguhkan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh hari) sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, dan jangka waktu tersebut berakhir demi hukum pada saat kepailitan diakhir lebih cepat atau pada saat dimulai keadaan insolvensi.

Baca juga : Fatwa Ulama DSN-MUI Berkenaan dengan Hukum dan Pedoman Asuransi Syariah  

Kreditor separatis dalam melaksanakan hak eksekusinya menggunakan cara penjualan di muka umum (lelang) dengan menggunakan instrumen lelang eksekusi hak tanggungan, dimana Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah atau disebut dengan UUHT, mengatur cara pelunasan utang debitor sebagaiman diatur dalam Pasal 6 UUHT, “apabila debitor cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri.

Posting Komentar untuk "Pengertian Lelang dan Hubungannya dengan Kepailitan sebuah Perusahaan"