Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyebab Insomnia, Gangguan Kecemasan, Afektif, Obat-obatan dan Alkohol



Individu dengan insomnia menetap harus dibedakan dengan ganguan kecemasan (serang panil, fobia, dan obsesi) depresi atau skizofren akut. Penyakit anorganik otak, alergi dan sakit kronis harus disingkirkan sebelum diagnosis psikofisiologi insomnia menetap dibuat.

Insomnia Berhubungan Dengan Kecemasan Gangguan Kepribadian


Onset tidur insomnia, dan kesulitan dalam menjaga tidur dapat dihubungkan dengan kecemasan umum, panik, fobia, hipokondiasis, dan kepribadian kompulsif. Di kondisi ini dapat kronis, kecuali gangguan yang mendasarinya dapt teratasi. Insomnia ini, sulit dibedakan dengan insomnia situasional, insomnia psikofisiologi menetap dan dari insomnia yang berhubungan dengan bermacam obat dan faktor lingkungan, harus didiagnosa ketika ada bukti yang mana durasi insomnia lebih lama dari 3 minggu dan kondisi psikiatrik yang jelas ada.

Baca juga : Tapak Liman (Elephantopus Scaber), Manfaat dan Klasifikasi Tanaman  

Walaupun ini pikiran klasik bahwa individu dengan kecemasan memiliki kesulitan untuk tidur tetapi sekali tertidur, tertidur dengan baik, bukti mengindikasikan bahwa pepatah ini tidak selalu benar. Banyak pasien cemas kronis tidur dengan mudah mungkin dari kelelahan, walaupun begitu mereka sering terbangun pada malam hari sebagai tekanan emosional mengatasi kebutuhan fisik untuk tidur. Pasien dengan kecemasan menunjukan tanda dari tekanan dan hiperaktifitas untuk autonom. Pasien kecemasan gelisah dan gemetar dan mengeluh gampang lelah dan susah relaksasi. Keresahan, tidak bisa beristirahat, pernafasan yang mendesah sering ditemukan pada pemeriksaan status mental. Hiperaktif otonom ditunjukan dengan berkeringat, nadi cepat, tangan yang basah, dizziness, panas atau dingin masa sakit, sering kencing, dan parestesias pada tangan dan kaki. Pasien cemas secara konstan khawatir dan merenung berlebihan pikiran tentang bencana. Pasien cemas merasakan “diujung” memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi, mudah terkejut dan akan mengeluh kesulitan untuk tidur, tidur yang terganggu dan kelelahan saat bangun tidur.

Insomnia Terasosiasi dengan Gangguan Afektif


Insomnia terasosiasi dengan depresi ditandai dengan kemampuan untuk tertidur walaupun terbangun pada dini hari dan memendeknya tidur laten REM (periode waktu dari mulai tidur sampai terjadinya REM). Tidur laten REM yang pendek dianggap suatu pertanda biologis untuk depresi. Penelitian Elektroensefalografi juga memperlihatkan penurunan gelombang delta (stage III dan IV), banyak pergeseran stage, dan peningkatan gerakan tubuh. Klinikus, ketika dia mendengar laporan tentang bangun dini hari, harus seelalu mencari gejala lain dari depresi. Pasien dengan depresi biasanya terlihat sedih. Pasien lesu dan bahunya turun. Matanya secara umum melihat ke bawah. Aktivitas motorik pasien dan bicaranya pelan. Pasien mengeluh akan adanya kesulitan berkonsentrasi dan masalah dalam mengambil keputusan. Kadang-kadang pasien dapat menunjukkan kebalikan dari retardasi psikomotor : mereka agitasi, sering meremas-remas tangannya, dan mondar-mandir. Seorang pasien yang tertekan mengeluh akan defisit energi, menurunnya nafsu makan, sembelit, menurunnya dorongan seksual, menurunnya ketertarikan dalam aktifitas yang biasanya dilakukan, dan perasaan putus asa dan keadaan tidak berdaya. Sebagai tambahan, pasien ini mungkin memiliki pikiran ingin bunuh diri. Pasien dengan depresi sedang tidak mengeluhkan apapun selain sensasi somatik yang tidak jelas, seperti perasaan berat, penuh, pening, atau letih dan mau jatuh. Dalam kasus ini dokter harus mengejar dengan giat gejala lain dari depresi, terutama jika pasien mengeluh terbangun pada dini hari. Kadang-kadang, setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh tidak ditemukan sebab dari keluhan pasien. Pasien mungkin mencoba secara empiris antidepresan trisiklik seperti amitriptiline. Suatu respon klinik pada dosis terapi (umumnya 150mg), mengesahkan diagnosis depresi.


Insomnia Berhubungan dengan Penyalahgunaan Obat dan Alkohol


Karena alkohol dan hipnotik-sedatif kehilangan efek farmaseutiknya pada tidur dalam 2 minggu mereka menyebabkan tendensi pada pasien untuk meningkatkan dosis untuk insisiasi tidur. Selama pemakaian kronis dari agen hipnotik, tidur ditandai oleh sering terbangun dan problem kontinuitas seperti obat secara cepat kehilangan efeknya setelah beberapa jam pada pasien yang toleran. Elektroensefalografi menjejak bagaimana penurunan tidur tahap III dan IV dan penurunan tidur REM. Terdapat juga transisi tahap tidur yang sering, penurunan gelombang tidur, penurunan kompleks K dan penurunan gelombang delta. Selama reduksi cepat dari hipnotik, tidur menjadi sepenuhnya terganggu dengan rebound dari tidur REM. Pasien tidak waspada untuk gejala putus obat jangka panjang dari barbiturate mungkin melanjutkan meminum obat-obatan hipnotik karena insomnia dan tidur yang berlebihan berhubungan dengan putus obat. Amfetamin, barbiturat, benzodiazepine, antidepresan trisiklik, dan monoamine ozidase inhibitors mempengaruhi tidur REM. Obat-obatan ini secara inisial menyebabkan supresi dari tidur REM dan diikuti oleh kembalinya secara bertahap ke level normal REM dan suatu rebound meningkat pada tidur REM pada gejala putus obat. Beberapa inhibitor monoamine oxidase dapat menyebabkan suatu supresi tidur REM yang lengkap dan kadang diperlambat. Obat-obatan yang mempengaruhi tidur termasukantimetabotil, obat kemoterapi kanker, preparat tiroid, antikonvulsan, inhibitor monoamine oksidase, hormone adenokortikotropik, kontrasepsi oral, propanolol, dan banyak lainnya. Obat-obatan lain seperti diazepam, antipsikotik, trisiklik sedative, marijuana, kokain, dan opiate mendesak efek dari depresan CNS ringan yang, dengan putus obat, menghasilkan insomnia kompensatoar. Selama putus obat adalah umum untuk observasi sentakan kaki yang harus dibedakan dengan nocturnal myoclonus.

Baca juga : Daun Suji (Dracaena Angustifolia), Berkhasiat Mengobati berbagai Penyakit  

Alkohol, walaupun dipakai secara spesifik oleh sekelompok individu untuk memicu tidur, menyebabkan insomnia, khususnya pada malam yang lebih larut. Dalam suatu kilas balik yang baik, Pokorny menyimpulkan efek alkohol terhadap tidur. Jumlah moderat alkohol menyebabkan tidur lebih cepat tetapi meningkatnya terbangun dalam setengah akhir dari suatu malam. Intoksikasi akut menyebabkan penurunan tidur REM; putus alkohol menghasilkan penundaan dalam onset tidur, REM rebound, dan terbangun berkali-kali sepanjang malam. Mimpi buruk dan halusinasi yang menakutkan adalah umum selam putus alkohol. Insomnia dan gangguan tidur mungkin menetap selama 6 bulan setelah gejala putus alkohol. Penggunaan secara bijak dan pemberhentian alkohol telah menurunkan jumlah tidur delta dan kekacauan dalam siklus tidur REM.

Posting Komentar untuk "Penyebab Insomnia, Gangguan Kecemasan, Afektif, Obat-obatan dan Alkohol"