Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makna Liberalisme Dalam Sektor Kesehatan, Ideologi dan Pandangan Filsafat



Hak Asasi Manusia (HAM) yang dpahami sebagai hak yang secara kodrati dimiliki oleh setiap orang tanpa pengecualian dan keistimewaan baik berdasarkan golongan, kelompok maupun tingkat sosial tertentu, menempatkan HAM sebagai isu utama yang diperbincangkan berbagai kalangan di segala jaman.Perhatian dan perjuangan umat manusia terhadap HAM sesungguhnya telah berjalan seiring dengan perkembangan peradaban mencapai kemuliaan kehidupan manusia. Perhatian dan perjuangan umat manusia untuk memenuhi hak-haknya ini telah mendorong mereka untuk hidup secara berkelompok dan berorganisasi. Pembentukan negara adalah manifestasi keinginan untuk hidup berkelompok guna melindungi kemanusiaan dan hak asasi manusia. 

Negara memperoleh kekuasaan dari warga negaranya sebagai pemegang kedaulatan semata-mata untuk memenuhi dan melindungi hak asasi warga negara. Konsep inilah yang kemudian melahirkan prinsip demokrasi dimana negara adalah “dari, oleh dan untuk” rakyat. Konsep ini pula yang mendasari ketentuan Internasional bahwa kewajiban perlindungan dan pemajuan HAM utamannya ada pada negara. Dengan kata lain, negara adalah pemegang kewajiban ( duty bearer ) HAM wargannya. Jaminan yang diberikan negara atas HAM wargannya ini bukan berarti bahwa hak-hak tersebut lahir setelah negara meratifikasi konvensi internasional tentang HAM atau mengeluarkan peraturan apa pun yang menjamin hak asasi wargannya, tapi lebih merupakan tanggung jawab negara dalam menjamin hak-hak yang telah dimiliki oleh setiap warga negaranya secara kodrati dan memperlihatkan penghargaan negara atas hak-hak tersebut. 


Kewajiban untuk menegakkan HAM adalah kewajiban yang tidak dapat dipungkiri oleh negara, karena merupakan bagian dari kewajiban negara untuk melindungi kepentingan umat manusia (prinsip obligation erga omnes). Manusia memerlukan jaminan perlindungan bagi hak-hak pribadi untuk mengekspresikan kepentingan masyarakat yang menghendaki agar perlindungan hak-hak tersebut ditindaklanjuti dengan pengaturan dalam hukum. Secara konseptual dapat dikatakan bahwa HAM memiliki dua dimensi, yaitu dimensi moral dan dimensi hukum. Dimensi yang pertama, yaitu dimensi moral dari HAM, artinya bahwa HAM adalah hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut (non-derogable rights),karena hak tersebut merupakan hak manusia karena ia adalah manusia. Dalam hal ini HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia, dan umat manusia memilikinnya bukan karena diberikan kepadannya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. 

Pemahaman tersebut dapat dimengerti karena sesungguhnya HAM bermula dari gagasan bahwa manusia tidak boleh diperlakukan semena-mena oleh kekuasaan, karena manusia memiliki hak alamiah yaitu hak yang melekat pada manusia terlepas dari segala adat istiadat atau aturan tertulis. Hak alamiah ini mendahului proses legal, kultural, ekonomi dan sosial manusia dalam komunitasnya, karena hak ini diberikan oleh kekuasaan sang pencipta, yaitu Tuhan YME. Inilah yang menjadi akar religiusitas HAM yang menempatkan manusia pada posisi setara, sehingga manusia harus saling menghormati dan memahami bahwa hak yang dinikmatinya tidak boleh melanggar hak orang lain. 

Pada dasarnya Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu.Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas. Banyak suatu negara yang tidak mematuhi peraturan tersebut. Liberalisme dalam hal pemenuhan hak-hak kesehatan akan dibahas selanjutnya berikut ini dan akan dipaparkan hal-hal yang menjadi kendala dalam usaha pemenuhan hak-hak tersebut.



Makna Liberalisme Dalam Sektor Kesehatan


Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa makna dasar dari liberalisme adalah adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas. 

Banyak suatu negara yang tidak mematuhi peraturan tersebut. Kaitan antara liberalisme dengan sektor kesehatan terlihat pada sistem pemenuhan kesehatan bagi masyarakat yang ditentukan oleh masing masing intansi kesehatan bukan lagi oleh pemerintah. Hal ini diwujudkan dengan cara didirikannya layanan layanan kesehatan yang berorientasi terhadap keuntungan layaknya sebuah komoditi bisnis semata. Citra rumah sakit yang dulu dikenal akan fungsi sosialnya, kini redup lalu berganti bentuk dengan tampilan barunya yang lebih berorientasi untuk kepentingan bisnis. Saat ini bukan hanya bermunculan rumah sakit swasta ( beberapa di antarannya memasang label “internasional” ) dengan target target pendapatan lewat jasa layanan kesehatan dan tingkat hunian kamar seperti layaknya dunia perhotelan, rumah sakit pemerintah (pusat) pun mulai ikut-ikutan. Lebih ironis lagi, banyak pemerintah daerah—baik provinsi maupun kabupaten/kota—yang mulai mengalokasikan dana untuk membangun rumah sakit yang berorientasi keuntungan.

Kesenjangan pengetahuan medis tentang masalah kesehatan dan penanganannya memang menjadi salah satu faktor lemahnya posisi pasien atau konsumen berhadapan dengan pengelola jasa layanan kesehatan.Namun, banyak kalangan percaya bahwa akar dari semua itu berawal dari sistem layanan kesehatan di negeri ini yang sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Akibatnya, aroma komersial terasa kental pada hampir setiap tindakan terhadap pasien, sementara fungsi sosial layanan kesehatan tertinggal jauh di belakang.Apabila dilihat dari luar, rumah sakit kelihatannya kini makin komersial dan meninggalkan fungsi-fungsi sosial. Sebetulnya fungsi sosial tetap jalan. Gawat darurat kan selalu dilayani kata dr Adib Abdullah Yahya, Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.Menurut Adib, aroma komersial itu dirasakan pihak luar lantaran rumah sakit harus menghidupi dirinya sendiri. 

Rumah sakit, kan, harus hidup sehingga menerapkan tarif-tarif sesuai dengan biaya per unit.Sebaliknya, dokter Kartono Mohamad pakar kesehatan yang juga mantan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia melihat pelayanan kesehatan di Indonesia memang cenderung liberal. Semua diserahkan kepada pasar. Malah tiap langkah layanan dikenai tarif tanpa ada aturan yang jelas. Pemodal yang membuka jasa layanan kesehatan kini cenderung hanya berorientasi mencari keuntungan.Bahkan, kata Kartono, untuk mengangkat jahitan seusai operasi pun dikenai tarif terpisah dari operasi itu sendiri. Demikian pula kontrol atas keadaan seusai tindakan sepertinya dianggap bukan merupakan bagian dari tanggung jawab pascatindakan, tetapi sebagai langkah baru yang dikenai tarif tersendiri.Bukan hanya pengenaan tarif terpisah yang dipersoalkan. Besaran tarif juga tidak jelas karena ditentukan sendiri oleh pengelola jasa layanan kesehatan.Seharusnya, kata Kartono, model layanan kesehatan yang berasaskan fee for service semacam ini—di mana tiap langkah layanan dikenai tarif tersendiri diubah menjadi sistem asuransi dengan segera memberlakukan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional yang sudah lima tahun ”ditidurkan”.

Dalam perspektif pasar, segala sesuatu memang diukur dari seberapa besar kapitalisasi bergulir. Kenyataan ini, meski kerap disanggah oleh pemerintah, yang secara umum berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan di negeri ini. Dalam bahasa Radhar, esensi pelayanan termanipulasi oleh fasilitas dan harga, sementara diskriminasi terhadap pasien justru kian ditegakkan.Lebih celaka lagi, tentu saja bagi pasien, tidak ada lembaga pengawas yang mengoreksi kalau ada kesalahan dalam pelayanan. Belum ada perundang-undangan yang khusus mengatur soal layanan kesehatan di rumah sakit, termasuk di dalamnya terkait kontrol dan prosedur pelayanan terhadap pasien. Pemerintah yang seharusnya bertindak sebagai regulator dan wasit malah ikut bermain.Membaca berbagai kasus yang muncul ke permukaan, Hasbullah Thabrany ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia mengingatkan pemerintah agar segera menyadari bahwa ada kegagalan pasar dalam pelayanan kesehatan. 


Penerapan mekanisme pasar dalam pelayanan rumah sakit dan pelayanan kesehatan, tambahnya, tidak akan dan tidak pernah menguntungkan konsumen.Peringatan serupa juga disampaikan sejumlah ahli kesehatan yang tergabung dalam Forum Peduli Kesehatan Rakyat. ”Seluruh literatur telah membuktikan kegagalan mekanisme pasar dalam pelayanan kesehatan. Fakta di dunia, semakin banyak dokter dan rumah sakit, harga pelayanan semakin mahal. Bahkan, rumah sakit publik milik pemerintah ikut bersaing dalam (sistem) mekanisme pasar.”

Posting Komentar untuk "Makna Liberalisme Dalam Sektor Kesehatan, Ideologi dan Pandangan Filsafat"