Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kloning Manusia Menurut Perspektif Islam, Pertimbangan Teologi, Moral dan Hukum


Kloning Manusia Dalam Perspektif Islam


Apabila kiat mencermati, awal sampai akhir proses kloning,tentu hal ini akan menimbulkan problem yang sangat besar ketika kloning diterapkan pada manusia,walaupun di sisi lain juga ada beberapa manfaat.Seperti yang kita ketahui manusia sebagai makhluk biologis maka laki-laki memerlukan perempuan atau sebaliknya

Disamping itu proses perkembangan manusia pertama-tama diatur perkawinan yang sah menurut Islam.Dan perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri berdasarkan hukum (UU),hukum agama atau adat istiadat yang berlaku seperti firman Allah dalam Al-Qur`an,

“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah SWT.”

Menikah mempunyai dua aspek, pertama yaitu aspek biologis agar manusia berketurunan dan yang kedua aspek afeksional agar manusia merasa tenang,terang hatinya dan cemerlang fikirannya. Dan bila seorang ingin mendapatkan keturunan, maka ia harus kawin dan menikah lebih dahulu. Dan mengenai perkawinan itu sendiri dijelaskan oleh Allahdalam al-Qur’an.  

“Dan kawinilah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hambabsahayanya yang lelaki dan hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi maha penyayang.”

Baca juga : Hikmah Diciptakan Malaikat Pencatat Amal Baik dan Buruk 

Dalam kehidupan ini seseorang dapat memperoleh keturunan dari hubungan laki-laki dan perempuan yang telah diatur oleh hukumnAllah yaitu adanya akad perkawinan yang di harapkan dapat menghasilkan keturunan yang baik dan mempunyai nasab dan diterima secara baik di masyarakat. Namun akan berbeda ketika kloning manusia benar-benar di lakukan. Kita tidak akan lagi mengenal hubungan semacam itu karena seseorang dapat memiliki anak sesuai dengan keinginannya tanpa melakukan hubungan dengan seorang laki-laki.

Dalam Islam kloning dapat menimbulkan akibat yang fatal apabila hal ini dilakukan terhadap manusia yaitu mulai dari perkawinan, nasab dan pembagian warisan dan tentu hal ini akan keluar dari jalur Islam.Misalnya seorang laki-laki yang menikah dengan perempuan yang keduanya masing-masing mempunyai kembaran identik, tentu hal ini akan dapat membuat bingung mereka semuanya, dan bila hal ini sudah terjadi ditengah masyarakat, pasti orang akan mengalami kesulitan mengenali apakah orang itu bersama-sama dengan isterinya atau dengan kembaranya atau dengan sebaliknya tidaklah mustahil apabila semisal masalah ini benar-benar terjadi, dekadensi moral dan kehancuran dunia akan terwujud selain itu sederetan masalah kewarisan, perwalian, dan lain-lainnya akan menunggu di depan.Seperti dalam bahasa kaidah fiqh dinyatakan

“Menghindari madhlarat (bahaya) harus di dahulukan atas mencari kebaikan atau maslahah”.

Kaidah ini menjelaskan bahwa suatu perkara yang terlihat adanya manfaat atau maslahah, namun disana juga terdapat kemafsadatan (kerusakan) haruslah didahulukan menghilangkan mafsadah-nya.Sebab ke-mafsadahanya dapat meluas dan menjalar kemana-mana sehingga akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar.

Dalam hal penciptaan manusia ada beberapa tahapan. Sebagaimana firman Allah dalam Alqur’an Surah al-Hajj yang berbunyi:

Kami telah menjadikan kamu dari tanah,kemudian dari setetes mani,kemudian dari segumpal darah,kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna,agar kami jelaskan kepda kamu dan kami tetapkan dalam rahim,apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan……..

Dari kutipan ayat diatas, tampak kiranya bahwa paradigma al-Qur’an mengenai penciptaan manusia dan terlihat pencegahan terhadap tindakan-tindakan manusia yang mengarah terhadap kloning.Mulai dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan dari Allah.Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan melampaui batas.Oleh karenanya untuk menyikapi berbagai macam masalah mengenai kloning manusia, bisa memakai pertimbangan, sebagai berikut:


Pertimbangan Teologi


Dalam hal ini al-Qur’an megisyaratkan adanya intervensi manusia didalam proses produksi manusia.Sebagaimana termaktub dalam firmanNya Q.S.al-Mukminun ayat 13-14 yang berbunyi:

Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)dalam tempat yang kokoh (rahim).Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging,dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang,lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging.Kemudian

Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain.Maka maha sucilah Allah,Pencipta yang paling baik.

Ayat ini mengisyaratkan unsur manusia ada tiga yaitu; unsur jasad (jasadiyah), unsur nyawa (nafs), dan Unsur ruh (ruh). Adapun dalam pertimbangan ini manusia mengetahui proses terjadinya manusia,oleh karenanya untuk mengetahui keafsahan kloning dalam Islam harus dikaitkan dengan dua pertimbangan selanjutnya, yaitu pertimbangan moral dan hukum.

Pertimbangan Moral


Dari sudut pertimbangan moral bahwa berbagai macam riset atau penelitian hendaknya selalu dikaitkan dengan Tuhan, karena riset dengan tujuan apapun tanpa dikaitkan dengan Tuhan tentu akan menimbulkan resiko, meskipun manusia di muka bumi adalah sebagai khalifah, namun dalam mengekpresikan dan mengaktualisasikan kebesaran kreatifitasnya tersebut seyogyanya tetap mengacu pada pertimbangan moral dalam agama.

Baca juga : Apa Hukum Menipiskan Alis, Memakai Kutek dan Memanjangkan Kuku?  

Pertimbangan Hukum


Dari beragam pertimbangan mungkin pertimbangan hukum inilah yang secara tegas memberikan putusan, khususnya dari para ulama’ fiqh yang akan menolak mengenai praktek kloning manusia selain memakai dua landasan pertimbangan di atas. Larangan ini muncul karena alasan adanya kekhawatiran tingginya frekuensi mutasi pada gen produk kloning sehingga akan menimbulkan efek buruk pada kemudian hari dari segi pembiayaan yang sangat mahal dan juga dari sudut pandang ushul fiqh bahwa jika sesuatu itu lebih banyak madharat-nya dari pada manfaatnya maka sesuatu itu perlu ditolak. Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat ulama tentang kloning manusia diantaranya;

Muhammad Quraish Shihab mengatakan, tidak pernah memisahkan ketetapan-ketetapan hukumnya dari moral sehingga dalam kasus kloning walaupun dalam segi aqidah tidak melanggar wilayah qodrat Illahi, namun karena dari moral teknologi kloning dapat mengantar kepada perpecahan manusia.

Munawar Ahmad Anas mengatakan bahwa paradigma al-Qur’an menolak kloning. Seluruh siklus kehidupan mulai dari kehidupan hingga kematian, adalah tindakan Illahiyah. Manusia adalah agen yang diberi amanah oleh Allah, karena itu penggandaan manusia semata-mata tak di perlukan (suatu tindakan yang mubadzir). Sedang Abdul Aziz Sachedia, salah seorang tokoh agama Islam Amerika Serikat mengatakan bahwa “teknologi kloning hanya akannmeruntuhkan institusi perkawinan”.

Analisis Kritis


Proses kejadian manusia tanpa proses pembuahan sperma laki-laki adalah tanda dari kekuasaan Tuhan. Perkembangan ilmu dan teknologi merupakan konskuensi logis dari konsep ilmu dalam al-Qur’an yang mengatakan hakekat ilmu adalah menemukan sesuatu yang baru bagi masyarakat dari hal yang tidak tahu menjadi tahu seperti dalam firman Allah:

:Sebagaimana kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-kitab dan hikmah serta mengajarkan kepada kamu apaapa yang belum kamu ketahui.”

Seluruh ilmu bisa diterima, namun harus dilihat manfaat dan madharatnya seperti halnya kloning yang menimbulkan pro dan kontra. Tim bahsul masa’il Nahdhatul Ulama’ menjawab seputar masalah kloning gen pada tanaman, hewan dan manusia.

Pemanfaatan teknologi pada tanaman diperbolehkan, karena hajat manusia untuk kemaslahatannya. Kloning gen pada hewan di perbolehkan dengan catatan hewan trsebut halal di makan, tidak menimbulkan takdzib (penyiksaan), tidak melakukan penyilangan antar hewan yang haram dengan yang halal.

Adapun kloning pada gen manusia menurut etika dan hukum agama tidak dibenarkan (haram) serta harus dicegah sedini mungkin.Hal ini karena akan menimbulkan masalah baru dan madharat yang lebih besar, diantaranya; Pertama, tidak mengikuti sunah Rasul, karena Rasul menganjurkan untuk menikah. Dan barang siapa tidak mengikuti sunah rasul berarti tidak termasuk golongan Rasulallah.

Kedua, tidak mungikuti ajaran kedokteran Nabi, karena mereka tidak melakukan hubungan seksual. Ketiga, bagi kaum hal syahwatnya menjadi lemah, menimbulkan kesedihan dan kemuraman. Gerak tubuhnya menjadi kaku dan bagi kaum wanita

badannya menjadi dingin (frigiditis). Keempat, ada kecenderungan melakukan onani (masturbasi) atau berzina yang sangat dilarang oleh Islam. Kelima, tidak bisa memanfaatkan kegembiraan dan kelezatan dalam hubungan seksual.

Kloning terhadap manusia banyak melahirkan persoalan bagi kehidupan manusia, terutama dari sisi etika dan persoalan keagamaan serta keyakinan, namun di sisi lain adapula beberapa manfaatnya.

Baca juga : Hukum Menganggap Syariat Sudah Tidak Relevan dengan Zaman


Berikut ini beberapa manfaat kloning, khusus dalam bidang medis.


Beberapa diantara keuntungan terapeutik dari teknologi kloning adalah sebagai berikut:

  1. Kloning manusia memungkinkan banyak pasangan tidak subur untuk mendapatkan anak.
  2. Organ manusia dapat dikloning secara selektif untuk dapat dimanfaatkan sebagai organ pengganti bagi pemilik sel organ itu sendiri, sehingga dapat meminimalisir resiko penolakan.
  3. Sel-sel dapat dikloning dan diregenerasi untuk menggantikan jaringan-jaringan tubuh yang rusak, contohnya urat saraf serta jaringan otot.
  4. Teknologi kloninng memungkinkan para ilmuan medis untuk menghidupkan dan mematikan sel-sel, dengan demikian teknologi dapat digunakan untuk mengatasi kanker.
  5. Teknologi kloning memungkinkan dilakukannya pengujian dan penyembuhan penyakit-penyakit keturunan.

Posting Komentar untuk "Kloning Manusia Menurut Perspektif Islam, Pertimbangan Teologi, Moral dan Hukum"