Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Ilmu Bioteknologi Menurut Islam disertai Dalil Alquran dan Hadits


Pandangan Islam mengenai Bioteknologi


Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada seluruh umat manusia dengan membawa risalah islam yang sempurna dan mampu menjawab setiap masalah yang muncul dalam kehidupan manusia hingga hari qiyamat. Sebagaimana firman-Nya:

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah Aku cukupkan atas kalian nikmat-Ku dan telah Aku ridloi islam sebagai agama bagi kalian..” (QS. Al-Maidah: 3).

Dan firman-Nya :

” Dan telah kami turunkan atasmu Al-Qur’an yang menjelaskan segala sesuatu” (QS. An-Nahl : 89)


Allah pun telah mewajibkan setiap muslim untuk menyesuaikan seluruh aktivitasnya dengan perintah dan larangan-Nya seperti yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Firman Allah SWT:

“Dan apa saja yang diperintahkan oleh Rasul kepada kalian maka kerjakanlah, dan apa saja yang dilarang oleh Rasul kepada kalian, maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr:7)

Oleh karena itu seorang muslim yang taat akan menilai sesuatu itu baik jika sesuatu tersebut baik menurut Islam dan sesuatu akan dinilai jelek jika menurut Islam jelek, sebagaimana kaidah syara’ :

Al-hasanu maa hasanahu as-syar’u wal qobiihu maa qobiihahu as-syar’u.

“Baik itu adalah apa-apa yang baik menurut syara’ dan buruk itu adalah apa-apa yang buruk menurut syara’”

Penemuan-penemuan ilmiah meskipun merupakan hasil eksperimen ilmiah yang bersifat universal tidak didasarkan pada pandangan hidup (aqidah) tertentu, tetapi penggunaan dan pengambilannya tetap akan didasarkan pada pandangan hidup tertentu. Para ilmuwan sekuler yang berazaskan manfaat semata tidak akan memperhitungkan aspek apapun kecuali bahwa penemuan itu akan mendatangkan nilai materi yaitu kemanfaatan. Mereka tidak akan mempertimbangkan lagi apakah penemuan itu sesuai atau tidak dengan nilai-nilai rohani, akhlaq, dan kemanusiaan, sebab nilai-nilai tersebut memang bukan standar perbuatan mereka. Sebaliknya ilmuwan muslim yang menjadikan standar hidupnya halal dan haram, hanya akan melakukan penelitian pada apa-apa yang dihalalkan oleh Allah SWT, dan tidak akan melakukan penelitian pada apa-apa yang telah Alloh haramkan meskipun ada unsur manfaat, karena justru manfaat itu ada pada pelaksanaan hukum syara’, sesuai dengan kaidah syara’ :

Haitsuma yakuunu assyar’u takuunul mashlahah

“Dimana ada hukum syara’ disana ada maslahat (manfaat)”.
 

Hukum syara’ terhadap aplikasi bioteknologi pada tanaman dan hewan

Aplikasi bioteknologi yang diterapkan pada tanaman dan hewan dengan tujuan untuk meningkatkan kuantitas, kualitas, produktifitasnya atau usaha untuk mencari obat alami bagi banyak penyakit manusia untuk menggantikan obat-obat kimia yang sering menimbulkan efek samping pada kesehatan, hukumnya boleh (ja’iz) selama tidak ada dalil yang mengharamkannya, sesuai dengan kaidah:

Al-ashlu fil asyyaai al-ibaahah maa lam yarid daliilut tahriim

“Hukum asal dari sesuatu itu halal (mubah) sebelum ada dalil yang mengharamkannya“

Jika pengembangan teknologi tersebut dalam upaya mencari obat-obatan untuk mengobati penyakit manusia hukumnya sunnah, mengikuti hukum berobat, Rosulullah SAW bersabda :

”..Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia menciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!”.

Bahkan pada kondisi umat manusia sangat memerlukan teknologi tersebut yang tidak bisa ditangani secara konvensional dan menyangkut kelangsungan hidup manusia hukumnya dapat menjadi fardlu kifayah.

Berbagai aplikasi bioteknologi pada tanaman dan hewan disamping mendatangkan manfaat yang besar, diduga membawa pula konsekuensi yang merugikan/membahayakan. Bahaya atau kerugian yang terjadi dapat berupa ancaman terhadap eksistensi tanaman atau hewan tersebut, lingkungan meliputi manusia, alam dan ekosistem hewani di sekitarnya. Sebagai contoh HEMATECH LLC, perusahaan bioteknologi dari Sioux Falls, South Dakota, Iowa, Amerika Serikat, berpatungan dengan Kirin Brewery dari Jepang berupaya memproduksi antibodi manusia lewat sapi. Mereka mengkloning sapi dengan cara menyintesis rangkaian gen yang bisa memproduksi antibodi manusia di laboratorium dan nyambungkan ke sel kulit sapi. Sel kulit sapi itu kemudian digabungkan ke sel telur sapi yang telah diambil intinya. Hasil penggabungan dirangsang untuk tumbuh sebagai embrio, lantas diimplantasikan ke rahim induk sapi. Diharapkan, gen manusia akan aktif di tubuh sapi kloning dan memproduksi antibodi yang diperlukan saat sapi diinfeksi dengan sejumlah virus dan bakteri.

Baca juga : Bolehkah Menanam Saham di Sebuah Perusahaan Bisnis?   

Kenyataannya, produksi antibodi sangat minim karena tidak banyak gen manusia yang aktif dalam sel sapi. Upaya Hematech dianggap sebagai suatu terobosan. Tahap selanjutnya, mereka mengupayakan agar gen manusia menjadi aktif dengan menekan sistem kekebalan tubuh sapi. Upaya ini perlu waktu tiga sampai empat tahun sebelum dilakukan uji klinis. Meski bertujuan mulia, upaya itu tak lepas dari tantangan. Utamanya dari para aktivis penyayang binatang. Menurut mereka, kloning tidak berperikemanusiaan. Kegagalan kloning pada binatang cukup tinggi. Dari 672 embrio yang dibuat, hanya enam anak sapi yang lahir hidup. Dari jumlah itupun, dua ekor mati dalam tempo 48 jam setelah lahir. Kekhawatiran lainnya adalah, bisa saja antibodi yang diproduksi lewat sapi tercemar penyakit sapi gila. Selain itu, ada juga masalah etika yaitu adanya pencampuran gen manusia ke sapi dinilai mengaburkan batasan antar spesies makhluk hidup, khususnya antara manusia dengan binatang.

Oleh karena alasan adanya bahaya negatif seperti tersebut, pengembangan bioteknologi harus selalu diawasi dan diuji secara seksama sebelum dilepas ke masyarakat luas. Jika terbukti akan mendatangkan bahaya kepada manusia atau lingkungan maka hukumnya menjadi haram berdasarkan kaidah ushul:

Al-ashlu fil mudloori at-tahriim

“Hukum asal yang membahayakan adalah haram“

Demikian pula pengembangan bioteknologi pada tanaman dan hewan hukumnya haram jika materi yang digunakan adalah materi yang diharamkan oleh Allah, seperti babi dan anjing. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Nabi SAW bersabda:

”Allah telah melaknat orang Yahudi, telah diharamkan kepada mereka lemak (syuhum), tetapi mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya. Sesungguhnya Allah jika telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu maka diharamkan pula bagi mereka harganya”.



Hukum syara’ pada proses dan produk bioteknologi pada manusia

Kloning pada manusia dilihat dari bentuknya ada dua, yaitu :

1) Kloning embrio (perbanyakan embrio identik)

2) Kloning manusia (dalam pengertian kloning yang berasal dari sel somatik manusia.

Hukum syara’ dari kedua jenis kloning tersebut adalah sebagai beikut:

a. Kloning embrio

Kloning embrio adalah proses penggandaan pada fase sel zigot (sel telur yang telah dibuahi) untuk mendapatkan anak kembar identik. Dr. Martin Nijs, ketua team peneliti kedokteran Belgia, tanggal 9 Maret 1997 telah mengumumkan bahwa teamnya telah mengklon anak kembar pada empat tahun sebelumya dan klon tersebut tumbuh baik sampai saat dilaporkan.
Kloning embrio ini dibolehkan oleh syara’, apabila sel sperma yang membuahi berasal dari suami yang sah dan masih hidup, dan sel telur yang dibuahi juga berasal dari isteri yang sah, dan klon yang dihasilkan harus ditanam kembali untuk ditumbuhkan ke dalam rahim isteri pemilik sel telur tersebut. Tetapi jika klon embrio yang dihasilkan tersebut ditanamkan pada rahim wanita lain (ibu pengganti), atau sperma dan sel telurnya bukan dari pasangan suami isteri yang sah, atau klon embrio di tanamkan pada rahim isteri setelah suaminya meninggal, maka semuanya itu hukumnya haram, karena telah mencampur adukan dan menghilangkan nasab, dan gugurnya pernikahan atas orang yang sudah meninggal. Diriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwa dia telah mendengar Rasululloh SAW bersabda ketika turun ayat li’an:

“Siapa saja perempuan yang memasukkan nasab (seseorang) kepada suatu kaum yang bukan dari mereka, maka dia tidak akan mendapatkan apa pun dari Alloh dan Alloh tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya padahal dia melihat (kemiripannya), maka Alloh akan tertutup darinya dan Alloh akan membeberkan perbuatannya itu dihadapan orang-orang terdahulu dan kemudian (pada hari kiamat nanti).” (HR. Ad-Darimi).

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dia mengatakan bahwa Rosululloh SAW bersabda :

“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau seorang budak bertuan kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Alloh, para malaikat dan seluruh umat manusia” (HR. Ibnu Majah).

b. Kloning sel somatik

Kloning manusia adalah upaya membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan tetuanya. Hal ini dilakukan dengan cara mengambil sel somatik dari tubuh tetua, kemudian diambil inti selnya (nukleusnya), dan selanjutnya digabungkan pada sel telur (ovum) wanita—yang telah dihilangkan intinya—dengan bantuan cairan kimia dan kejutan listrik. Setelah proses penggabungan (fusi) ini terjadi, sel telur yang telah berisi inti sel tetua ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan agar sel tersebut membelah secara mitosis, berkembang, berdiferensiasi dan berubah menjadi janin sempurna. Janin tersebut akan dilahirkan secara alami dan memiliki kode genetik yang sama persis dengan tetuanya. Kloning manusia apapun tujuannya akan menjadi bencana dan sumber kerusakan bagi dunia. Kloning manusia menurut hukum islam haram dilakukan, dan dalil-dalil keharamannya menurut Abdul Qodim Zallum, adalah sebagai berikut:

Anak-anak produk kloning dihasilkan melalui cara yang tidak alami sesuai fitrah manusia. Padahal Alloh telah menetapkan cara pembuahan yang alami yaitu melalui pembuahan sel sperma suami pada sel telur istri yang sah. Alloh berfirman:

“dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani apabila dipancarkan …”(QS. An-Najm: 45).

“ Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Alloh menciptakannya, dan menyempurnakannya.” (QS. Al-Qiyamah: 37-38).

Anak-anak produk kloning dari tetua perempuan tidak akan mempunyai ayah. Dan jika inti sel dari tetua perempuan kemudian ditransfer ke dalam rahim perempuan lainnya juga tidak akan punya ibu. Ini merupakan tindakan menyia-nyiakan manusia, sebab dalam kondisi seperti ini tidak terdapat ayah dan ibu. Hal ini bertentangan dengan firman Alloh SWT:

“Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.. (QS. Al-Hujurat: 13).

“ Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka”…(QS. Al-Ahzab: 5).

Kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan), padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Kloning yang bertujuan memproduksi manusia unggul dalam hal kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, kecantikan, dsb..jelas mengharuskan adanya seleksi terhadap orang-orang yang memiliki sifat-sifat tersebut, tanpa mempertimbangkan apakah suami-istri atau bukan, sudah menikah atau belum. Inti sel somatik yang akan diklon diambil dari orang yang memiliki sifat-sifat yang diinginkan, dan sel telur akan diambil dari perempuan yang terpilih, dan diletakkan pada rahim perempuan yang terpilih juga. Semua ini jelas akan mengakibatkan hilangnya nasab dan bercampur aduknya nasab.

Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan banyak sekali hukum syara’, seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, waris, hak wan kewajiban antara bapak dan anak, perawatan anak, hubungan kemahroman, hubungan ashobah, dll.

Baca juga : Profil Biografi Ustadz Isnan Ansory, Lc., M.Ag 

Menjadikan manusia sebagai bahan penelitian merupakan pelecehan terhadap nilai kemuliaan manusia. Seperti telah diuraikan diatas teknologi kloning memiliki tingkat keberhasilan sangat rendah, seperti percobaan pada sapi, dari 672 embrio yang dibuat hanya empat anak sapi yang lahir hidup. Dapat dibayangkan ratusan, ribuan atau jutaan embrio/janin atau bahkan sudah berupa bayi manusia dibuang sebagai sampah sisa percobaan.

Posting Komentar untuk "Hukum Ilmu Bioteknologi Menurut Islam disertai Dalil Alquran dan Hadits"